Indonesia Ocean Justice Initiative menyebutkan kapal-kapal China berulang kali memasuki perairan Indonesia sejak akhir Agustus 2021. Di tengah situasi itu, publik berharap aparat berani bertindak lebih tegas.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Penelitian oleh Indonesia Ocean Justice Initiative atau IOJI menunjukkan kapal-kapal China berulang kali memasuki perairan Indonesia sejak akhir Agustus 2021. Di tengah situasi itu, nelayan di Natuna, Kepulauan Riau, berharap aparat berani bertindak tegas menghadapi ancaman kapal asing.
Direktur Dukungan Penegakan Hukum dan Akses terhadap Keadilan IOJI Fadilla Octaviani, Jumat (17/9/2021), mengatakan, data perangkat identifikasi otomatis (AIS) dan citra satelit menunjukkan kapal survei China, Haiyang Dizhi-10, berulang kali terpantau memasuki landas kontinen Indonesia setidaknya sejak 31 Agustus 2021.
Haiyang Dizhi-10 diketahui memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai survei bawah laut, seperti survei geologi, biologi, dan oseanografi. Pada 31 Agustus-9 September, kapal itu terpantau melintas zig-zag secara vertikal dan horizontal di dekat wilayah kerja minyak dan gas Blok Tuna.
”Dilihat dari lintasannya itu, kami menduga kapal itu tengah melakukan aktivitas penelitian bawah laut,” kata Fadilla saat dihubungi dari Batam.
Menurut dia, aktivitas Haiyang Dizhi-10 di Natuna itu lebih intensif dibandingkan sejumlah kapal survei China lain yang juga pernah terpantau memasuki wilayah Indonesia. IOJI mencatat, pada Januari 2021 Badan Keamanan Laut (Bakamla) pernah mencegat kapal riset China, Xiang Yang Hong-3, di Selat Sunda.
Terkait aktivitas Haiyang Dizhi-10, Fadilla meminta aparat melakukan tindakan tegas dengan mencegat kapal tersebut. Aparat juga diminta meneliti jejak aktivitas Haiyang Dizhi-10 ataupun kapal survei China lain yang pernah terpantau di perairan Indonesia.
Aparat juga diminta meneliti jejak aktivitas Haiyang Dizhi-10 ataupun kapal survei China lain yang pernah terpantau di perairan Indonesia. (Fadilla Octaviani)
Sampai berita ini ditulis, Haiyang Dizhi-10 masih terpantau berada di dalam batas landas kontinen Indonesia. Untuk itu, Fadilla mendesak Kementerian Luar Negeri segera mengirim nota diplomatik kepada Pemerintah China untuk meminta klarifikasi terkait aktivitas kapal survei mereka.
Pada 13 September, sekelompok nelayan lokal melaporkan bertemu enam kapal China di Laut Natuna Utara. Kehadiran kapal perang itu membuat nelayan lokal takut melaut.
Sejumlah video diambil nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur. Dalam video itu terlihat enam kapal China berada di ZEE Indonesia. Terlihat paling jelas dalam video itu kapal militer jenis perusak atau destroyer Kunming-172.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, video konvoi enam kapal China itu diambil oleh empat nelayan asal Lubuk Lumbang, Kecamatan Bunguran Timur. Para nelayan yang saat itu sedang menangkap ikan dengan pancing ulur melihat enam kapal China berlayar beriringan dengan kapal destroyer Kunming-172 berada di posisi tengah.
Dalam video itu terdengar para nelayan juga mengomentari sebuah helikopter yang terbang rendah dekat kapal yang berada di posisi paling depan. Empat nelayan tersebut tidak sempat mengidentifikasi ciri masing-masing kapal secara detail karena saat itu mereka ketakutan dan segera menjauh.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengatakan, para nelayan tidak melihat kapal patroli aparat Indonesia saat mereka bertemu enam kapal China. Ia berharap, aparat segera meningkatkan patroli di Laut Natuna Utara agar nelayan merasa tenang dan terlindung ketika melaut.
”Kehadiran kapal perang China itu memang tidak sampai membuat nelayan ketakutan hingga berhenti melaut. Namun, hal itu tetap membuat kami khawatir bila harus bekerja di tengah situasi seperti ini,” ujar Hendri.
Pada 16 September, Panglima Koarmada 1 Laksamana Muda Arsyad Abdullah mengatakan, TNI AL menyiagakan lima kapal perang dan satu pesawat udara untuk melaksanakan patroli di Laut Natuna Utara. Lima KRI itu ditugaskan untuk mengamankan perairan di sekitar landas kontinen Indonesia.
”Dari lima KRI, kami atur sedemikian rupa sehingga bisa selalu ada tiga atau empat KRI yang siaga di laut. Dengan begitu, kami dapat memantau kapal-kapal yang kemungkinan akan memasuki perairan Indonesia,” kata Arsyad kepada para wartawan di atas KRI Silas Papare-386 di perairan Ranai, Natuna.
Menanggapi sejumlah laporan tentang aktivitas kapal China di Laut Natuna Utara, Arsyad mengatakan, semua negara memiliki hak lintas damai di landas kontinen ataupun ZEE Indonesia. Tidak menjadi masalah apabila ada kapal perang negara lain melintas di perairan tersebut.
”Namun, apabila ada kapal (asing) yang melaksanakan ekplorasi atau eksploitasi, harus kami tindak lanjuti. Apabila masuk ke dalam landas kontinen Indonesia, kami tangkap dan bawa ke Pangkalan Ranai,” kata Arsyad.