Bendungan Way Sekampung di Kabupaten Pringsewu, Lampung, belum lama ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Bendungan yang dibangun dengan biaya Rp 1,78 triliun itu menjadi harapan bagi petani di Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
Bendungan Way Sekampung di Kabupaten Pringsewu, Lampung, belum lama ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Bendungan yang dibangun dengan biaya Rp 1,78 triliun itu menjadi harapan bagi ratusan ribu petani di Lampung untuk meningkatkan kesejahteraan.
Salah satu manfaat Bendungan Way Sekampung adalah untuk menjaga pasokan air irigasi di daerah hilir. Daerah yang akan mendapat pasokan air dari bendungan itu adalah area persawahan di Kabupaten Pringsewu, Pesawaran, Lampung Selatan, dan Kota Metro.
Luas lahan bisa teraliri air dari bendungan itu diperkirakan 72.000 hektar lahan. Seluas 55.000 hektar merupakan lahan existing, sementara 17.500 hektar sisanya merupakan daerah irigasi baru.
Saat peresmian bendungan pada Kamis (2/9/2021), Presiden Joko Widodo berharap pengoperasian Bendungan Way Sekampung mampu menjaga ketersediaan air di Lampung. Sebagai salah satu daerah lumbung padi nasional, intensitas tanam dan produksi padi di Lampung harus terus ditingkatkan. Dengan begitu, kesejahteraan petani juga diharapkan meningkat.
”Kita berharap bendungan ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Pringsewu dan sekitarnya dalam rangka mendukung produktivitas petani, membantu masyarakat yang kesulitan air bersih, serta mengurangi kerugian masyarakat akibat adanya banjir,” ucap Presiden.
Cita-cita untuk menyejahterakan petani di Lampung tidak cukup hanya dengan pembangunan infrastruktur bendungan. Petani juga membutuhkan kebijakan stabilitas harga.
Manfaat lain dari bendungan itu adalah untuk pengendalian banjir di wilayah sekitar. Dengan kapasitas penampung air yang mencapai 68 juta meter kubik, bendungan itu diharapkan dapat mereduksi banjir yang kerap melanda Pringsewu dan Pesawaran saat musim hujan.
Selain itu, bendungan dengan luas genangan 800 hektar itu juga dapat menyuplai kebutuhan air baku untuk masyarakat di Kabupaten Pringsewu, Kota Metro, dan Bandar Lampung. Fungsi lainnya, bendungan bisa dimanfaatkan sebagai destinasi wisata dan pembangkit listrik dengan kapasitas 5,4 megawatt.
Menurut General Manager PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Distribusi Lampung I Gede Agung Sindu Putra, potensi listrik dari Bendungan Way Sekampung diperkirakan dapat melistriki sekitar 5.000-7.000 rumah tangga di Lampung. Jika nantinya beroperasi, pembangkit listrik itu tentu mampu meningkatkan keandalan bagi sistem kelistrikan di Lampung.
Saat ini, sistem kelistrikan di Lampung menghasilkan daya 979 MW. Untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat, Lampung masih mengandalkan transfer dari pembangkit di Sumatera Selatan sebesar 450 MW.
Sistem irigasi
Sebenarnya, jaringan irigasi di Lampung sudah dikembangkan sejak 1935 dengan membangun Bendungan Argoguruh di Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran. Bendungan itu mampu mengairi persawahan pada musim rendengan sekitar 40.000 hektar. Namun, pada musim kemarau, air bendungan ini tak mampu mengairi seluruh lahan tadi.
Untuk menjawab kesulitan air, pemerintah kemudian membangun Bendungan Batu Tegi di kawasan hulu Kabupaten Tanggamus. Bendungan yang mulai beroperasi pada 2001 itu mampu mengairi 170.000 hektar sawah di Lampung.
Namun, setelah 20 tahun beroperasi, Bendungan Batu Tegi juga tidak mampu lagi menangkap seluruh limpahan air dari Sungai Way Sekampung. Akibatnya, saat musim hujan, Sungai Way Sekampung kerap meluap dan mengirim banjir dan meredam sejumlah desa.
Kondisi inilah yang membuat pemerintah kembali membangun Bendungan Way Sekampung untuk mengoptimalkan tangkapan air sungai. Di Kabupaten Lampung Timur, pemerintah juga berupaya merampungkan pembangunan bendungan Marga Tiga untuk menangkap air di daerah hilir. Kini, harapan petani tertumpu pada bendungan-bendungan baru itu.
Pengoperasian bendungan itu diprediksi akan meningkatkan indeks penanaman padi di Lampung. Area persawahan yang semula hanya bisa menanam padi satu kali dalam setahun bisa dioptimalkan menjadi 2-3 kali.
Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Holtikultura Lampung, pada 2020, produksi gabah kering giling di Lampung mencapai 2,6 juta ton. Adapun surplus beras di Lampung 795.921 ton.
Dengan asumsi produksi padi rata-rata 5 ton per hektar, potensi penambahan produksi padi di Lampung bisa mencapai 500.000 ton setahun. Penambahan produksi ini tentu meningkatkan ketahanan pangan Lampung.
Namun, menurut Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan Lampung Jiwa Shofari, Bendungan Way Sekampung baru bisa mendukung aktivitas pertanian jika sistem irigasi tertata dengan baik. Sayangnya, kondisi jaringan irigasi sekunder, tersier, dan kwarter di daerah banyak yang rusak sehingga air terbuang dan tidak masuk ke area persawahan.
Dengan kondisi itu, pemerintah seharusnya juga melakukan perbaikan jaringan irigasi yang telah ada. Jangan sampai, pemerintah sibuk membangun infrastruktur baru, tapi lupa merawat yang sudah ada.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Wan Abbas Zakaria juga menilai, cita-cita untuk menyejahterakan petani di Lampung tidak cukup hanya dengan pembangunan infrastruktur bendungan. Petani juga membutuhkan kebijakan stabilitas harga. Selama ini, petani kerap merugi karena saat panen harga jual padi anjlok, sementara harga benih dan pupuk cenderung naik.
Dia menambahkan, petani juga harus didampingi agar dapat memperkuat kelembagaan. Petani harus dilatih agar mampu mengatur, menyimpan, dan mengolah padi menjadi beras. Kelompok tani juga harus didorong untuk membangun industri pengolahan padi menjadi beras secara mandiri. Dengan kelembangaan yang kuat dan kualitas panen yang bagus, bukan tak mungkin petani bisa mengekspor beras secara mandiri.