Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendorong pemerintah daerah segera mempercepat realisasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Jika pemda lamban, anggaran tersebut bisa ditarik ke pemerintah pusat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Serapan anggaran untuk penanganan Covid-19 dalam APBD 2021 belum memuaskan. Padahal, realisasi belanja bisa membantu warga terdampak pandemi. Pemerintah pusat bakal mengambil dana tersebut jika pemda masih lamban bertindak.
Saat berkunjung ke Kantor Bupati Cirebon, Jawa Barat, Rabu (28/7/2021) sore, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kembali mengatakan, realisasi belanja daerah masih berkisar 30 persen. ”Seharusnya realisasinya di atas 50 persen. Ini akan meningkatkan daya beli masyarakat,” katanya.
Tito juga mengingatkan, 8 persen dari dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) tahun anggaran 2021 yang diperoleh daerah seharusnya digunakan untuk anggaran penanganan pandemi, seperti program vaksinasi Covid-19, dukungan untuk kelurahan, dan insentif tenaga kesehatan (nakes).
Di Cirebon, misalnya, insentif nakes baru sekitar 16 persen dari Rp 54 miliar. Padahal, nakes yang berhadapan langsung dengan pasien Covid-19 membutuhkan insentif untuk mendukung kinerjanya. ”Tolong, (realisasi) ini ditingkatkan dan dicairkan kepada mereka yang berhak,” ujar Tito.
Realisasi belanja daerah juga dapat menolong warga terdampak pandemi melalui bantuan sosial. Apalagi, pemerintah menggelontorkan banyak jaring pengaman sosial, seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Pemda diminta menyampaikan program itu secara transparan kepada masyarakat.
Tito mengakui, terdapat beberapa faktor pemicu rendahnya serapan anggaran oleh pemda. Pertama, adanya sisa lebih pembiayaan anggaran tahun sebelumnya yang harus diverifikasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ada juga dana bagi hasil dari pemerintah provinsi yang belum diaudit BPK.
Kedua, ada pemda yang menyimpan anggarannya di bank dengan harapan bunga dari dana tersebut. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menyatakan, total simpanan pemda di perbankan pada akhir Mei 2021 mencapai Rp 172,55 triliun (Kompas, 19/7/2021).
Ketiga, pemda telat dalam proses lelang. Keempat, pemda khawatir diperiksa oleh penegak hukum saat mencairkan anggaran. ”Kami sudah koordinasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung agar mengedepankan pendampingan supaya kepala daerah berani mencairkan anggarannya,” kata mantan Kapolri ini.
Kelima, kendala kepala daerah yang baru terpilih dalam Pilkada 2020. Mereka masih terpaku memenuhi janji politiknya sehingga mengubah alokasi APBD. Ada juga kepala daerah yang tidak mengetahui detail porsi anggaran penanganan Covid-19.
Kalau kami anggap tidak bergerak anggarannya, misalnya, untuk insentif nakes, ya, sudah porsi anggaran nakesnya kami ambil. (Tito Karnavian)
Pihaknya akan memberikan teguran tertulis jika pemda tidak membelanjakan anggaran itu, termasuk mengumumkan kepada publik terkait daerah yang lamban dalam realisasi anggaran. Kemendagri bersama Kementerian Keuangan akan mengevaluasi pencairan DAU ke pemda setiap bulan.
”Kalau kami anggap tidak bergerak anggarannya, misalnya, untuk insentif nakes, ya, sudah porsi anggaran nakesnya kami ambil. Pemerintah pusat lalu menyalurkan ke Kementerian Kesehatan baru langsung ke nakesnya. Namun, ini, kan, enggak enak,” katanya. Kebijakan itu, lanjutnya, sudah dilakukan untuk pelaksanaan vaksinasi yang melibatkan TNI/Polri.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong seluruh pemda agar segera mencairkan anggaran penanganan Covid-19, terutama insentif nakes. ”Itu menjadi atensi yang sangat serius Bapak Presiden (Joko Widodo). Kami tidak akan berhenti monitor itu,” ujar Tito yang telah mengunjungi Depok, Tangerang, dan Indramayu.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengakui serapan anggaran masih kurang. Terkait penyebab minimnya realisasi anggaran, ia mengatakan, ”Mungkin ada pejabat (organisasi perangkat daerah) yang baru dilantik, pejabat masih Plt (pelaksana tugas). Kami akan rapatkan lagi.”