Kecelakaan Kerja Tambang di Kapuas, Pekerja Asing Jadi Tersangka
Polisi terus menyelidiki kejadian tewasnya dua orang pekerja di salah satu perusahaan tambang di Kapuas, Kalteng. Selain telah menetapkan tersangka, polisi juga menemukan fakta lainnya soal keimigrasian pekerja asing.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Polisi tetapkan CB (50), warga asing, sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Kecelakaan itu menyebabkan dua orang tewas.
Kecelakaan kerja terjadi di lokasi PT Mineral Palangkaraya Prima (MPP) pada Selasa (13/7/2021). Dua orang tewas tertimpa mesin pemurnian pasir. Dua orang tersebut merupakan Albar (20) asal Kapuas dan YH salah satu tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok.
Kejadian itu bermula saat salah satu pekerja bernama Albar (20) bersama tiga pekerja asal Tiongkok sedang mengawasi mesin penghancur batu. Lalu, tiba-tiba corong besar penampung pasir runtuh dan menimpa mereka.
Albar meninggal di tempat, sedangkan YH meninggal di rumah sakit di RS Siloam, Kota Palangkaraya, Kalteng, beberapa hari setelahnya. CB dan seorang temannya juga sempat dirawat di rumah sakit tersebut namun kini sudah pulih dan menjalani pemeriksaan.
Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Kapuas Ajun Komisaris Besar (AKB) Manang Soebeti mengungkapkan, setelah melakukan pemeriksaaan saksi dan penyelidikan pihaknya menetapkan CB sebagai tersangka. CB merupakan tenaga kerja asing yang diduga menggunakan visa kunjungan ke Indonesia. Ia dinilai lalai hingga menyebabkan kecelakaan yang menyebabkan dua orang tewas saat bekerja.
“CB merupakan penanggungjawab sekaligus pengawas pekerjaan pembangunan pabrik pengelolaan, dan pemurnian pasir silica,” kata Manang, Selasa (3/8/2021).
Manang menjelaskan, penetapan tersangka itu dilakukan setelah memeriksa sejumlah saksi dan mengumpulkan barang bukti. Beberapa barang bukti yang didapat antara lain, potongan pipa paralon, potongan pipa spiral, potongan besi yang terlepas dari las-lasan, kantong plastik pasir, dan lima kawat las.
“CB tidak memiliki rencana anggaran biaya, konsultasi kontruksi serta gambar konstruksi bangunan untuk mengetahui jenis bahan bangunan yang digunakan, volume dan kualitas batas maksimum. Itu yang menjadi penyebab kecelakaan,” kata Manang.
Tersangka CB dijerat Pasal 359 KUH Pidana dan Pasal 360 KUH Pidana tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain. Ia diancam penjara paling lama lima tahun.
Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Kismanto Eko Saputro menjelaskan, dari hasil olah TKP yang dilakukan aparat, kontruksi bangunan corong penampung pasir yang terbuat dari besi yang pada bagian kaki tiang tidak dibuatkan pondasi khusus, hanya diletakkan begitu saja di atas semen cor tanpa melekat atau tertanam.
Antara kaki besi dan semen cor itu terdapat plat besi dengan tebal 1,2 sentimeter dengan panjang 60 sentimeter, namun plat besi itu tidak dilengkapi baut.
CB tidak memiliki rencana anggaran biaya, konsultasi kontruksi serta gambar konstruksi bangunan (AKBP Manang Soebeti)
Kemudian, lanjut Eko, semua kerangka besi yang menghubungkan antara tiang pondasi yang satu dengan yang lainnya tidak menggunakan baut sama sekali hanya ditempel dengan cara dilas. “Lebar besi corong yang roboh itu lima meter dengan kedalaman corong itu lima meter lebih, dan di dalamnya masih terdapat sisa pasir jadi bisa dibayangkan beratnya,” katanya. (Kompas, Kamis 15 Juli 2021).
Aparat kepolisian juga menemukan beberapa fakta baru, yakni soal keimigrasian. Dari pemeriksaan dokumen, setidaknya terdapat 12 TKA yang bekerja di lokasi itu hanya memiliki visa kunjungan bukan visa bekerja. "Mereka menggunakan paspor atau visa tinggal kunjungan," ujarnya.
Para TKA, lanjut Manang, membangun dan merakit mesin pengelolaan, serta pemurnian pasir silica atas permintaan PT. MPP, tanpa dilengkapi rencana penggunaan TKA.
Hal itu melanggar Pasal 190 ayat 1 Jo Pasal 42 ayat 1 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut Manang, dalam UU tersebut pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya mengenakan sanksi administrasi atas pelanggaran setiap pemberi kerja yang memperkerjakan TKA.
Perusahaan wajib memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan oleh pemerintah pusat melalui Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, atau Pengawas Ketenagakerjaan. Hal ini secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2021. “Ini akan kami koordinasikan dengan bagian imigrasi di Kalteng, sehingga nanti sanksinya juga bisa diberikan,” kata Manang.