Napi Melebihi Kapasitas Perburuk Dampak Kebakaran Lapas Tangerang
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten, pada September dihuni 2.072 warga binaan dari kapasitas 600 orang saja. Penghuni lapas yang melebihi kapasitas itu ditengarai menyulitkan evakuasi saat kebakaran terjadi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penghuni lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas ditengarai memperburuk dampak kebakaran di LP Kelas I Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021) dini hari tadi. Hal itu pula yang diduga mengakibatkan banyaknya warga binaan yang meninggal.
Berdasarkan data dalam laman resmi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lapas Kelas I Tangerang memiliki kapasitas tampung 600 orang. Namun, hingga bulan September 2021, tercatat lapas dihuni 2.072 tahanan dan narapidana. Ini berarti ada kelebihan penghuni lapas hingga 275 persen.
Blok C2 yang mengalami kebakaran sekitar pukul 01.45 terdiri dari sembilan kamar dan dihuni 122 warga binaan. Menurut Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti, ketika diwawancarai Kompas TV, blok tersebut dihuni warga binaan kasus narkoba.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, dalam keterangan tertulis, mengatakan, penghuni Lapas Kelas I Tangerang memang melebihi kapasitas. Per September, lapas diisi 2.072 warga binaan pemasyarakatan dari kapasitas 600 orang.
”Itu artinya melebihi kapasitas. Hal ini jelas berdampak pada upaya mitigasi lapas dalam kondisi darurat, misalnya kebakaran. Overcrowding tentunya akan mempersulit pengawasan, perawatan lapas, sampai dengan proses evakuasi cepat apabila terjadi musibah seperti kebakaran,” kata Maidina.
Berdasarkan data di laman Ditjenpas, kapasitas lapas dan rumah tahanan di seluruh daerah di Indonesia hanya 135.561 orang. Padahal, jumlah warga binaan per September 2021 mencapai 266.065 orang. Dengan begitu, berarti hal itu melebihi kapasitas hingga 96 persen.
Itu artinya melebihi kapasitas. Hal ini jelas berdampak pada upaya mitigasi lapas dalam kondisi darurat, misalnya kebakaran. Overcrowding tentunya akan mempersulit pengawasan, perawatan lapas, sampai dengan proses evakuasi cepat apabila terjadi musibah seperti kebakaran.
Menurut Maidina, masalah tersebut terjadi karena beberapa sebab. Pertama adalah tidak harmonisnya sistem peradilan pidana dalam melihat kondisi kepadatan lapas di Indonesia. Sementara sistem peradilan pidana di Indonesia sangat bergantung pada penggunaan pidana penjara sebagai hukuman utama.
Selain itu, lanjut Maidina, penghuni rumah tahanan negara (rutan) dan lapas yang kebanyakan berasal dari tindak pidana narkotika, memperlihatkan kebijakan narkotika yang gagal. Polisi, jaksa, dan hakim lebih memilih mengirimkan para pengguna narkotika ke penjara daripada alternatif pemidanaan lain, seperti rehabilitasi atau pidana bersyarat dengan masa percobaan.
Untuk itu, ICJR meminta agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap korban dan keluarga korban musibah kebakaran lapas Kelas I Tangerang. Pemerintah mesti segera membuat perencanaan yang terukur untuk menyelesaikan masalah kondisi lapas yang melebihi kapasitas. Sebab, pada lapas yang harus menampung warga binaan dalam jumlah besar, semakin besar pula risiko yang harus dihadapi dalam kondisi darurat.
Sementara itu, informasi dari Kemenkumham menyebutkan, saat ini terdapat 17 orang yang masih dirawat, yakni 8 orang di rumah sakit umum daerah dan 9 orang dirawat di klinik. Adapun bagi pihak keluarga dari warga binaan dapat menghubungi nomor crisis centre di nomor 081383557758 untuk mendapatkan informasi.