Cegah Kebakaran, Jaringan Listrik di Semua Lapas dan Rutan di Jawa Timur Diperiksa
Untuk mengantisipasi kebakaran, Kanwil Kemenkumham Jatim memeriksa jaringan listrik 39 lapas dan rutan, terutama pada bangunan tua, serta merazia barang elektronik ”kreasi” napi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemeriksaan jaringan listrik dan razia barang elektronik rakitan dilakukan di 39 lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Jawa Timur, Rabu (8/9/2021). Langkah itu ditempuh untuk mengantisipasi kebakaran yang berpotensi menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Pemeriksaan jaringan listrik dan penggeledahan barang elektronik ilegal ini merupakan bagian dari mitigasi kebakaran seperti yang terjadi di Lapas Tangerang. Dalam peristiwa itu, sebanyak 41 warga binaan lapas dinyatakan meninggal, 8 lainnya menderita luka bakar berat, dan 72 orang lainnya luka bakar ringan.
Salah satu titik pemeriksaan dilakukan di Lapas Kelas I Madiun dan Lapas Pemuda Madiun. Petugas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Jatim memeriksa seluruh instalasi untuk mendeteksi potensi kerusakan.
”Ini bentuk kesiapsiagaan apabila terjadi kebakaran di dalam lapas. Tidak lupa, alat pemadam kebakaran ringan juga dipastikan berfungsi dengan baik,” ujar Kepala Kanwil Kemenkumham Jatim Krismono.
Dia mengatakan secara umum, kondisi jaringan listrik di 39 lapas dan rutan di Jatim cukup baik dan tertata rapi. Namun, para pengelola lapas diminta waspada, terutama yang menempati bangunan tua warisan Belanda.
Selain memeriksa jaringan listrik, petugas juga menggeledah kamar hunian secara rutin. Tujuannya untuk mencari kemungkinan adanya alat elektronik rakitan warga binaan, korek api, benda tajam, hingga barang-barang modifikasi lainnya. Baru-baru ini, misalnya, ditemukan alat elektronik modifikasi warga binaan yang berfungsi untuk memanaskan air di Lapas Jombang.
Alat pemanas cukup sederhana terdiri dari gelas dan garpu makan. Garpu lantas dihubungkan dengan kabel yang dialiri listrik sehingga menghasilkan panas. Warga binaan menggunakan air panas tersebut untuk menyeduh kopi atau minuman lainnya.
”Alat ilegal seperti pemanas air ini rawan memicu korsleting atau hubungan arus pendek listrik dan menyebabkan kebakaran di dalam lapas. Oleh karena itu, alat seperti ini harus segera diambil dan dimusnahkan,” kata Krismono.
Selain itu, kelebihan kapasitas penghuni lapas juga rawan bahaya. Berdasarkan data Kanwil Kemenkumham Jatim, mayoritas lapas atau rutan kelebihan kapasitas bahkan hingga 300 persen.
Menyikapi hal itu, kebijakan yang diambil ialah mendorong program asimilasi warga binaan di rumah. Contohnya, program asimilasi yang diterapkan di Rutan Surabaya di Medaeng, Sidoarjo. Rutan yang dikenal penuh dengan napi kasus narkoba ini mengalami kelebihan kapasitas hunian hingga 300 persen.
Kepala Rutan Medaeng Wahyu Hendrajati Setyo Nugroho mengatakan, idealnya jumlah penghuni hanya 504 orang. Namun, saat ini jumlah penghuni rutan sebanyak 1.828 orang atau lebih dari tiga kali lipatnya. Kondisi tersebut membuat pengelola rutan harus menjaga mobilitas penghuninya dengan ketat.
Untuk mengurangi kelebihan kapasitas dan mencegah risiko tinggi penularan Covid-19, pengelola rutan mendorong pengimplementasian program asimilasi dan integrasi yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2021. Pada pekan lalu, misalnya, sebanyak 367 warga binaan mengikuti program asimilasi di rumah.
”Meski menjalani asimilasi di rumah, warga binaan tetap dipantau secara ketat. Pengelola rutan telah berkoordinasi dengan Balai Pemasyarakatan Surabaya sebagai penanggung jawab klien pemasyarakatan,” ucap Hendrajati.
Sebelum memutuskan warga binaan yang berhak mengikuti program asimilasi, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dari rutan dan Bapas Surabaya telah menggelar sidang penilaian. Pengelola rutan juga berkoordinasi dengan penjamin, yakni pihak keluarga dan perangkat desa setempat, agar mereka turut mengawasi.
Pemberian hak asimilasi dan integrasi kepada warga binaan bisa dicabut apabila yang bersangkutan melanggar ketentuan, misalnya tidak berkelakuan baik bahkan kembali melanggar hukum. Warga binaan tersebut akan dikembalikan ke dalam rutan dan diproses kasus hukumnya.
Berdasarkan data Kompas, sampai dengan 17 Agustus lalu, sebanyak 39 lapas dan rutan di Jatim dihuni 27.458 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 21.301 orang diantaranya adalah narapidana dan 6.157 orang lainnya masih berstatus tahanan. Jumlah tersebut lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan kapasitas yang mampu ditampung oleh 39 lapas dan rutan, yakni sebanyak 13.246 orang.