Pandemi membuat penempatan tenaga kerja migran Indonesia di sejumlah negara terhambat. Beberapa negara sempat menutup wilayahnya untuk mengendalikan Covid-19. Saat sudah ada pelonggaran, pengiriman kembali dijajaki.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Seiring dengan membaikanya situasi Covid-19 di Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan mulai menjajaki peluang penempatan pekerja migran. Komunikasi dengan negara-negara tujuan penempatan juga terus dijalin untuk memetakan kondisi penyebaran Covid-19 di negara tujuan demi menjaga keamanan pekerja migran.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia turut berpengaruh terhadap migrasi tanaga kerja migran. Kebijakan penutupan akses dan karantina wilayah dalam rangka pengendalian penyebaran Covid-19 diterapkan sejumlah negara, termasuk negara yang biasanya menjadi tujuan penempatan pekerja migran Indonesia.
Tak hanya terkendala oleh penutupan akses di negara-negara tujuan penempatan, di Indonesia, penundaan penempatan tenaga kerja migran juga terjadi. Kebijakan itu diambil pemerintah sebagai bentuk perlindungan terhadap para calon pekerja migran maupun pekerja migran.
”Dulu ada beberapa kasus, pekerja migran yang saat di sini sehat lalu meninggal di negara penempatan karena Covid-19. Kami tidak ingin hal-hal seperti itu terjadi lagi karena kewajiban negara adalah melindungi warganya,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam wawancara virtual dengan Kompas, Selasa (7/9/2021).
Belakangan, kasus Covid-19 di Indonesia mulai menurun. Sejumlah kegiatan masyarakat yang semula dibatasi mulai dilonggarkan. Hal ini membuat Kementerian Ketenagakerjaan turut menjajaki peluang pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Komunikasi intensif terus dilakukan dengan negara-negara tujuan pekerja migran Indonesia, terutama yang telah melonggarkan pembatasan di wilayahnya.
Ida mencontohkan, salah satu yang mulai membuka diri terhadap kedatangan pekerja adalah Hong Kong, yakni pada 30 Agustus lalu. Usai adanya pemberitahuan terkait pembukaan tersebut, Pemerintah Indonesia langsung melakukan komunikasi intensif dengan Hong Kong terkait penempatan pekerja migran Indonesia.
Selain dengan Hong Kong, Ida menyebut, pihaknya juga masih dalam proses negosiasi dengan Taiwan dan Korea Selatan untuk mengirimkan pekerja migran dari Indonesia. Ia berharap dua daerah itu juga bisa segera membuka wilayahnya untuk pekerja migran dari Indonesia.
”Sebelum menerima pekerja migran dari indonesia, negara-negara itu melihat juga kondisi pandemi di negara kita. Kalau kita konsisten menekan kasus dan tidak euforia, kesempatan akan terbuka, mereka akan membuka akses kepada kita,” ujarnya.
Tidak mengirim
Pembatasan akses masuk ke sejumlah negara juga membuat pengiriman tenaga kerja migran di Brebes terganggu. Sepanjang 2021, misalnya, salah satu daerah kantong pekerja migran terbesar di Jateng itu sama sekali tidak mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri.
”Tahun ini belum ada pengiriman pekerja migran dari Brebes. Tahun lalu masih ada pengiriman tenaga kerja sebanyak 1.129 orang,” ujar Kepala Bidang Hubungan Industri dan Tenaga Kerja Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Brebes Nakiroh, Senin (13/9/2021).
Nakiroh mengatakan, selama pandemi ada tren penurunan jumlah pengiriman tenaga kerja. Pada tahun 2019, misalnya, jumlah tenaga kerja migran yang dikirim dari Brebes sebanyak 4.495 orang. Adapun pada tahun 20218 jumlah tenaga kerja migran yang berangkat dari Brebes 4.356 orang.
Menurut Nakiroh, belum ada program pemberdayaan khusus bagi tenga kerja migran selama tidak ada pengiriman tenaga kerja. Hal itu terjadi karena keterbatasan anggaran di Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Brebes.
”Saat ini sedang berlangsung pelatihan keterampilan, tetapi sasarannya tidak spesifik pekerja migran, melainkan masyarakat yang menganggur. Khusus untuk tenaga kerja migran belum ada program pemberdayaan atau pelatihan khusus karena anggarannya sudah direfokus untuk penanganan Covid-19,” tuturnya.