Tujuh Warga Padang Pariaman Tewas Tertimbun Longsor, Waspadai Cuaca Ekstrem
Tujuh warga meninggal akibat tertimbun longsor di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Tebing di sekitar rumah mereka ambrol dan menimpa rumah saat hujan deras melanda. Cuaca ekstrem di Sumbar masih berpeluang terjadi.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Tujuh orang dari satu keluarga di Padang Pariaman, Sumatera Barat, tewas setelah rumah mereka tertimbun longsor di tengah hujan deras. Jenazah semua korban telah ditemukan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat meminta warga waspada karena cuaca ekstrem masih berpeluang terjadi dalam beberapa hari ke depan sehingga rentan memicu bencana.
Bencana longsor terjadi di Korong Tanah Taban, Nagari Pasia Laweh, Kecamatan Lubuk Alung, Padang Pariaman, Rabu (29/9/2021) sekitar pukul 19.00. Semua jenazah baru berhasil dievakuasi tim SAR gabungan pada Kamis (30/9/2021) menjelang siang.
”Semua korban sudah berhasil dievakuasi. Tiga korban ditemukan Kamis pagi. Empat lainnya ditemukan pukul 11.15. Semuanya satu keluarga yang tinggal di satu rumah,” kata Rumainur, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumatera Barat, Kamis malam.
Berdasarkan data BPBD Sumbar, ketujuh korban tersebut adalah Andi Karba Nduru (50), Yeri Hati Gobasa (46), Vianus (25), Esnimar (18), Aldi (11), Wita (8), dan Putri (6). Rumainur menjelaskan, saat kejadian, curah hujan sangat tinggi. Dampaknya, tebing di belakang rumah itu, yang merupakan lokasi pembuatan batu bata, longsor dan menimpa rumah. Ketujuh korban ikut tertimbun.
Satu rumah lainnya di sekitar lokasi, yang berisi empat anggota keluarga, juga tertimbun. Semua penghuni selamat meskipun satu di antara mereka mengalami patah tulang.
”Jadi, tebing yang tanahnya diambil untuk batu bata tersisa di depan rumah. Bagian kiri-kanannya habis. Saat hujan deras, tebing tersebut longsor. Longsornya tidak terlalu besar, tetapi sangat dekat dengan rumah,” ujar Rumainur.
Selain di Padang Pariaman, kata Rumainur, longsor juga terjadi di sejumlah titik di Padang dan Pesisir Selatan. Semuanya sudah dapat diatasi. Begitu pula dengan banjir yang sempat merendam rumah di Padang.
Menurut Rumainur, cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi dalam beberapa pekan ke depan. Ia pun mengimbau masyarakat agar waspada terhadap bencana hidrometeorologi, seperti longsor, banjir, dan sengatan petir.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau Padang Pariaman Sakimin mengatakan, secara umum di Indonesia, termasuk Sumbar, sedang memasuki fase pancaroba atau peralihan musim kemarau ke musim hujan.
”Peralihan tersebut membuat terjadi gangguan cuaca yang mengakibatkan iklim berubah drastis dan sering diiringi kondisi ekstrem. Kemarin termasuk cuaca ekstrem akibat transisi musim,” kata Sakimin.
Sakimin melanjutkan, BMKG sebenarnya sudah memberikan peringatan cuaca ekstrem dua hari lalu kepada pemangku kebijakan dan masyarakat. Setiap hari dan setiap tiga jam, pihaknya memutakhirkan informasi peringatan dini cuaca. ”Tinggal antisipasi masyarakat menindaklanjuti informasi tersebut,” ujarnya.
Menurut Sakimin, dalam dua hari ke depan, tren cuaca ekstrem akan menurun. Adapun hujan, sifatnya hujan lokal. Namun, beberapa hari setelah itu, masih ada potensi hujan lebat. Saat ini baru awal dari musim hujan. ”Kami mengingatkan agar masyarakat waspada. Potensi cuaca ekstrem masih akan terjadi,” ujarnya.
Ditambahkan Sakimin, musim hujan di Sumbar dipengaruhi musim ekuatorial. Akibatnya akan terjadi dua kali puncak musim hujan. BMKG memprediksi puncak musim hujan di Sumbar tahun ini terjadi sekitar November-Desember dan tahun depan sekitar Maret-April.