Belum Terkonfirmasi Diterima, Banyak Usulan Penggunaan Dana Akidi Tio
Gubenur Sumsel Herman Deru sempat memberikan usulan. Uang sebanyak itu bisa digunakan untuk membangun rumah sakit bertaraf internasional, seperti di Singapura.
Bantuan dari keluarga pengusaha mendiang Akidi Tio kepada warga Sumatera Selatan sebesar Rp 2 triliun menjadi perbincangan hangat di Tanah Air walau sampai kini keberadaan uang tersebut belum terkonfirmasi.
Hingga hari keempat penyerahan sumbangan secara simbolis, pihak penerima belum memberikan konfirmasi apakah bantuan itu sudah diterima atau belum. Bahkan, Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru ketika dikonfirmasi terkait perkembangan bantuan, Jumat (30/7/2021), sama sekali tidak mau berkomentar.
”Untuk masalah ini, saya no comment,” ujar Herman. Menurut dia, bantuan tersebut merupakan urusan antara Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Eko Indra Heri sebagai seorang pribadi dan keluarga Akidi.
Adapun Kapolda Sumsel belum berhasil dikonfirmasi. Pada Jumat, Kapolda tengah bertugas ke luar kota.
Baca juga: Pengusaha Bantu Rp 2 Triliun untuk Penanganan Pandemi
Rudi Sutadi, menantu Akidi Tio, mengatakan bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada satuan tugas. ”Kami sudah serahkan semua (uangnya). Terkait pengelolaan dikembalikan ke satgas,” ujar Rudi, Rabu (27/7).
Satgas yang dimaksud Rudi kemungkinan adalah satuan tugas yang dikomandoi oleh Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Eko Indra Heri yang dipercaya untuk mengelola uang dana sumbangan Akidi Tio. Sumbangan itu, menurut Rudi, berasal dari simpanan Akidi yang diwasiatkan agar diberikan kepada warga Palembang saat menghadapi masa sulit.
Keluarga menilai masa pandemi Covid-19 adalah masa tersulit bagi warga Palembang, Sumatera Selatan. Karena itu, tabungan Akidi pun digelontorkan. Dengan bantuan sedemikian besar, banyak hal yang bisa dilakukan oleh Sumsel untuk lepas dari genggaman pandemi.
Baca juga: Sumbangan Rp 2 Triliun Itu Simpanan Akidi Tio
Sarana kesehatan
Apabila bantuan tersebut sudah berpindah tangan, Gubenur Sumsel Herman Deru sempat memberikan usulan. Uang itu sebanyak itu bisa digunakan untuk membangun rumah sakit bertaraf internasional seperti di Singapura. Jika menakar pada biaya pembangunan RSUD Sumsel Siti Fatimah Palembang dengan nilai invetasi Rp 589 miliar, uang Akidi bisa digunakan untuk membangun tiga rumah sakit serupa di Sumsel.
Adapun epidemiolog dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Iche Andriyani Liberty, menyarankan bantuan setara dengan 18,5 persen APBD Sumsel tahun 2021 ini bisa digunakan untuk memperkuat kapasitas laboratorium reaksi berantai polimerase (PCR) di Sumsel. Sampai kini, jumlah laboratorium di Sumsel mencapai 15 laboratorium berkapasitas total 2.000 spesimen.
Untuk masalah ini, saya no comment.
Pakar mikrobiologi Unsri, Yuwono, memerinci investasi yang diperlukan untuk membuat satu laboratorium PCR sekitar Rp 2 miliar. Jika uang Akidi digunakan seluruhnya untuk membangun laboratorium PCR berarti Sumsel bisa membuat sekitar 1.000 laboratorium PCR.
Jika rata-rata laboratorium itu sebanding dengan kapasitas Balai Besar Laboratorium Kesehatan Palembang, yakni sebanyak 1.000 spesimen per hari, berarti Sumsel bisa memeriksa sekitar 1.000.000 spesimen setiap harinya. Dengan jumlah penduduk Sumsel sekitar 8,6 juta orang, pemeriksaan secara keseluruhan bisa terealisasi hanya dalam waktu sekitar sembilan hari.
Namun, Sumsel tidak perlu melakukan PCR sebanyak itu karena menurut Iche standar pelacakan dan pemeriksaan yang ditetapkan, yakni 8.600 orang per minggu. ”Uang tersebut bisa digunakan untuk membeli bahan baku reagen sehingga pengelolaan laboratorium yang sudah ada bisa optimal,” ucapnya.
