Pelaku UMKM Kalteng Membantu Makanan dan Minuman Warga Isoman
Gerakan rakyat bantu rakyat atau warga bantu warga dan banyak sebutan lain menular hingga ke daerah-daerah. Gerakan protes itu memberikan solusi untuk menjaga mereka yang sedang menjalani isolasi mandiri.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Gerakan warga Kalimantan Tengah yang membantu warga lain yang sedang menjalani isolasi mandiri menjadi gerakan protes terhadap pemerintah karena dinilai tidak memiliki kebijakan solutif. Menurut mereka, masih banyak warga isolasi mandiri yang kebutuhannya tidak terpenuhi.
Di Palangkaraya, gerakan membantu warga yang menjalani isolasi mandiri (isoman) itu diawali oleh kelompok pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Huma Gawin Ikei. Kelompok yang terdiri atas 15 anggota pengusaha UMKM itu membantu warga dengan memberikan minuman jahe merah dan makanan kepada warga isoman.
Ketua Huma Gawin Ikei (HGI) Kota Palangkaraya Nindita Nareswari menjelaskan, gerakan itu merupakan inisiatif para pengusaha UMKM untuk bisa bergerak membantu warga lain yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup selama melaksanakan isoman. Menurut dia, masih banyak warga isoman yang tidak mendapatkan bantuan sosial, bahkan tidak terdata sebagai orang yang terpapar Covid-19.
”Kami membantu seadanya yang bisa kami bantu, niatnya itu. Tetapi, gerakan ini juga bentuk protes kami terhadap pemerintah,” kata Nindita di Palangkaraya, Rabu (28/7/2021).
Gerakan protes itu muncul, lanjutnya, lantaran sampai saat ini ia menilai masih banyak warga yang tidak tahu harus berbuat apa saat melakukan isolasi mandiri. Hal itu bisa dinilai akibat sosialisasi yang minim dari pemerintah. Selain itu, yang paling penting menurut Nindita, masih banyak warga yang melakukan isolasi mandiri tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan masih ada yang tidak mendapatkan bantuan.
Sayang uang untuk bayar kurirnya, lebih baik digunakan untuk menambah pasokan minuman jahe jadi lebih banyak, karena dalam seminggu itu permintaannya terus ada.
”Sebagian besar orang-orang yang kami bantu itu memiliki penghasilan harian, yang kemudian menjadi tidak berpenghasilan lantaran isolasi mandiri. Begitu juga kami di kelompok UMKM pasti terdampak. Tetapi, kami masih bisa membantu sebisa kami,” kata Nindita.
Setelah ia mengunggah rencana itu ke media sosial, begitu banyak orang yang menghubunginya untuk meminta bantuan. Ia pun bersama semua anggota HGI mencoba untuk memenuhi permintaan itu meski terbatas.
Jahe merah
Salah seorang anggota HGI, Cucu Damayanti, membuat minuman jahe merah untuk warga yang menjalani isoman. Dalam sehari, Cucu bisa menghabiskan setidaknya 50 botol berisi lebih kurang 250 militer minuman jahe merah untuk 10-20 rumah. Satu rumah bisa ada dua hingga empat orang yang menjalani isoman.
Cucu menyebutkan, 1 kilogram jahe merah yang ia beli di pasar bisa menghasilkan lebih kurang 20 botol. Ia kemudian menyewa kurir untuk mengantarkan minuman tersebut ke rumah warga. Namun, seminggu terakhir ada Paulus Alfons, dosen di Universitas Palangka Raya, yang membantunya mengantarkan minuman gratis tersebut.
”Sayang uang untuk bayar kurirnya. Lebih baik digunakan untuk menambah pasokan minuman jahenya jadi lebih banyak lagi yang dapat karena dalam seminggu itu permintaannya terus ada,” kata Paulus.
Selain minuman jahe, kelompok HGI juga menyediakan makanan untuk warga isoman. Makanan itu diberikan dua kali sehari selama 14 hari, bahkan sampai mereka sembuh.
Gerakan serupa juga dilakukan di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat. Bagas Dwi Nugrahanto (30), yang kesehariannya bekerja sebagai jurnalis dan di salah satu LSM di kota itu, menamai gerakannya Saling Bantu-Saling Jaga. Di media sosial, mereka menggunakan akun bernama @rakyatbanturakyat_pbun.
Selama Juli ini, ia dan 10 temannya mendampingi 14 orang terpapar Covid-19 yang tersebar di beberapa desa. Mereka memberi makanan tiga kali sehari hingga menyediakan kebutuhan obat.
Bagas begitu prihatin karena banyak warga isoman yang tidak terurus, terutama karena tidak memiliki keluarga, perantau, atau yang takut diberi stigma. ”Masih ada kepala desa atau RT setempat yang tidak tahu kalau punya warga yang terpapar. Itu kan ironis,” katanya.
Tugas para sukarelawan itu, lanjut Bagas, memastikan mereka yang menjalani isoman untuk tidak keluar rumah dan sebisa mungkin menyediakan kebutuhan mereka. Bagas sadar, yang ia bantu itu bisa orang miskin atau kaya. Namun, ia tidak peduli. Ia tahu, semua orang saat isolasi mandiri butuh dibantu atau akan berbahaya bagi orang lain ketika mereka mulai keluar rumah.