Target Vaksinasi Jabar Terancam Molor sampai Juli 2022
Ditargetkan rampung akhir 2021, vaksinasi Covid-19 di Jawa Barat baru mencapai 31,95 persen untuk dosis pertama dan 16,49 persen untuk dosis kedua. Target terancam molor jika kapasitas vaksinasi tidak ditingkatkan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Vaksinasi Covid-19 di Jawa Barat yang menyasar 37,9 juta orang ditargetkan rampung akhir Desember 2021. Namun, kurang dari empat bulan waktu tersisa, capaiannya baru 31,95 persen untuk dosis pertama dan 16,49 persen untuk dosis kedua. Jika kapasitas penyuntikan vaksin tidak ditingkatkan, target vaksinasi terancam molor hingga Juli 2022.
Untuk mengejar target itu, Pemerintah Provinsi Jabar telah meminta suplai 15 juta dosis vaksin per bulan dari pemerintah pusat. Namun, permintaan itu belum terealisasi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan melalui laman vaksin.kemkes.go.id, Senin (13/9/2021), Jabar telah menerima 20,42 juta dosis vaksin sejak Januari. Sejumlah 19,2 juta dosis sudah digunakan dan menyisakan stok 1,22 juta dosis.
Jumlah penggunaan vaksin di Jabar menjadi yang terbanyak dari 34 provinsi se-Indonesia. Namun, karena sasaran vaksinasinya juga paling besar mencapai 37,9 juta orang, persentasenya lebih kecil dibandingkan sejumlah provinsi lain.
Hingga Senin pukul 13.00, vaksinasi Covid-19 di Jabar telah menyasar 12,11 juta orang (31,95 persen) untuk dosis pertama dan 6,25 juta orang (16,49 persen) untuk dosis kedua. Dengan begitu, masih dibutuhkan vaksinasi dosis pertama terhadap 25,79 juta orang dan dosis kedua kepada 31,65 juta orang. Artinya, diperlukan total penyuntikan 57,44 juta dosis.
Jika mengacu pada rata-rata kapasitas penyuntikan vaksin saat ini sekitar 180.000 dosis per hari, vaksinasi baru akan selesai 319 hari lagi atau sekitar 10,5 bulan. Oleh sebab itu, kapasitasnya mesti ditingkatkan agar target akhir Desember tercapai.
Ketua Divisi Percepatan Vaksinasi Satgas Penanganan Covid-19 Jabar Dedi Supandi mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan kapasitas penyuntikan vaksin. Selain di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit, vaksinasi juga dilakukan di sentra-sentra lainnya di lapangan terbuka, sekolah, kawasan industri, dan pusat perbelanjaan.
”Kalau perhitungannya (peyuntikan vaksin) hanya di 180.000 per hari, selesainya di Juli 2022,” ujarnya secara daring melalui akun Youtube Jabarprov TV.
Berdasarkan catatan Kompas, rata-rata vaksinasi di Jabar pada April–Mei lalu masih sekitar 50.000 dosis per hari. Kemudian meningkat menjadi 100.000-an dosis per hari pada Juli-Agustus dan saat ini di atas 150.000 dosis per hari.
Akan tetapi, peningkatan itu belum cukup. Dibutuhkan penyuntikan 400.000-500.000 dosis per hari untuk mencapai target vaksinasi selesai pada Desember 2021.
Jika suplai vaksin terpenuhi, Dedi optimistis pihaknya dapat memenuhi target itu. Sebab, saat Gebyar Vaksinasi pada 28 Agustus lalu, sasarannya melebihi 420.000 orang. ”Mudah-mudahan pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan mengalokasikan 15 juta dosis vaksin per bulan. Kami sudah siap,” ucapnya.
Metode vaksinasi lainnya yang digunakan untuk memperluas cakupan adalah dengan sistem mendatangi langsung warga di rumah atau door to door. Sistem ini diprioritaskan bagi masyarakat di desa terpencil dan warga penyandang disabilitas. ”Termasuk juga dilakukan di tempat praktik bidan dan dokter. Harapannya, mereka dititipi tanggung jawab untuk vaksinasi. Kalau hanya di puskesmas, terbatas oleh jam kerja,” ujar Dedi.
7.000 kasus aktif
Meskipun kasus Covid-19 di Jabar berangsur menurun, bantuan tabung oksigen untuk mendukung perawatan pasien tetap dibutuhkan. Sebab, dari total 698.657 kasus terkonfirmasi positif, 7.447 orang di antarnya masih dirawat atau diisolasi (kasus aktif).
”Kami masih ada sekitar 7.000 kasus aktif yang tentunya membutuhkan oksigen. Tetapi, puncaknya sudah turun pada Juli lalu yang mencapai 120.000 kasus,” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat menerima bantuan 50 tabung oksigen ukuran 6 meter kubik dan 1.000 paket sembako dari PT Lion Super Indo.
Emil, sapaan Ridwan Kamil, menyebutkan, bantuan oksigen diprioritaskan untuk rumah sakit di daerah terpencil. Menurut dia, infrastruktur kesehatan di pelosok lebih membutuhkannya.
”Kalau Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) dan Bandung Raya biasanya lebih baik kondisi infrastruktur kesehatannya. Namun, berbeda dengan di ujung Jabar. Maka, kami prioritaskan menerima bantuan ini,” katanya.