Ribuan Pengungsi Gunung Ile Lewotolok Menjalani Tes Cepat
Ribuan pengungsi gunung Ile Lewotolok di Lembata, Nusa Tenggara Timur menjalani tes cepat secara bertahap untuk memastikan kondisi kesehatan mereka setelah satu pekan berada di lokasi pengungsian.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
LEWOLEBA, KOMPAS — Ribuan pengungsi gunung Ile Lewotolok di Lembata, Nusa Tenggara Timur, menjalani tes cepat secara bertahap untuk memastikan kondisi kesehatan mereka setelah satu pekan berada di lokasi pengungsian. Jika ada pengungsi yang dinyatakan positif Covid-19 segera ditangani sehingga tidak menyebar.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday dihubungi di Lewoleba, Lembata, Sabtu (4/12/2020), mengatakan, pengungsi terus berdatangan ke Lewoleba. Mereka menyelamatkan diri dari abu vulkanik gunung Ile Lewotolok setelah terjadi erupsi, Minggu (29/11), dan antisipasi erupsi susulan. Gemuruh dan dentuman masih terjadi di kawah Gunung Ile Lewotolok sampai hari ini, setelah erupsi dahsyat hari Minggu itu.
Lembata menghadapi dua bencana, yakni pandemi Covid-19 dan juga erupsi gunung Ile Lewotolok. Terkait pandemi Covid-19, penumpukan pengungsi di Lewoleba berpeluang terjadi penularan virus korona setelah satu pekan di tempat pengungsian. Mereka bercampur dengan semua kalangan sehingga potensi terjadi penularan Covid-19 sangat terbuka.
”Karena itu, hari ini pemkab memutuskan melakukan tes cepat terhadap semua pengungsi. Kami mulai dari yang berada di kantor bupati lama, berjumlah sekitar 4.000 orang. Tidak hanya kelompok rentan, tetapi semua kelompok usia termasuk anak-anak, remaja, dan kelompok anak muda,” kata Langoday.
Jumlah pengungsi sampai hari ini mencapai 9.023 orang tersebar di 23 titik di Lewoleba. Mereka akan menjalani tes cepat secara bertahap.
Pengungsi yang bergabung di rumah penduduk akan dipisahkan di beberapa rumah biara katolik dan gedung gereja setelah itu dilakukan tes cepat terhadap mereka. Jika ada di antara mereka reaktif, tes serupa dilakukan terhadap semua anggota keluarga yang sebelumnya menampung pengungsi.
Hari ini pemkab memutuskan melakukan tes cepat terhadap semua pengungsi. Kami mulai dari yang berada di kantor bupati lama, berjumlah sekitar 4.000 orang. Tidak hanya kelompok rentan, tetapi semua kelompok usia termasuk anak-anak, remaja, dan kelompok anak muda. (Thomas Ola Langoday)
Mereka yang reaktif dilanjutkan dengan tes usap untuk memastikan apakah yang bersangkutan positif Covid-19 atau tidak. Mereka yang positif dilanjutkan dengan isolasi pasien bersangkutan di rumah sakit atau pusat isolasi mandiri, dan pelacakan terhadap orang-orang yang pernah melakukan kontak erat. Tentunya juga terhadap anggota keluarga, teman-teman, dan pengungsi lain yang sempat berinteraksi dengan pasien itu.
Hasil tes cepat tidak reaktif, ditindaklanjuti dengan pemisahan pengungsi berdasarkan anggota keluarga masing-masing. Setiap tenda ditempati satu sampai dua keluarga, sesuai ukuran tenda. Jika ada dua keluarga dalam satu tenda, diberikan sekat atau pembatas.
Kegiatan tes cepat dilakukan perawat dan dokter dari tiga puskesmas dan dua puskesmas pembantu yang ada di Kecamatan Ile Ape Timur dan Kecamatan Ile Ape, dibantu tenaga medis dan para medis dari RSUD Lewoleba, dan sejumlah Puskesmas di Lewoleba. Keterlibatkan petugas kesehatan dari RSUD dan Puskesmas di Lewoleba diatur sedemikian agar tidak mengganggu pelayanan bagi masyarakat biasa.
Pengungsi juga diberikan masker, tempat cuci tangan dengan sabun di setiap lokasi pengungsian, dan selalu diingatkan agar menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. Sebelum datang ke tempat dapur untuk untuk makan bersama, mereka diwajibkan mencuci tangan terlebih dahulu. Setiap melakukan antrean diupayakan agar tetap menjaga jarak.
Data dari Sekretariat Satgas Covid-19 NTT menyebutkan, jumlah kasus positif Covid-19 di Lembata sebanyak 32 pasien, 32 sudah dinyatakan sembuh, satu pasien masih dirawat di RSUD Lembata. Penyebaran pasien Covid-19 di Lembata ini melalui transmisi lokal dan pelaku perjalanan.
Penjabat Kepala Desa Aulesa Kecamatan Ile Ape Timur Frans Mitak yang berada di lokasi pengungsian di kantor bupati lama mengatakan, berterima kasih kepada pemda Lembata yang melakukan tes cepat terhadap para pengungsi.
Dengan ini, setiap pengungsi mengetahui kondisi kesehatan masing-masing kemudian berupaya terus menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Mereka yang dinyatakan reaktif segera ditangani lebih lanjut sehingga tidak menyebarkan kasus baru kepada orang lain.
Sementara itu Satgas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Sumba Barat Daya, Bernadus Bulu mengatakan, delapan tenaga kesehatan di Puskesmas Waimangura dinyatakan positif Covid-19. Dengan demikian, puskesmas itu ditutup sejak 4-15 Desember 2020. Sekitar 20 tenaga kesehatan menjalani isolasi mandiri, selanjutnya melakukan tes usap untuk dikirim ke RSUD Yohannes di Kupang.
”Jumlah tenaga kesehatan ini termasuk sangat terbatas untuk ukuran puskesmas yang melayani ribuan warga. Hanya pasien darurat yang diterima, sedangkan pasien lain diarahkan ke puskesmas terdekat,” kata Bernadus.
Ia mengatakan, penyebaran Covid-19 di Sumba Barat Daya melalui transmisi lokal sangat mengkhawatirkan. Semua orang tidak peduli dengan protokol kesehatan yang disampaikan pemerintah, yakni mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Terjadi kerumunan warga di pasar-pasar, pusat perbelanjaan, dan pesta-pesta serta kumpul keluarga untuk acara tertentu.
Jumlah kasus positif Covid-19 di Sumba Barat Daya sebanyak 45 pasien, 30 orang dinyatakan sembuh, dan 15 masih dalam perawatan. Penyebaran kasus ini pun sebagian besar melalui transmisi lokal.
Dengan ini sudah tujuh puskesmas di NTT ditutup sementara, termasuk enam di Kota Kupang, yang telah beroperasi kembali.
Jumlah kasus Covid-19 di NTT pada 4 Desember 2020 sebanyak 1.344 orang, pasien sembuh 739 orang, meninggal sebanyak 25 orang, dan sedang dirawat mencapai 580 pasien tersebar di 12 rumah sakit dan delapan tempat isolasi terpusat, dan ratusan pasien isolasi mandiri.