Selain itu, Iche juga menyarankan agar uang tersebut bisa digunakan untuk membeli perangkat whole genome sequencing (WGS) untuk mendeteksi jenis virus yang ada di Sumsel. Yuwono menaksir harga perangkat itu sekitar Rp 2 miliar.
Baca juga: Pesan Berharga dari Akidi Tio
Itu berarti Sumsel bisa membeli sekitar 1.000 WGS. Harapannya, alat tersebut bisa mendeteksi jenis virus yang ada di setiap sampel sehingga risiko penularan bisa diminimalisasi.
Namun, menurut Yuwono, nantinya akan ada konsorsium sejumlah perusahaan energi yang akan memberikan bantuan satu perangkat WGS kepada masing-masing provinsi di Indonesia. Jadi, pembelian WGS belum begitu mendesak.
Yuwono menilai perangkat yang paling mendesak adalah ventilator karena tidak semua rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan memilikinya. Yuwono menaksir harga ventilator per unit sekitar Rp 500 juta. Dengan uang milik Akidi, Sumsel bisa mendapatkan 4.000 ventilator.
Namun, Yuwono menilai, tambahan 100 unit saja sudah sangat membantu agar mereka yang dalam kondisi kritis dapat segera tertangani. Ini perlu karena sekitar 4 persen dari jumlah warga yang terkonfirmasi positif merupakan orang yang berada dalam kondisi butuh bantuan ventilator.
Mempercepat vaksinasi
Di sisi lain, Yuwono menyarankan agar uang tersebut bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan vaksin yang masih menjadi kendala di Sumsel. Hingga saat ini, jumlah dosis yang dikirim ke Sumsel mencapai 1,8 juta dan vaksin yang sudah disalurkan sejumlah 1,6 juta artinya baru 800.000 warga Sumsel yang sudah divaksin atau hanya 5,1 persen dari total sasaran vaksinasi di Sumsel berkisar 6,4 juta orang.
Jika mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No 4643/2021 harga tertinggi untuk vaksin gotong royong sebesar Rp 321.660 per dosis, belum termasuk pajak. Sementara harga pelayanan vaksinasi maksimal Rp 117.910 per dosis, tidak termasuk pajak.
Vaksin Sinopharm, misalnya, memerlukan dua dosis penyuntikan agar efektif. Dengan perhitungan sederhana, untuk satu dosis penyuntikan vaksin, perusahaan harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp 439.570 dan menjadi Rp 879.140 per karyawan untuk vaksin lengkap.
Baca juga: Bantuan Akidi Tio untuk Tekan Penularan dan Kematian di Sumsel
Dengan uang Rp 2 triliun, Sumsel bisa membeli vaksin lengkap untuk 2.274.950 orang atau membantu sekitar 35,5 persen dari total sasaran vaksinasi di Sumsel sebanyak 6,4 juta orang. Apabila hal itu dilakukan, dimungkinkan Sumsel bisa mencapai kekebalan komunal lebih cepat dari target semula, yakni di awal 2022.
Kebutuhan beras
Saran lain, ujar Yuwono, uang tersebut bisa digunakan untuk membeli beras bagi masyarakat selama pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4. Data Dinas Sosial Sumatera Selatan, ada sekitar 800.000 keluarga yang terdampak pandemi. Untuk membantu mereka, sejumlah pihak menyalurkan bantuan beras medium berukuran 10 kilogram (kg) untuk satu keluarga.
Jika harga beras medium bulog sebesar Rp 8.907 per kg, berarti, dengan bantuan Akidi, Sumsel bisa membeli beras berkualitas medium sekitar 224.542 ton. Dengan kebutuhan beras di Sumsel sebanyak 810.164 ton per tahun, jumlah beras sebanyak itu bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan beras seluruh warga Sumsel selama 4 bulan.
Warga miskin
Bantuan Akidi juga bisa digunakan untuk membantu warga miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel mencatat, pada September 2020 jumlah warga miskin di Sumsel mencapai 1.119.650 orang atau 12,98 persen dari total penduduk di Sumsel, yakni 8,6 juta.
Adapun angka garis kemiskinan di Sumsel per September 2021 sekitar Rp 441.259 per orang per bulan. Dengan uang Akidi, setiap warga miskin di Sumsel bisa tersantuni selama 4 bulan.
Namun, apa pun bentuk bantuannya, pengamat sosial Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Abdullah Idi, mengatakan, pandemi diharapkan menjadi pemicu orang yang berkemampuan menyisihkan kekayaannya bagi orang yang membutuhkan. Dengan bantuan ini, diharapkan Sumsel bisa keluar dari pandemi sesegera mungkin. Semoga.