Masalah Pendataan Kependudukan di Sumsel Hambat Upaya Vaksinasi
Pembenahan data kependudukan menjadi agenda utama untuk mempercepat vaksinasi di Sumatera Selatan. Di lapangan masih ditemukan berbagai masalah, seperti masih adanya warga yang belum memiliki NIK atau telah terpakai.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pembenahan data kependudukan menjadi agenda utama untuk ikut mempercepat vaksinasi di Sumatera Selatan. Sejumlah kendala masih terjadi, seperti warga yang belum memiliki nomor induk kependudukan dan potensi kesalahan saat memasukkan data.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sumsel Ferry Yanuar, Selasa (31/8/2021), mengatakan, kelengkapan dokumen kependudukan masih harus diperbaiki. Ada kasus, peserta vaksinasi tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Terjadi juga, kata dia, ketika dimasukkan dalam sistem, NIK tersebut ternyata sudah terpakai.
Kasus ini ditemui di beberapa tempat, seperti di lembaga pemasyarakatan di Palembang dan juga beberapa kasus lagi terjadi di masyarakat umum. ”Karena itu, kami terus berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sumsel untuk menuntaskan masalah ini,” katanya.
Untuk warga yang tidak memiliki NIK, ujar Ferry, memang hanya bisa diselesaikan dinas kependudukan dan pencatatan sipil (disdukcapil) kabupaten/kota. Adapun untuk masalah NIK yang terpakai, bisa ditelusuri penyebabnya.
”Mungkin saja ada kesalahan input oleh petugas di lapangan. Apalagi digit angka yang ada di NIK cukup banyak. Kesalahan input data bisa saja terjadi,” ungkap Ferry.
Masalah ini harus segera dituntaskan. Alasannya, jika dibiarkan akan menghambat upaya pemerintah daerah untuk mempercepat program vaksinasi guna mencapai kekebalan komunal (herd immunity).
Kini, cakupan vaksinasi di Sumsel masih sekitar 20 persen atau setara sekitar 1,1 juta orang untuk dosis pertama dan 12 persen (766.000 orang) untuk dosis kedua. Rendahnya cakupan vaksinasi ini tidak lepas dari keterbatasan vaksin yang dipasok dan juga interval waktu vaksinasi yang berbeda.
”Untuk Sinovac, interval vaksinasinya sekitar satu bulan. Sedangkan AstraZeneca sekitar tiga bulan,” ucapnya.
Kepala Disdukcapil Sumsel Puadi menuturkan, permasalahan kependudukan sebenarnya bisa diselesaikan dengan sinergisitas pemangku kepentingan terkait. Masalah kependudukan ini muncul lantaran ada beberapa data yang belum dikonsolidasikan dengan Kementerian Dalam Negeri.
”Misalnya, ada perubahan alamat atau status, NIK bisa saja tidak terdata karena belum dikonsolidasikan. Permasalahan itu dapat diselesaikan dalam waktu 1-4 hari. Jika masih belum bisa dituntaskan bisa diterapkan validasi secara manual,” katanya.
Konsep yang sama akan diterapkan pada penyaluran bantuan sosial. Sebelum bantuan diberikan, ujar Puadi, petugas terkait bisa melakukan validasi data sehingga proses penyaluran bansos dapat tepat sasaran.
Gubernur Sumsel Herman Deru berharap vaksinasi dapat disalurkan segera agar tercapai kekebalan komunal. Namun, kuota vaksin ditentukan Kementerian Kesehatan. ”Yang kita harapkan, pemerintah provinsi diberi pasokan cadangan sehingga saat terjadi kekurangan, vaksin bisa segera disalurkan,” ujarnya.
Hampir setiap hari Herman meminta tambahan vaksin dari pemerintah pusat di mana kebutuhan Sumsel sekitar 1,5 juta dosis per bulan. Namun, yang diterima baru 400.000 dosis per bulan.
”Dengan adanya kedatangan beragam vaksin baru, kami berharap kebutuhan vaksin bisa terpenuhi,” katanya.