Kerusakan Lahan Adat di Danau Toba Diadukan ke Presiden
Sejumlah aktivis lingkungan berjalan kaki dari Sumatera Utara menemui Presiden Jokowi di Jakarta. Mereka mengadukan pencemaran lingkungan di Danau Toba yang diduga dilakukan oleh PT TPL.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Setelah empat puluh empat hari berjalan kaki, aktivis lingkungan Togu Simorangkir bertemu Presiden Joko Widodo, Jumat (6/8/2021). Kerusakan lingkungan akibat perusahaan swasta ataupun konflik lahan adat di wilayah sekitar Danau Toba, Sumatera Utara, pun disampaikan.
”Kami ingin menyampaikan aspirasi kegelisahan kita kesedihan kemarahan atas aktivitas perusahaan perusak lingkungan di Danau Toba, di Tano Batak. Jadi kami berjalan kaki 1.700-an kilometer untuk itu,” tutur Togu Simorangkir yang mewakili sebelas aktivis yang menjalankan aksi ini di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Aksi ini juga merupakan respons atas bentrok PT Toba Pulp Lestari dengan masyarakat adat di Natumingka, Sumatera Utara. Jalan kaki dilakukan sejak 14 Juni dari Makam Raja Sisingamangaraja XII di Soposurung, Balige, dan di hari ke-44, para aktivis dihadang di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta. Jalan kaki dihentikan dan mereka diminta isolasi di Pusat Isolasi Mandiri Pasar Rumput. Tes usap pun dilakukan.
Kami ingin menyampaikan aspirasi kegelisahan kita kesedihan kemarahan atas aktivitas perusahaan perusak lingkungan di Danau Toba, di Tano Batak. Jadi kami berjalan kaki 1.700-an kilometer untuk itu. (Togu Simorangkir, aktivis lingkungan)
Jumat (6/8/2021) ini, sepuluh aktivis lain menuntaskan delapan kilometer berjalan dari Jalan Sisingamangaraja ke Istana Kepresidenan. Aksi diizinkan dilakukan dengan protokol kesehatan, berjalan sendiri-sendiri dan tanpa atribut.
Namun, pertemuan dengan Presiden Joko Widodo hanya diwakilkan kepada satu orang. ”Bapak Presiden tadi sempat terkejut bahwa ada aktivitas perusakan lingkungan yang dikiranya milik rakyat, tetapi sebenarnya milik perusahaan,” tutur Togu yang mewakili para aktivis ini.
Togu menjelaskan, pihaknya membawa dokumen setebal 69 halaman yang berisi bukti-bukti pencemaran lingkungan oleh perusahaan yang mengklaim wilayah adat. Hal ini juga sudah disampaikan di daerah, tetapi dinilai kurang respons.
Para aktivis ini meminta pemerintah menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) karena menggunakan konsesi yang berada di lahan hutan adat.
Presiden Joko Widodo, menurut Togu, menyampaikan sekitar 25.000 hektar tanah terkait masyarakat adat akan diselesaikan bulan ini. Sebanyak lima SK sudah selesai dan 10 lagi dituntaskan bulan ini.
”Masyarakat adat akan mendapatkan tanahnya kembali. Beliau juga minta kami masyarakat untuk menanami hutan kembali,” tambah Togu kepada wartawan,
Presiden juga mengatakan akan datang ke Tanah Batak pada November atau Desember. Harapannya, Presiden bisa menanam kembali hutan bersama masyarakat adat.
Togu juga berharap pemerintah menjaga kelestarian Danau Toba. Harapannya, generasi mendatang bisa ikut menikmati keindahan Danau Toba.
”Kita berharap investasi-investasi yang di sekitar Danau Toba juga memperhatikan tentang lingkungan hidup, jangan hanya fokus mengeruk keuntungan, tetapi mengabaikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan kehidupan pada masa mendatang,” tuturnya.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto menjelaskan, penanganan usulan 22 hutan adat di lingkungan Danau Toba sudah dilakukan.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto menjelaskan, penanganan usulan 22 hutan adat di lingkungan Danau Toba sudah dilakukan. Apalagi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 352 Tahun 2021 tentang Langkah-langkah Penyelesaian Permasalahan Hutan Adat dan Pencemaran Limbah Industri di Lingkungan Danau Toba.
Rapat bersama antara pemerintah dan perwakilan masyarakat adat serta akademisi dilangsungkan 21 Juli 2021. Setelah dianalisis, wilayah adat yang berkonflik dengan PT TPL dan yang tidak, diatur prioritas penanganannya. Sebanyak 15 kasus yang dinilai lebih mudah, diselesaikan lebih dulu.
”Dengan fasilitasi, lima SK sudah diselesaikan. Sepuluh lainnya akan selesai bulan ini dengan teknik fasilitasi yang sama,” tutur Bambang. Sisanya, sebanyak tujuh wilayah diharapkan selesai di bulan berikut.