Pasien Antre, Pemerintah Diminta Perbanyak Fasilitas Perawatan di Sulteng
Sulteng perlu menyiapkan banyak fasilitas layak untuk perawatan pasien Covid-19 karena sejumlah rumah sakit telah penuh.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
PALU, KOMPAS — Sejumlah pasien Covid-19 di Sulawesi Tengah antre di instalasi gawat darurat untuk dirawat. Mereka menunggu tersedianya tempat tidur. Alih-alih mendirikan tenda darurat, pemerintah diminta menyewa hotel atau penginapan dan memanfaatkan gedung-gedung pemerintah yang tak terpakai untuk kebutuhan tersebut.
Kondisi tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Panitia Khusus (Pansus) Penanganan Covid-19 DPRD Sulteng dan Pemerintah Provinsi Sulteng, Senin (2/8/2021). Hadir pula dalam rapat itu para direktur rumah sakit di Palu.
Di RSUD Madani, Palu, rumah sakit khusus perawatan pasien Covid-19, ada 13 pasien di instalasi gawat darurat (IGD) dan tenda. Mereka menunggu tempat tidur kosong atau menunggu pasien lain sembuh. Tak disebutkan jumlah persisnya, antrean yang sama terjadi di RSUD Undata, Palu. Sebanyak 12 pasien juga masih antre di RSUD Torabelo, Kabupaten Sigi.
Antrenya pasien di IGD disebabkan terisinya tempat tidur perawatan Covid-19. Bahkan, di RSUD Madani, seperti diungkap direktur utama Nirwan Parampasi, ada pasien Covid-19 yang dirawat hanya dengan beralaskan kasur di lantai, tanpa tempat tidur.
Di rumah sakit tersebut, tempat tidur untuk perawatan pasien sudah lebih dari jatah. Jatah tempat tidur di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulteng tersebut 120 unit, tetapi saat ini jumlah pasien 163 orang.
Di RSUD Undata, sejumlah pasien juga dirawat di tenda. Rumah sakit tersebut tengah memodifikasi sejumlah ruangan perawatan untuk menjadi tempat penanganan pasien Covid-19. Direktur RSUD Undata Amsir Praja mengatakan akan disediakan 50 tempat tidur di ruangan-ruangan tersebut.
Wakil Ketua DPRD Sulteng Muharram Nurdin menyebutkan, Pemerintah Provinsi Sulteng bisa menyewa hotel, penginapan, atau menggunakan gedung-gedung pemerintah yang tak terpakai untuk menambah kapasitas tempat merawat pasien.
”Ini untuk kenyamanan semua orang, ya tenaga kesehatan, ya pasien Covid-19. Rumah sakit darurat untuk merawat pasien harus tetap manusiawi. Bayangkan bagaimana tenaga kesehatan merawat pasien di dalam tenda, bagaimana juga kondisi pasien di dalam tenda. Ini bukan bencana alam, kita masih bisa menyewa tempat yang lebih baik,” tuturnya.
Menurut dia, dana Pemprov Sulteng untuk penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 119 miliar termasuk besar. Dengan realisasi belanja 30 persen, sisa dana bisa dipakai untuk menyiapkan fasilitas layak bagi perawatan pasien.
Sebenarnya, pemerintah telah menyiapkan rumah sakit darurat. Namun, saat ini rumah sakit darurat tersebut telah penuh. Satu rumah sakit darurat tengah disiapkan di Palu dengan jumlah 90 tempat tidur. Satu rumah sakit darurat milik Pemkab Sigi juga telah ada, tetapi terisi 12 pasien dari total 30 tempat tidur.
Muharram menyebutkan, penyiapan fasilitas perawatan pasien sangat diperlukan karena kasus penularan masih tinggi. Lonjakan pasien perlu diantisipasi dengan tersedianya tempat perawatan.
Kasus penularan di Sulteng sejak jelang akhir Juni 2021 hingga kini belum terkendalikan. Tambahan kasus harian masih sangat tinggi, yakni 400-600 kasus. Bahkan, dua hari pada tengah pekan lalu pernah tercatat 800-an kasus harian. Padahal, pada akhir Juni hingga pertengahan Juli, kasus harian tak lebih dari 300 kejadian.
