Hiruk-pikuk Pengelolaan Data Covid-19 di NTT
Pandemi sudah berlangsung 1,5 tahun, tetapi pendataan kasus Covid-19 di Nusa Tenggara Timur masih amburadul. Pembenahan pendataan mendesak dilakukan agar kebijakan penanganan pandemi tepat sasaran.
Sejumlah grup diskusi daring di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, dalam tiga hari terakhir ramai membahas soal data Covid-19 yang disampaikan Presiden Joko Widodo per 6 Agustus 2021. Pemerintah Provinsi NTT membantah, angka 3.598 kasus Covid-19 per 6 Agustus 2021 itu bukan hasil rekap hari itu, melainkan akumulasi data sejak Mei-Juni 2021 yang belum direkap. Bantahan itu justru menunjukkan, pendataan kasus Covid-19 di NTT masih amburadul.
Tiga pekan terakhir, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT tidak memublikasikan data Covid-19 kepada media massa dan publik. Entah mengapa, tetapi tiga pekan terakhir Pemprov NTT getol menyampaikan target besar.
”Kalau semua warga NTT sudah 70 persen divaksin, saya yakin pada Desember 2021 NTT sudah bebas masker,” kata Gubernur NTT Viktor Laiskodat kepada pers seusai menjalani vaksinasi Covid-19 tahap pertama jenis AstraZeneca di Kupang, Kamis (15/7/2021).
Pernyataan Gubernur Laiskodat itu disambut gembira sebagian masyarakat NTT. Mereka merasa tidak terbebani lagi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat saat berada di luar rumah.
Akan tetapi, sebagian warga pesimistis karena jumlah kasus terus bergerak naik. Apalagi, masyarakat saat ini tidak semuanya patuh menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Kasus yang ramai dibahas masyarakat NTT melalui media daring, antara lain, menyangkut perebutan jenazah pasien Covid-19. Pihak keluarga menolak bahwa si pasien terpapar Covid-19. Istilah rumah sakit ”mengcovidkan” pasien atau jenazah pun terus meramaikan diskusi daring, seperti Forum Academia NTT atau FAN Covid-19.
Kasus ini belum mendapatkan jawaban dari otoritas berwenang. Beberapa kejadian rumah sakit dan kebenaran akan kabar puskesmas mengcovidkan jenazah pun masih menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat NTT.
”Kami pihak keluarga mau demo di Puskesmas Baniona, Flores Timur. Pekan lalu, puskesmas menyebutkan, pasien Mateus Duru meninggal dunia karena Covid-19. Pihak keluarga diminta tanda tangan persetujuan sebagai pasien Covid-19. Namun, satu pekan kemudian, hasil tes PCR dari Kupang menyebutkan, Mateus Duru negatif Covid-19,” kata Joni Mado, keluarga pasien.
Belum mendapat jawaban pemerintah soal ini, tiba-tiba Presiden Joko Widodo mengingatkan NTT agar hati-hati karena kasus harian Covid-19 mengalami lonjakan.
”Hati-hati NTT. Tanggal 1 Agustus sebanyak 886 kasus, 2 Agustus 410 kasus, 3 Agustus 608 kasus, 4 Agustus 530 kasus, dan 6 Agustus naik menjadi 3.598 kasus,” kata Presiden dalam rapat virtual terbatas, mengevaluasi pelaksanaan PPKM level 4, Jumat (6/8/2021).
Baca juga : Gubernur NTT Wajibkan Pemkab Siapkan Tempat Isolasi Terpusat Pasien Covid-19
Peringatan Presiden itu pun langsung ditanggapi Sekretaris Daerah (Sekda) NTT Ben Polo Maing. Maing menyebutkan, angka 3.598 kasus itu merupakan hasil rekapan kasus dari bulan Mei hingga Juni yang belum diunggah ke sistem sehingga jumlah kasus terkesan melonjak.
”Pengelolaan data masih amburadul sehingga Pemprov sedang membenahi data itu. Saya sudah perintahkan kepala dinas kesehatan untuk segera memperbaiki data yang ada,” kata Maing.
Publik bingung
Entah Sekda NTT atau Presiden yang benar, masyarakat NTT bingung. Mereka berusaha mencari jawaban sendiri. Namun, yang jelas, Presiden menyampaikan data yang dilaporkan Pemprov NTT. Ironisnya, data yang amburadul sesuai pernyataan Sekda justru bisa sampai ke tangan Presiden.
Hati-hati NTT. Tanggal 1 Agustus sebanyak 886 kasus, 2 Agustus 410 kasus, 3 Agustus 608 kasus, 4 Agustus 530 kasus, dan 6 Agustus naik menjadi 3.598 kasus.
Dalam pendataan kasus Covid-19, rekapitulasi dilakukan dengan sistem berjenjang. Data dari puskesmas atau fasilitas kesehatan dilaporkan ke kabupaten/kota, kemudian dilanjutkan ke provinsi hingga pusat.
