Puluhan Orang Terbang dari Balikpapan dengan Surat PCR Palsu
Petugas klinik di Kota Balikpapan berkomplot membuat surat tes PCR palsu tanpa tes kepada calon penumpang pesawat. Menurut pemeriksaan awal polisi, mereka sudah menerbitkan sekitar 40 surat palsu.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, menangkap tiga tersangka yang berkomplot untuk menerbitkan surat palsu hasil tes reaksi berantai polimerase (PCR). Jasa itu mereka tawarkan kepada orang yang akan bepergian menggunakan pesawat. Ini merupakan temuan kesekian kalinya di Indonesia selama pandemi Covid-19.
Kepala Polresta Balikpapan Komisaris Besar Turmudi mengatakan, komplotan ini sudah beraksi dalam sebulan terakhir. Mereka adalah DI (30) dan PR (32) yang bekerja di sebuah klinik di Kecamatan Balikpapan Selatan. Adapun AY (48) menjadi tersangka karena menjadi perantara dan menawarkan jasa surat PCR palsu. Ketiganya ditangkap pada 1 Agustus.
”Untuk sementara, tiga orang ini yang dijadikan tersangka. Mereka sudah beroperasi sekitar satu bulan. Surat yang sudah dicetak lebih kurang 40 lembar,” ujar Turmudi, di Balikpapan, Selasa (3/8/2021).
Ia menjelaskan, surat PCR palsu ini semula diketahui oleh petugas di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan. Petugas mencurigai tiga calon penumpang yang membawa surat PCR palsu. Sebab, ketika kode QR surat mereka dicek, surat tersebut dikeluarkan oleh klinik yang tidak ditunjuk pemerintah untuk melayani tes usap untuk penerbangan.
Petugas bandara kemudian menghubungi polisi. Setelah diperiksa, tiga calon penumpang itu berencana terbang ke Medan. Mereka mengaku mendapatkan surat hasil tes PCR itu dari atasannya di perusahaan, yakni R. Setelah ditelusuri hingga klinik yang menerbitkan surat, polisi mendapatkan pengakuan dari PR dan DI bahwa surat tersebut diterbitkan tanpa tes usap hidung dan tenggorokan.
”Kami akan dalami lagi (keterlibatan klinik dan orang lain). Klinik ini milik keluarga. Klinik ini juga bukan salah satu klinik yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan pelayanan PCR untuk penerbangan,” kata Turmudi.
Untuk satu surat PCR palsu, tersangka AY memasang harga Rp 900.000. Dia mendapat Rp 250.000 sebagai jasa calo dan sisanya untuk tersangka DI dan PR yang menerbitkan surat PCR palsu atas nama klinik tempat mereka bekerja.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Balikpapan Komisaris Rengga Puspo Saputro menjelaskan, dari hasil pemeriksaan awal polisi, para tersangka sudah menerbitkan puluhan surat bebas Covid-19 tanpa melakukan tes usap hidung dan tenggorokan untuk pelaku perjalanan. ”Kemungkinan, puluhan orang lainnya lolos (pemeriksaan),” ucap Rengga.
Polisi menyita barang bukti seperangkat komputer, laptop, printer, surat PCR palsu, dan uang Rp 300.000. Para tersangka terancam Pasal 263 dan 268 KUHP tentang pemalsuan surat. Selain itu, mereka juga diduga melanggar pasal 93 UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ketiga tersangka terancam hukuman paling lama enam tahun penjara.
Kemungkinan, puluhan orang lainnya lolos. (Komisaris Rengga Puspo)
Dihubungi terpisah, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Balikpapan M Zainul Mukhorobin menjelaskan, pemeriksaan dokumen bebas Covid-19 di bandara dilakukan berlapis. Selain KKP, pemeriksaan juga dilakukan oleh polisi dan petugas di bandara.
Sementara pemeriksaan dilakukan melalui dua metode, yakni pemeriksaan surat secara manual dan pemindaian kode QR yang ada di dalam surat. Untuk pemindaian kode QR, sistem komputer akan mencocokkan hasil tes di surat dengan hasil yang tertera dalam sistem new all record (NAR) milik Kementerian Kesehatan.
Sejumlah fasilitas kesehatan yang sudah terdaftar di dalam sistem NAR akan langsung melaporkan hasil tes PCR sehingga hasil tes seseorang terekam di dalam sistem. Petugas di bandara atau pelabuhan tinggal mencocokkan hasilnya.
”Untuk pemeriksaan dokumen fisik, ada print out dokumen yang sudah ditandatangani dari pihak klinik, kemudian dicocokkan dengan kartu identitas dan tiket calon penumpang,” ujar Zainul.
Dalam pemeriksaan manual tersebut, petugas diminta memastikan keaslian surat dengan melihat ciri fisik surat, seperti cap, kop surat, dan waktu tes. Ketika waktu tes PCR dan hasilnya berdekatan, petugas akan mencurigai keaslian surat. Di bandara, kata Zainul, pemeriksaan dilakukan berlapis sejak di pintu masuk bandara hingga ruang tunggu.
”Untuk ke depannya, harapan kami (pemeriksaan surat bebas Covid-19) tersistem semua. Kalau sudah begitu, enak. Risiko itu semakin minim,” kata Zainul. Ia mengatakan, tanggal 20 Agustus pemeriksaan dengan kode QR sudah bisa berjalan sepenuhnya di bandara.
Kasus surat palsu juga ditemukan di sejumlah wilayah di Indonesia. Bukan hanya surat PCR palsu, melainkan juga sertifikat vaksinasi Covid-19 palsu.
Pada akhir Juli lalu, polisi menangkap lima orang, salah satunya dokter klinik di Cilegon, Banten, yang bersekongkol memalsukan surat hasil tes usap antigen untuk perjalanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni di Lampung. Sejak Mei 2021, ribuat surat palsu sudah dihasilkan komplotan ini (Kompas, 27/7/2021).
Di Jayapura, Papua, petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Jayapura menemukan sekitar 100 sertifikat vaksinasi Covid-19 palsu selama Juli 2021. Kasus itu teridentifikasi dari hasil pemeriksaan petugas di Pelabuhan Jayapura (Kompas, 27/7/2021).