Tetap Sehat Tanpa ”Burnout” di Tengah Pandemi dengan Berolahraga
”Burnout” merupakan kondisi ketika tubuh sangat lelah, mulai dari fisik hingga mental. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa menurunkan motivasi bahkan produktivitas. Karena itu, olahraga yang menyenangkan menjadi kebutuhan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
Kelelahan luar biasa atau burnout berpotensi dialami masyarakat di tengah pandemi. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa mengganggu produktivitas hingga kualitas hidup. Karena itu, menjaga kesehatan, seperti berolahraga dan kegiatan menyenangkan lainnya, dibutuhkan untuk menghadapi pandemi.
Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran (Fkep Unpad), Iceu Amira, mengatakan, burnout adalah sindrom psikologis yang disebabkan rasa lelah luar biasa dari segi fisik, mental, dan emosional. Sindrom ini mampu mengurangi produktivitas dan menguras lebih banyak energi karena kehilangan minat dan motivasi.
”Sindrom ini membuat seseorang merasa tidak berdaya, putus asa, lemah, dan cepat marah. Kalau kelelahan secara fisik saja dengan istirahat bisa selesai. Kalau kelelahan emosional, dengan istirahat saja belum tentu selesai,” kata Iceu dalam webinar ”Say No to Burnout: Be More Productive” oleh mahasiswa Program Profesi Ners Fkep Unpad, Bandung, Minggu (8/8/2021) lalu.
Kalau kelelahan emosional, dengan istirahat saja belum tentu selesai.
Jika dibiarkan dalam waktu lama, kondisi ini berdampak pada kehidupan sosial, terutama pekerjaan dari orang yang terkena burnout. Karena itu, Iceu menekankan pentingnya menjaga keseimbangan hidup dan mengelola stres.
”Semua dilakukan dengan mengubah gaya hidup. Atur olahraga, atur pola makan, dan mengelola stres. Hal ini bisa mengurangi terjadinya burnout. Jika terjadi berlebihan, mengembalikan ke awal itu sulit dan butuh intervensi,” ujarnya.
Dosen Fkep Unpad Indra Maulana yang juga hadir sebagai pembicara menuturkan, burnout terjadi akibat pekerjaan yang menumpuk dan terlalu berat. Kondisi ini tidak hanya terjadi di kalangan pekerja, tetapi setiap orang yang tiba-tiba mendapatkan beban aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Sebagai contoh, ibu rumah tangga rentan mengalami burnout di masa pandemi karena menghadapi banyak pekerjaan rumah. Di samping itu, dia juga harus menemani dan anak-anaknya dalam sekolah daring.
Tenaga medis juga rentan mengalami burnout karena harus menghadapi pasien yang banyak masuk akibat pandemi. Belum lagi pekerja-pekerja lainnya yang harus beradaptasi dengan pekerjaan yang dipindahkan secara daring dan terbatas di tengah pandemi.
Selain pekerjaan yang terlalu berat, burnout ini bisa didapatkan dari gaya hidup yang penuh tekanan dan kemampuan adaptasi seseorang dalam menghadapi masalah. Karena itu, Indra menekankan pentingnya manajemen waktu sehingga tidak menghadapi tekanan terus menerus.
”Waktu yang ada harus dikelola supaya tidak terjadi stres yang berkepanjangan karena tumpukan pekerjaan. Semua ini perlu dilakukan karena burnout tidak hanya berdampak pada gangguan psikologis, tetapi juga fisik, mulai dari penyakit lambung hingga imunitas yang menurun,” ujarnya.
Olahraga menyenangkan
Untuk meminimalisasi burnout ini perlu dilakukan agar tubuh tetap sehat. Imunitas yang menurun ini menjadi ancaman dalam menghadapi pandemi Covid-19. Karena itu, kegiatan yang menyenangkan hingga berolahraga perlu dilakukan untuk mengurangi stres.
Tim peneliti Kelompok Keilmuan Ilmu Keolahragaan dan Kelompok Keilmuan Farmakologi Klinik Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) menemukan prinsip olahraga yang cocok digunakan di tengah pandemi. Konsep ini disebut prinsip aman, terukur, dan menyenangkan (ATM).
Dalam prinsip ATM, olahraga dilakukan dengan perhitungan denyut nadi, intensitas dan durasi latihan olahraga kesehatan yang tepat. Saat berolahraga, kegiatan yang dilakukan harus meningkatkan kemampuan fisik tanpa harus memaksakan diri.
”Prinsip ATM berfokus pada beberapa hal utama dalam melakukan kegiatan olahraga. Jika tidak aman, olahraga akan keluar dari esensinya, yaitu aktivitas yang dapat meningkatkan fungsi fisiologi tubuh,” kata Ketua Tim Peneliti Nia Sri Ramania dalam tulisannya di situs pengabdian.lppm.itb.ac.id.
Selain aman, olahraga yang dilakukan harus terukur. Semua itu dapat dilakukan dengan melihat kemampuan tubuh. Contohnya, setiap berolahraga, seseorang harus menghitung denyut nadi per menit, dan membandingkannya setelah berolahraga. Jika tidak terukur, tujuan kegiatan olahraga kesehatan tidak tercapai.
Kegiatan olahraga di saat pandemi yang menyenangkan juga diharapkan bisa membantu fungsi psikologi secara maksimal. Karena itu, berolahraga di tengah pandemi tidak berasal dari paksaan dan harus sesuai dengan kemampuan.
Di saat olahraga bisa dilakukan dengan menyenangkan, stres yang ada di dalam diri pun bisa berangsur-angsur pergi. Dalam sekali kegiatan, kesehatan fisik dan mental bisa terjaga. Semua itu menjadi modal besar dalam menghadapi hari di tengah pandemi.