Polda Sumsel Periksa Putri Akidi Tio Terkait Keberadaan Dana Rp 2 Triliun
Akibat bilyet giro tak kunjung cair, Heriyanti, anak bungsu Akidi Tio, dipanggil ke Polda Sumsel untuk memberikan klarifikasi. Jika memang dana itu tidak ada, kasus ini bisa ditarik ke ranah pidana.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Akibat bilyet giro tidak cair, Heriyanti, anak bungsu pengusaha Akidi Tio, dipanggil ke Polda Sumsel untuk memberikan klarifikasi tentang keberadaan uang yang dia janjikan. Kasus ini bisa masuk ke ranah pidana jika memang uang yang dijanjikan tersebut tidak ada.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Komisaris Besar Supriadi kepada media, Senin (2/8/2021), di Palembang. Dia mengatakan, hingga saat ini, Heriyanti masih diperiksa untuk mengklarifikasi uang sebesar Rp 2 triliun yang ingin dia sumbangkan sepekan lalu. ”Kami masih menyelidiki apakah uang itu ada atau tidak,” ucapnya.
Lebih lanjut Supriadi menjelaskan, saat penyerahan bantuan secara simbolis, Heriyanti berjanji akan memberikan uang sebesar Rp 2 triliun melalui bilyet giro. ”Memang mekanisme bilyet giro baru akan cair ketika sudah jatuh tempo,” kata Supriadi.
Acara penyerahan simbolis tersebut diadakan sebagai bentuk keterbukaan karena dana ini nantinya akan digunakan untuk masyarakat. Itulah sebabnya, semua orang diundang untuk menyaksikan penyerahan hibah secara simbolis tersebut.
Tidak hanya Heriyanti, Polda Sumsel juga memanggil Hardi Darmawan, dokter keluarga, untuk dimintai keterangan. Kehadiran Hardi penting karena selain hadir dalam acara penyerahan dana secara simbolis, dia juga merupakan penghubung antara Heriyanti dan Kapolda Sumsel.
Untuk diketahui, lanjut Supriadi, sejak awal Kapolda Sumsel tidak mengenal Heriyanti. Dia hanya kenal dengan Akidi dan Ahong, anak sulung Akidi. Pemberian dana hibah sebanyak Rp 2 triliun itu berasal dari komunikasi antara Hardi dan pihak keluarga.
Sampai saat ini belum ada penetapan status Heriyanti. Dia diundang untuk memberi keterangan, bukan ditangkap. (Supriadi)
”Karena ini merupakan niat baik dari perorangan, tentu harus disambut baik,” ucap Supriadi. Sebab, selama ini bantuan dari beragam kalangan masyarakat juga selalu mengalir.
Supriadi juga mempertegas, sampai saat ini belum ada penetapan status Heriyanti. ”Dia diundang untuk memberi keterangan, bukan ditangkap,” ujarnya.
Apa yang disampaikan Supriadi berkebalikan dengan pernyataan Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Sumsel Komisaris Besar Ratno Kuncoro dalam konferensi pers di Pemprov Sumsel bersama Gubernur Sumsel Herman Deru.
Ratno mengatakan telah menetapkan H sebagai tersangka atas kasus penghinaan terhadap negara. Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan sanksi pidana hingga dua tahun penjara.
Bahkan, dalam kesempatan itu, Herman Deru meminta kasus ini diusut tuntas karena menghadirkan polemik dan keresahan dalam masyarakat, apalagi saat ini warga sedang berada dalam situasi pandemi. Sebenarnya, dia sudah mencurigai adanya kejanggalan dari awal. Itulah alasan dia lebih memilih menerima bantuan dalam bentuk materi, bukan uang.
Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Selatan Hari Widodo mengatakan, penggunaan bilyet giro bisa dilakukan sebagai alat untuk melakukan transfer dana dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu tertentu. ”Jika memang ada dananya, tentu bisa dicairkan,” ucapnya. Menurut dia, bilyet giro hanya alat (tools).
Terkait dana Rp 2 triliun, dia enggan berbicara banyak karena itu masih dalam ranah pemeriksaan kepolisian. ”Mari kita tunggu saja hasil pemeriksaan,” ucapnya. Sebab, memang sejak awal Bank Indonesia tidak mengikuti peristiwa ini.