Kasus Kekerasan Seksual pada Anak Meningkat di Tegal
Kepolisian Resor Tegal, Jateng, meringkus dua tersangka kasus pelecehan seksual terhadap anak. Satu korban merupakan penyandang disabilitas intelektual. Adapun satu korban lain hamil lima bulan akibat dicabuli 19 kali.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Kasus kekerasan seksual pada anak di Tegal, Jawa Tengah, meningkat pada masa pandemi. Sebagian kasus justru terjadi di rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak.
Berdasarkan catatan Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal, setidaknya ada 11 kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayahnya pada Januari-Agustus 2021. Sementara itu, sepanjang tahun 2020, kasus kekerasan seksual yang terjadi sebanyak 18 kasus.
”Selama pandemi ada tren kenaikan jumlah kasus kekerasan seksual di wilayah hukum Polres Tegal. Sebelum pandemi, pada tahun 2019, misalnya, jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi sebanyak tujuh kasus,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal Ajun Komisaris I Dewa Gede Ditya Krishnanda, Kamis (9/2/2021).
Kasus terbaru menimpa JA (11), penyandang disabilitas intelektual. Ia menjadi korban kekerasan seksual dari ayah tirinya, Asari (55), di rumah mereka, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Asari memanfaatkan keterbatasan yang dimiliki anak tirinya itu saat situasi rumah yang sepi.
Tindakan asusila itu diketahui LS, istri Asari sekaligus ibu kandung JA, pada 14 Juni 2021. Kala itu, LS yang akan memandikan JA kaget saat mendapati adanya cairan mirip sperma di pakaian dalam JA. Cairan serupa juga ditemukan di kemaluan JA.
LS mencoba bertanya kepada JA terkait siapa yang melakukan pencabulan itu pada JA. Namun, ia itu tak mendapatkan jawabannya. LS kemudian mencoba menunjukkan foto-foto orang terdekat mereka sambil melihat reaksi JA.
Saat melihat foto Asari, JA menunjukkan ekspresi jijik sambil berkata ”iihhh”. Karena curiga dengan Asari, LS melapor ke Kepolisian Resor Tegal untuk proses hukum lebih lanjut.
”Setelah melakukan penyelidikan lebih lanjut dan memeriksa sejumlah alat bukti, polisi menetapkan ayah tiri korban sebagai tersangka. Tersangka kami ringkus di sekitar Taman Rakyat Slawi pada 5 Agustus 2021,” kata Kepala Polres Tegal Ajun Komisaris Besar Arie Prasetya Syafa’at dalam konferensi pers di halaman Polres Tegal, Kamis (2/9).
Kepada penyidik, Asari mengaku bahwa dirinya memanfaatkan keterbatasan anaknya serta kondisi rumah yang sedang sepi. Saat melancarkan aksinya, Asari hanya berdua dengan JA di rumah.
”Waktu itu, istri saya lagi keluar beli sarapan. Saya khilaf terus spontan saja melakukan perbuatan itu. Perbuatan itu saya lakukan sekali, terus ketahuan itu,” ujar Asari yang sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan tersebut.
Tak hanya menangkap Asari, polisi juga menangkap pelaku pencabulan terhadap anak lainnya, yakni Djaeni (66). Buruh serabutan asal Desa Brekat, Kecamatan Tarub, Kabupaten Tegal, itu mengaku sebagai dukun yang bisa menyembuhkan sejumlah penyakit dengan cara berhubungan seksual. Jika korbannya menolak, Djaeni mengancam akan mencelakai korban dan orangtuanya.
Salah satu korban Djaeni adalah SA (18), warga Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. SA mendapatkan kekerasan seksual sejak September 2020 atau sejak ia berusia 17 tahun.
”Pencabulan itu dilakukan oleh tersangka sebanyak 19 kali di sebuah rumah kontrakan yang dijadikan tempat praktiknya. Korban saat ini tengah hamil 5 bulan,” imbuh Arie.
Sebelum melakukan kekerasan seksual pada SA, Djaeni mengaku sudah beberapa kali berbuat serupa terhadap korbannya yang lain. Perbuatan itu setidaknya sudah ia lakukan sejak tahun 2011.
”Sebelumnya, saya juga pernah melakukan (kekerasan seksual) kepada seorang anak perempuan. Saat itu, saya langsung ketahuan karena korban mengadu kepada orangtuanya. Permasalahan itu sudah diselesaikan secara kekeluargaan, tidak sampai di bawa ke ranah hukum,” ujar Djaeni.
Akibat perbuatannya, Djaeni dan Asari dijerat dengan Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 293 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Keduanya terancam hukuman kurungan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.