Pemulihan Psikologi Korban dan Pelaku Pencabulan Anak di Tegal Diutamakan
Lima anak di Kota Tegal, Jawa Tengah, mencabuli lima teman bermainnya akibat sering terpapar konten pornografi. Pencabulan itu berulang kali terjadi sejak 2019 hingga 2021. Pemulihan psikologi anak akan diutamakan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Sebanyak tiga anak melakukan pencabulan terhadap lima anak lain, yang merupakan teman bermainnya di sejumlah lokasi di Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia mendorong pemulihan psikologi pelaku dan koban diutamakan.
Tiga anak yang melakukan pencabulan adalah DS (14), RA (12), dan ZF (14). Sementara itu, korbannya merupakan teman bermain mereka, yakni AN (8), AF (7), RV (10), RF (7), dan WS (10).
Para pelaku mencabuli korbannya di sejumlah tempat, seperti di rumah pelaku, kamar mandi mushala, pos keamanan lingkungan, dan sebuah bangunan kosong. Perbuatan itu dilakukan berulang kali sejak 2019 hingga 2021.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Tegal Kota Ajun Komisaris Besar Rita Wulandari Wibowo, ketiga pelaku pencabulan sering mengakses konten-konten pornografi. Akibat terlalu sering terpapar konten pornografi, para pelaku terdorong untuk melakukan perbuatan cabul.
”Para pelaku menggunakan modus bujuk rayu hingga mengancam akan melukai para korban sebelum melancarkan aksinya. Awalnya, pelakunya satu orang. Pelaku itu kemudian memengaruhi dua pelaku lain untuk melakukan tindakan serupa,” kata Rita dalam konferensi pers di Markas Polres Tegal Kota, Rabu (9/6/2021).
Rita menuturkan, pencabulan itu terungkap setelah salah satu ketua rukun warga di wilayah Kecamatan Tegal Barat memergoki pelaku sedang mencabuli korbannya. Ketua RW itu melaporkan hal tersebut ke kantor kepolisian terdekat serta memberitahukan kejadian itu kepada orangtua pelaku dan korban.
Setelah diperiksa, tiga anak tersebut dinyatakan bersalah karena telah melanggar Pasal 82 Ayat 1 juncto Pasal 76 E Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Ketiganya diancam hukuman pidana kurungan selama 15 tahun.
”Karena ancaman hukumannya di atas 12 tahun, penyidik tidak bisa melakukan diversi (upaya di luar sistem peradilan) dalam kasus ini. Keputusan ini mengacu kepada amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” tutur Rita.
Rita menambahkan, selama menjalani proses hukum, pelaku tidak ditahan. Kendati demikian, mereka akan diawasi bersama-sama oleh orangtua, ketua lingkungan (ketua RT/RW), maupun petugas dari Balai Pemasyarakatan Pekalongan.
Dalam konferensi pers tersebut, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mendorong agar penanganan kasus tersebut mengarah kepada pemulihan psikologis pelaku maupun korban. Penahanan maupun pemenjaraan pelaku anak dinilai tidak perlu karena anak-anak masih bisa dipulihkan kembali. Syaratnya, mereka harus berada di lingkungan yang kondusif dan ramah anak.
”Dalam kasus kekerasan yang pelakunya anak, mohon supaya arah penanganannya lebih kepada pemulihan psikologis, dalam hal ini rehabilitasi. Apa pun keputusannya, ini harus dilakukan demi kepentingan terbaik anak,” ucap Seto.
Menurut Seto, penanganan terhadap korban ataupun pelaku harus dilakukan dengan serius dan bersama-sama. Sebab, korban bisa berpotensi menjadi pelaku di kemudian hari. Adapun, para pelaku juga berpotensi mengulang tindakan yang mereka lakukan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBP2PA) Kota Tegal Mohammad Afin berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas. Pihaknya juga akan menyosialisasikan fungsi Pusat Pelayanan Terpadu Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (puspa) yang telah mereka bentuk.
”Nantinya, kami akan mendekatkan Puspa ini hingga tingkat kelurahan. Kami juga akan berupaya agar minimal ada satu petugas perlindungan anak di setiap RT,” kata Afin.
Berdasarkan catatan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal Kota, ada empat kasus kekerasan seksual terhadap anak sepanjang tahun 2021. Kasus terbaru yang melibatkan lima pelaku dan tiga korban anak ini diharapkan merupakan yang terakhir kali terjadi.