Akibat tak terkendalinya penularan, jumlah kasus aktif saat ini sebanyak 6.482 kasus dengan hampir 60 persen menjalani isolasi mandiri. Di Palu, misalnya, dari 1.105 kasus aktif, 868 orang menjalani isolasi mandiri.
Seiring dengan itu, terjadi juga peningkatan kasus kematian, dari 2,5 persen pada awal Juli menjadi 2,78 persen. Pasien yang meninggal kebanyakan orang-orang rentan, yakni orang lanjut usia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbid), seperti diabetes dan penyakit ginjal.
Selain menambah fasilitas perawatan untuk pasien, pemerintah juga perlu menyiapkan fasilitas isolasi terpusat.
Ketua Pansus Penanggulangan Covid-19 DPRD Sulteng Sonny Tandra mengingatkan, tak ada alasan rumah sakit dan pemerintah menolak pasien Covid-19 yang hendak dirawat. Dalam kondisi seperti ini, negara justru harus hadir, termasuk merawat warganya yang sakit.
Anggota Pansus, Wiwik Jumatul, mengatakan, selain menambah fasilitas perawatan untuk pasien, pemerintah juga perlu menyiapkan fasilitas isolasi terpusat. Orang terinfeksi yang menjalani isolasi mandiri selama ini tak terpantau dan tak terlayani tenaga medis. Kemungkinan besar penularan juga dari mereka karena tak diawasi.
Bahkan, di Palu, ada sejumlah warga yang meninggal dalam isolasi mandiri. Dalam seminggu terakhir, empat orang meninggal saat isolasi mandiri. ”Solusi yang tepat adalah isolasi terpusat yang diawasi pemerintah. Seluruh kebutuhan medis dan kebutuhan pokok warga harus dipenuhi,” katanya.
Atas usulan tersebut, Asisten Bidang Pemerintahan dan Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulteng Faisal Mang mengatakan, pemerintah kabupaten/kota diharapkan menyiapkan fasilitas perawatan tersebut. Di Palu, misalnya, masih ada gedung-gedung pemerintah yang bisa dimanfaatkan. Ini akan disiapkan mengikuti perkembangan kasus Covid-19.
Ia memastikan pemerintah terus berupaya menggalakkan upaya preventif dengan menegakkan penerapan protokol kesehatan di tingkat masyarakat. Hal itu dilakukan mulai dari tingkat desa.
Terancam kolaps
Selain penuhnya ruang perawatan pasien Covid-19, ancaman untuk sistem kesehatan di Sulteng juga datang dari banyaknya tenaga kesehatan (nakes) yang terinfeksi Covid-19. Dalam rapat terungkap sekitar 300 tenaga kesehatan di sejumlah rumah sakit dan puskesmas di Kota Palu, Sigi, dan Donggala positif Covid-19.
Mereka yang positif tersebut antara lain di RSUD Undata dengan jumlah nakes 90 orang, RSUD Anutapura (7 orang), dan sebanyak 200 orang di Donggala. Akibatnya, ada unit layanan di rumah sakit yang terpaksa ditutup.
Hal itu salah satunya terjadi di layanan kebidanan RS Samaritan, salah satu rumah sakit swasta di Palu. Sejauh ini, sebagian besar nakes tersebut berstatus orang tanpa gejala dan menjalani isolasi mandiri. Mereka sudah divaksin.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng I Komang Adi Sujendra menjelaskan, ada kemungkinan rumah sakit kolaps karena banyaknya nakes yang positif. Semua pihak harus bekerja sama menjaga agar hal tersebut tak terjadi.
”Solusinya, yang menangani pasien Covid-19 bisa direkrut dari unit lain, misalnya tak mesti dokter penyakit paru, bisa juga dokter penyakit dalam,” katanya. Selain itu, sejumlah rumah sakit telah merekrut sukarelawan untuk mengatasi masalah nakes yang positif dan tak bisa bekerja.