Bentrokan Berdarah di Lahan Tebu, Seorang Anggota DPRD Indramayu Diduga Terlibat
Polres Indramayu, Jawa Barat, terus mengusut kasus konflik lahan yang menyebabkan dua warga tewas di perbatasan Majalengka-Indramayu. Sedikitnya 27 orang dimintai keterangan oleh polisi karena diduga terlibat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Kepolisian Resor Indramayu terus mengusut konflik lahan tebu di perbatasan Kabupaten Indramayu dan Majalengka, Jawa Barat, yang menewaskan dua warga. Hingga Selasa (5/10/2021) sore, sedikitnya 27 orang, termasuk seorang anggota DPRD Indramayu, ditangkap karena diduga terlibat.
Kepala Polres Indramayu Ajun Komisaris Besar Lukman Syarif mengatakan, 27 orang dimintai keterangan karena diduga terlibat dalam konflik itu. Mereka antara lain ketua, bendahara, dan pengurus lembaga swadaya masyarakat F-Kamis (Forum Komunikasi Masyarakat Indramayu Selatan).
”Yang diamankan Ketua F-Kamis. Kami berbicara tentang F-Kamis. Tidak ada latar belakang apa pun,” ungkap Lukman. Langkah tegas tersebut diambil untuk menyelidiki kasus itu sekaligus mencegah konflik serupa berulang.
Sebelumnya, bentrokan dua kelompok warga berlangsung di lahan tebu wilayah Tukdana, Indramayu, Senin (4/10/2021) sekitar pukul 09.15. Dalam video yang beredar, massa membawa kayu hingga pedang. Konflik dipicu perebutan lahan tebu antara petani mitra PG Rajawali II dan sekelompok warga serta LSM.
Akibat kejadian itu, dua warga Kecamatan Jatitujuh, Majalengka, meninggal dunia. Mereka adalah Dede Sutaryan dari Desa Jatiraga dan Suhenda dari Desa Sumber Kulon. Korban yang mengalami luka bacok di bagian tangan dan kepala sempat dibawa ke Puskesmas Jatitujuh, tetapi tidak selamat.
Lukman akan mengusut tuntas kasus tersebut, termasuk kemungkinan tambahan terduga pelaku. ”Harus (Diusut tuntas). (Konflik) ini tidak boleh terjadi lagi. Orang sudah meninggal dua orang,” katanya.
Anggota DPRD
Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan DPC Partai Demorat Indramayu Harris Solihin membenarkan, seorang anggota DPRD Indramayu Fraksi Demokrat-Perindo berinisial T ditangkap terkait kasus konflik lahan tebu. Menurut dia, T merupakan Ketua F-Kamis yang tidak berkaitan dengan partai.
”Biarlah kepolisian yang menyelidiki. Kami juga ikut menyelidiki sejauh mana keterlibatan anggota kami terhadap peristiwa itu. Kami juga akan berikan bantuan hukum agar proses ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” ungkap Harris.
Pihaknya juga bakal meminta DPRD Indramayu menggelar rapat dengar pendapat dengan sejumlah pihak terkait lahan tebu tersebut. Pihak itu, antara lain, Perum Perhutani, PG Rajawali II yang merupakan anak perusahaan PT RNI (Persero), serta kelompok masyarakat penggarap lahan itu.
”Kami akan menggali sumber-ssumber persoalannya supaya ke depan ada solusi. Sebelumnya, konflik juga pernah terjadi. Bahkan, adiknya Pak T juga jadi korban yang sampai saat ini tidak tahu sejauh mana proses hukumnya,” ungkapnya.
Penasihat hukum T, Deden M Surya, mengatakan, kliennya tidak berada di lokasi konflik tersebut. ”Kalau masalah terlibat kami tidak tahu. Bentrokan itu antarpetani. Pak T sedang di rumah, bukan di lapangan. Kami belum bertemu dengan klien,” ujarnya.
(Konflik) ini berimbas terhadap semua, terutama kepada petani. (Nina Agustina)
Bupati Indramayu Nina Agustina mendorong kepolisian menindak tegas pelaku dalam konflik yang menyebabkan dua nyawa melayang tersebut. ”(Konflik) ini berimbas terhadap semua, terutama kepada petani. Kita boleh membela, tetapi premanisme tidak diperbolehkan. Jangan ada yang menunggangi masyarakat,” ujarnya.
Menurut Nina, upaya penyelesaian konflik lahan tebu sudah dilakukan beberapa kali. Akan tetapi, sengketa terus berulang. ”Beberapa bulan lalu kita sudah ada mediasi. Tetapi, mungkin karena ketidaksabaran atau ini sudah berlarut-larut, akhirnya meledak (bentrokan),” ungkapnya.
Sengketa lahan tebu di perbatasan Indramayu-Majalengka sudah berulang kali terjadi sejak 2014. Padahal, akhir Juli 2019, pola kemitraan ditawarkan kepada petani untuk menyelesaikan konflik. Dengan begitu, petani mendapatkan kepastian hukum untuk menggarap lahan dengan biaya sewa tertentu. Adapun kebutuhan produksi untuk petani diserahkan kepada petani penggarap.
Dalam pertemuan itu, dua LSM yang mendampingi petani penggarap, yakni Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan dan Aliansi Masyarakat Peduli Rakyat, sepakat dengan pola kemitraan untuk mengakhiri konflik lahan itu. Sementara F-Kamis belum sepakat. (Kompas.id, 30/7/2019)
Berdasarkan sertifikat PG Rajawali II sejak 1976, lahan HGU di Indramayu seluas 6.200 hektar dan sekitar 5.800 hektar di Majalengka. Pada 2014, masa HGU diperpanjang hingga 2029. Karpo B Nursi, Kepala Bagian Legal PT PG Rajawali II, mengatakan, sekitar 4.000 lahan HGU perusahaan masih dikuasai sejumlah lembaga swadaya masyarakat.
Lahan itu menjadi sengketa dan memicu konflik. ”Lahan itu terbengkalai dan tidak ditanami apa-apa. Petani mitra kami ingin menggarap itu. Kami berharap program kemitraan berjalan lancar sehingga mendukung ketahanan pangan nasional, khususnta produksi gula,” ujarnya.