Tiga pekan terakhir, pers ataupun publik kesulitan mengakses perkembangan data Covid-19 di tingkat provinsi. Juru bicara satgas Covid-19 yang saat itu dijabat Kepala Biro Humas Sekretariat Daerah NTT, Marius Jelamu, justru mengaku kesulitan mendapat data dari Dinas Kesehatan NTT.
Baca juga : Vaksinasi Covid-19 di Sabu Raijua Terendah di NTT
Kepala Dinas Kesehatan NTT Messe Ataupah saat dikonfirmasi tentang perkembangan data Covid-19 hingga lima kali selalu beralasan, data sedang dalam proses. ”Nanti kalau sudah tuntas, saya bagikan,” tulis Ataupah melalui pesan Whatsapp. Begitu ditelepon atau dihubungi melalui pesan Whatsapp, Ataupah selalu menjawab, ”Sabar.”
Saat Presiden mengumumkan data lonjakan kasus di NTT, Jumat (6/8/2021), Kompas mengirim data itu kepada Ataupah. Ia membaca data itu, tetapi kemudian memilih diam.
Sekda Maing pun hanya memberi komentar sanggahan di media cetak lokal Viktory News bahwa data yang disampaikan Presiden adalah hasil akumulasi dari data kasus Mei-Juni 2021. Kompas mencoba menghubungi Sekda Maing lewat pesan Whatsapp dan mengontaknya langsung melalui nomor ponsel soal perbedaan data itu, tetapi dia bergeming.
Pengelolaan data masih amburadul sehingga Pemprov sedang membenahi data itu. Saya sudah perintahkan kepala dinas kesehatan untuk segera memperbaiki data yang ada.
Sejak jubir Satgas Covid-19 NTT dirangkap Sekda Maing, Kamis (5/8/2021), insan pers pun kesulitan mendapatkan informasi seputar Covid-19, kecuali media tertentu. Adapun jubir satgas sebelumnya, Marius Jelamu, dipindahkan menjadi Staf Ahli Bidang Ekonomi Pemprov NTT.
Keterbukaan data
Ketua Ombudsman NTT Darius Beda Daton di Kupang, Rabu (11/8/2021), mengingatkan Pemprov NTT agar data Covid-19 disampaikan secara terbuka kepada publik. Apalagi, data itu menyangkut nyawa manusia serta sebagai dasar bagi penguasa untuk mengambil keputusan.
Wakil Ketua DPRD NTT Inche Sayuna mengatakan, kasus harian seharusnya disampaikan hari itu juga kepada publik. ”Sistem digital itu bekerja secara otomatis setiap hari. Mengapa masih kerja secara manual? Data bulan Mei-Juni di-upload 6 Agustus 2021 mengandaikan Pemprov masih bekerja secara manual,” katanya.
Menurut dia, data itu harus terus diperbarui secara real time sehingga bisa menjadi rujukan setiap orang yang membutuhkan. Semua upaya penanggulangan Covid-19 dibiayai anggaran negara sehingga semua data Covid-19 harus dikelola dengan serius.
”Data amburadul, kok, bisa sampai di tangan Presiden. Ini sebuah kefatalan yang dibuat pemda dalam mengelola data real yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Inche.
Baca juga : Badai di Australia Tak Berdampak di Nusa Tenggara Timur
Ia menilai, jika data Covid-19 yang jelas dibiayai APBD saja masih amburadul, apalagi data lain. Data itu sangat penting bagi pemda dan semua orang yang membutuhkan. Membuat dan menyampaikan data harus benar-benar valid.
Terkait sengkarut data Covid-19 itu, Ataupah menyatakan, pihaknya sedang membenahi data Covid-19 agar data pemprov, pemkab/pemkot, dan data pusat sinkron. Selama ini, data Covid-19 di tingkat kabupaten/kota, pemprov, dan pusat beda-beda.
Ia mengatakan, data yang masuk hingga ke tangan Presiden tersebut termasuk data pasien yang sudah dalam penanganan di rumah sakit dan isolasi mandiri. Akibatnya, kelihatan terjadi lonjakan kasus seperti diperoleh Satgas Covid-19 pusat.
”Ada sejumlah puskesmas langsung meng-upload data ke pusat sebelum dievaluasi berjenjang di NTT. Kadang hasil antigen reaktif pun langsung dimasukkan sebagai pasien positif Covid-19. Ini kami akan benahi,” ujar Ataupah.
Saat ini, pandemi Covid-19 sudah berjalan sekitar 1,5 tahun, seharusnya problem pendataan sudah tuntas. Jika masih berkutat dengan sengkarut data, data yang amburadul, sementara data itu digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan, penanganan pandemi hampir dipastikan tidak efektif.
Semoga saja pembenahan data segera rampung sehingga pencapaian target besar yang digulirkan Pemprov NTT bisa benar-benar terwujud.
Baca juga : Tol Listrik Sistem Flores diharapkan Dorong Investasi dan UMKM