Muncul Kluster Covid-19 Tambang Ilegal di Taman Nasional Lore Lindu, Sulteng
Kluster penularan Covid-19 di tambang emas ilegal Dongi-Dongi, kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Kabupaten Poso, Sulteng, harus menjadi momentum menutup kawasan tersebut. Penertiban mesti dilakukan lintas instansi.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Pertambangan emas ilegal di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, menimbulkan penularan Covid-19 di Kabupaten Sigi dan Poso. Selain masalah penambangan tanpa izin, munculnya kluster Covid-19 menjadi momentum penertiban kawasan tambang tersebut.
”Terkait kasus konfirmasi di Kecamatan Palolo dan Nokilalaki memang disinyalir mereka yang terinfeksi memiliki riwayat perjalanan ke (tambang emas tanpa izin) Dongi-Dongi. Itu berdasarkan laporan lisan dari petugas yang melakukan penelusuran (tracing) kasus,” ungkap Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, Sulteng, Roland Franklin, saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Jumat (6/8/2021).
Jika melihat data laporan kasus di Sulteng, peningkatan kasus di Sigi terjadi jelang akhir Juli 2021. Sejak itu, tambahan kasus harian cukup mencolok. Tambahan kasus harian bisa mencapai 100-an kejadian per hari. Hal itu, misalnya, terjadi pada Kamis (5/8/2021) dengan tambahan 163 kasus. Laporan harian sebelumnya juga menyebutkan kasus-kasus tinggi, dengan rentang terbawah 30 kasus. Hanya dua hari tambahan kasus di bawah 30 orang.
Padahal, sebelum akhir Juli, kasus harian di Sigi jarang menyentuh angka 30 kasus. ”Iya (dari jelang akhir Juli), sejak ada peningkatan kasus di Palolo dan Kamarora (terdeteksinya kluster Dongi Dongi),” kata Roland.
Kecamatan Palolo dan Nokilalaki merupakan dua daerah yang dekat pertambangan emas tanpa izin (PETI) Dongi-Dongi. Banyak warga dari kedua kecamatan tersebut menambang di tambang yang sebagian besar berada di kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
PETI Dongi-Dongi dimasuki petambang lagi sejak awal 2020. PETI tersebut sebelumnya dalam pengawasan aparat penegak hukum, termasuk petugas Taman Nasional Lore Lindu karena sejak pertengahan 2016 ditertibkan.
Namun, sejak tahun lalu, petambang rama-ramai masuk lagi ke Dongi-Dongi. Tak hanya dari wilayah sekitar, yakni Sigi dan Poso, dan sejumlah daerah di Sulteng, petambang juga berasal dari provinsi lain, antara lain Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara. Lokasi tambang tersebut berjarak sekitar 90 kilometer dari Palu, ibu kota Sulteng.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, jumlah petambang di PETI Dongi-Dongi tak kurang dari 5.000 orang. Petambang mendirikan tenda untuk istirahat. Lubang-lubang tambang menyebar di kebun-kebun kakao warga Dongi-Dongi dan hutan Taman Nasional Lore Lindu. Luas kawasan tambang saat ini jauh dari bukaan PETI pada 2016 yang sekitar 3-5 hektar. Lubang-lubang tambang juga sudah sampai sejauh 30 meter. Petambang mengoperasikan mesin-mesin untuk membantu pernapasan di dalam lubang tambang.
Tren peningkatan tambahan kasus harian pada akhir Juli juga terjadi di Poso. Tambahan kasus harian menyentuh 100 kejadian per hari, bahkan sempat mencapai 106 kasus pada 29 Juli 2021. Sebelum akhir Juli, tambahan kasus harian masih di bawah 25 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan Poso Taufan Karwur tak menjawab pertanyaan Kompasbaik melalui aplikasi percakapan maupun telepon terkait kluster penularan Covid-19 PETI Dongi-Dongi tersebut.
Namun, sebagai gambaran, adanya kluster PETI Dongi-Dongi di Poso diungkap anggota DPRD Sulteng Sonny Tandra dalam rapat dengar pendapat penanganan Covid-19 dengan Pemerintah Provinsi Sulteng dan pihak terkait pada Senin (2/8/2021). Dirinya mengaku sudah mendapat laporan dari Poso adanya kluster penularan di PETI Dongi-Dongi.
Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng Khaerudin menyatakan, kluster PETI Dongi-Dongi sejak awal sudah bisa diduga. Dengan banyaknya petambang di sana dan interaksi di antara mereka, penularan tak bisa dihindarkan.
”Ini momentum untuk menutup atau menertibkan PETI Dongi-Dongi baik untuk menghentikan penularan Covid-19 maupun untuk menyelamatkan Taman Nasional Lore Lindu. Kami usulkan harus ada penegakan hukum di sana,” katanya.
Kepala Balai Besar Taman Nasiomal Lore Lindu Jusman menanggapi, seharusnya aktivitas PETI Dongi-Dongi sudah ditangani. Namun, karena sifatnya yang cukup masif, pihaknya perlu waktu dan pendekatan komprehensif. Hal itu harus dilakukan bersama dengan institusi terkait.
Kolaborasi dibutuhkan juga supaya penanganan masalah tersebut tidak menimbulkan kegaduhan yang dapat mengganggu penanganan prioritas permasalahan lain, seperti penanganan Covid-19 dan terorisme Mujahidin Indonesia Timur. Seperti diketahui, wilayah jelajah Mujahidin Indonesia Timur juga sampai di Taman Nasional Lore Lindu.
Dugaan kluster penyebaran Covid-19 dari PETI Dongi-Dongi dapat menjadi momentum yang baik untuk penghentian aktivitas tambang, guna menghindarkan dampak yang lebih besar. (Jusman)
Terkait dugaan kluster penyebaran Covid-19 berasal dari PETI Dongi-Dongi hal itu sudah mulai disuarakan masyarakat. Ini menambah daftar dampak negatif dari kehadiran aktivitas PETI di Dongi-Dongi. ”Kami telah beraudiensi dengan Kapolda Sulteng Komandan Resor Militer 132/Tadulako, Pemerintah Kabupaten Poso, untuk menyampaikan perlunya dukungan dalam menciptakan tertib kependudukan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat,” kata Jusman.
Jusman menambahkan, pihaknya berharap dalam waktu dekat dapat beraudiensi dengan Gubernur Sulteng, antara lain untuk mendapatkan arahan dan dukungan dalam penanganan PETI Dongi-Dongi. ”Adanya dugaan kluster penyebaran Covid-19 dari PETI Dongi-Dongi dapat menjadi momentum yang baik untuk penghentian aktivitas tambang guna menghindarkan dampak yang lebih besar,” ucapnya.