Polda Sulteng Usut Dugaan Permainan Cukong di PETI Parigi Moutong
Kepolisian Daerah Sulteng bakal menyelidiki dugaan bermainnya para cukong di pertambangan emas tanpa izin di Kabupaten Parigi Moutong. Tambang emas ilegal tersebut longsor dan menewaskan enam orang.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah bakal menyelidiki dugaan keberadaan pemodal atau cukong di pertambangan emas tanpa izin Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong. Dugaan adanya cukong di penambangan yang longsor tengah pekan lalu, dan menewaskan enam orang itu diketahui dari pengoperasian alat berat di sejumlah lubang tambang.
Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal (Pol) Abdul Rakhman Baso menyatakan, tim akan menyelidiki dugaan keberadaan alat berat di lokasi tambang. Ia pernah mendengar informasi soal alat berat di lokasi pertambangan emas tanpa izin (PETI) itu, tetapi tidak tahu persis jumlahnya. ”Kalau itu terbukti (ada alat berat) dan dikelola cukong dan sebagainya, kami akan tindak,” kata Abdul di Palu, Sulteng, Sabtu (27/2/2021).
Rakhman menyatakan, penyelidikan baru akan berjalan setelah operasi pencarian korban tertimbun longsor dihentikan. Saat ini, aparat gabungan Polri, TNI, dan Badan Search and Rescue Nasional, serta instansi lainnya masih fokus mencari satu korban yang diduga masih tertimbun longsor di lubang tambang.
Alat berat berupa ekskavator beroperasi di lubang-lubang tambang di lokasi PETI Buranga. Sejumlah video yang diambil warga yang datang ke lokasi tambang sebelum longsor memperlihatkan dua alat berat yang menggaruk tanah di lubang tambang yang longsor tersebut. Komisi Nasional HAM Perwakilan Sulteng menyebutkan, ada 18 ekskavator yang beroperasi di PETI Buranga.
Longsor terjadi di salah satu lubang PETI di Buranga, Rabu (24/2/2021) malam. Saat longsor, tak kurang 100 orang berada di dalam lubang tambang untuk menambang dan mendulang bijih emas. Enam korban tewas telah dievakuasi pada Rabu dan Kamis (25/2/2021). Operasi pencarian satu korban masih berjalan dan berakhir pada hari ketujuh operasi atau Selasa (2/3/2021).
Lokasi PETI Buranga berjarak sekitar 8 kilometer dari Jalan Trans-Sulawesi di tepi Teluk Tomini atau sekitar 45 kilometer dari Parigi, ibu kota Parigi Moutong, dan 110 kilometer dari Palu, ibu kota Provinsi Sulteng. Pertambangan emas ilegal tersebut berada di pegunungan dengan lubang-lubang tambang tersebar di kebun warga dan hutan.
Sejumlah video yang diambil warga yang datang ke lokasi tambang sebelum longsor memperlihatkan dua alat berat yang menggaruk tanah di lubang tambang yang longsor tersebut.
Lubang tambang yang longsor tersebut berkedalaman sekitar 20 meter dengan dinding curam. Sebagian besar dasar lubang tambang digenangi air dan lumpur. Penambang dan pendulang bijih emas kebanyakan warga Ampibabo dan kecamatan-kecamatan sekitar.
Ketua Komisi Nasional HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askary menyatakan, alat berat dioperasikan untuk membuat lubang tambang. Tak hanya lubang, pengerukan dengan alat berat untuk mendapatkan bijih emas dilakukan di pinggir Sungai Buranga. Warga hanya mendulang di dalam lubang yang digali dan digaruk dengan alat berat tersebut.
Dedi juga meminta agar keberadaan alat berat tersebut menjadi perhatian dalam penyelidikan kasus PETI Buranga. Warga hanya mendulang, sedangkan pemilik alat berat mengeruk dalam skala besar.
Ia mengingatkan, keberadaan PETI di Buranga rawan membawa petaka lingkungan, selain longsor untuk pendulang seperti yang terjadi pada tengah pekan lalu. Sungai Buranga pernah memicu banjir pada 1999 yang menewaskan 3 orang warga Desa Buranga. Keberadaan PETI bisa memperparah ancaman banjir.
Saat dihubungi, Ketua Badan Permusyawaratan Desa Buranga Arlan menyatakan, lokasi tambang tersebut sedang diurus izinnya untuk berstatus legal dengan mekanisme izin pertambangan rakyat. Ia tidak bisa memastikan apakah setelah longsor itu pengajuan izin tersebut apakan akan dilanjutkan.