Aktivitas Gunung Ili Lewotolok Tinggi, Radius 3 Km Diminta Steril
Gunung Ili Lewotolok di Lembata, Nusa Tenggara Timur, masih berpotensi erupsi. Salah satu potensi bahayanya berupa ancaman lontaran lava pijar. Warga diimbau tidak beraktivitas dalam radius 3 kilometer dari puncak.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Aktivitas vulkanik Gunung Ili Lewotolok di Lembata, Nusa Tenggara Timur, masih tinggi. Potensi bahayanya beragam, mulai dari lontaran lava pijar, hujan abu, longsoran material lapuk, gas beracun di sekitar kawah, dan lahar hujan. Badan Geologi merekomendasikan warga tidak beraktivitas dalam radius 3 kilometer untuk mengantisipasi ancaman tersebut.
Erupsi disertai lontaran lava pijar memicu kebakaran hutan di sekitar lereng Gunung Ili Lewotolok, Rabu (28/7/2021). Dua hari berselang, kembali terjadi erupsi dengan lontaran lava pijar sejauh 1 kilometer ke arah tenggara.
”Intensitas erupsi masih tinggi dengan ancaman bahaya berupa lontaran lava pijar ke segala arah. Dengan faktor cuaca yang panas dan kering (musim kemarau), lontaran lava pijar masih dimungkinkan dapat mengakibatkan kebakaran di sekitar gunung,” ujar Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono melalui keterangan tertulis di Bandung, Jawa Barat, Minggu (1/8/2021).
Kebakaran di lereng gunung diperkirakan mencapai 2 kilometer dari puncak. Area kebakaran masih berada di dalam radius bahaya 3 kilometer yang telah ditetapkan Badan Geologi.
Status Gunung Ili Lewotolok naik menjadi Level III (Siaga) sejak 29 November 2020. Erupsi berlangsung secara fluktuatif dan didominasi tipe Strombolian yang disertai lontaran lava pijar.
Dengan masih tingginya aktivitas gunung tersebut, Badan Geologi mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Pengunjung, pendaki, dan wisatawan diimbau tidak beraktivitas dalam radius 3 km dari puncak. Warga Desa Jontona, Kabupaten Lembata, diminta selalu mewaspadai ancaman longsoran material lapuk dan dapat disertai awan panas dari sisi tenggara puncak.
Eko menyebutkan, potensi bahaya abu vulkanik dapat mengakibatkan gangguan pernapasan dan gangguan kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, masyarakat di sekitar gunung disarankan menyiapkan masker penutup hidung dan mulut serta perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit.
Status Gunung Ili Lewotolok naik menjadi Level III (Siaga) sejak 29 November 2020. Erupsi berlangsung secara fluktuatif dan didominasi tipe Strombolian yang disertai lontaran lava pijar
Ancaman bahaya lainnya adalah potensi lahar hujan. Warga yang bermukim di sekitar aliran sungai yang berhulu di sekitar puncak diingatkan untuk mewaspadai bahaya tersebut, terutama saat hujan.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyebutkan, pihaknya mengerahkan helikopter water bombing untuk membantu memadamkan api di lereng Gunung Ili Lewotolok. Kebakaran dikhawatirkan akan mengancam rumah-rumah adat, lahan, dan permukiman warga.
”BNPB masih terus memonitor kondisi penanganan kebakaran hutan dan lahan serta berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Lembata,” ujarnya.
Gunung Dieng
Sementara itu, semburan lumpur terjadi di Kawah Siglagah di kompleks Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, Jumat (30/7). Semburan sejauh 10 meter dengan tinggi 1-3 meter tersebut diikuti suara dentuman.
Eko menyebutkan, semburan lumpur tidak didahului kenaikan gempa-gempa vulkanik yang signifikan. Hal ini menandakan tidak ada suplai magma ke permukaan. Aktivitas Gunung Dieng berstatus Level I (Normal) sejak 2 Oktober 2017.
Semburan disebabkan kelebihan tekanan dan aktivitas permukaan kawah. ”Saat ini, potensi erupsi freatik di kawah Siglagah masih bisa terjadi tanpa didahului peningkatan aktivitas, baik secara visual maupun kegempaan. Potensi ancaman bahayanya berupa semburan lumpur di sekitar kawah,” ujarnya.