Mendaki Rinjani, Memungut 1,6 Ton Sampah Pendaki
Mendaki gunung tidak semata soal menaklukkan puncak, tetapi juga menaklukkan egoisme diri.
Udara dingin memeluk kawasan Bawak Nao, Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (7/7/2021) pagi, alasan kuat enggan beranjak dari tempat tidur. Namun, tidak dengan 58 pendaki yang pagi itu telah bergerak menuju Pelawangan Sembalun.
Tujuan mereka kali ini bukanlah sekadar mendaki, melainkan menjalani misi mulia mengumpulkan sampah-sampah di salah satu jalur resmi pendakian gunung api tertinggi kedua di Indonesia itu. Mirip sebuah ritual pembersihan.
Baca juga: Setelah Rinjani Dibuka Kembali
Sejak dari Bawak Nao, mereka yang terdiri dari 50 porter dan 6 pemandu pendakian dari Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, dan 2 inisiator kegiatan—Karyadi dan Benjamin Ortega—telah mulai memungut sampah yang mereka temukan.
Hal itu mereka lakukan sepanjang perjalanan dari Bawak Nao, sekitar 93 kilometer timur laut Mataram, ibu kota NTB, menuju Pelawangan Sembalun yang berada di ketinggian 2.641 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dalam waktu normal ditambah istirahat, waktu yang dibutuhkan 5-6 jam.
”Hari pertama, kami memungut sampah dalam perjalanan dari Bawak Nao sampai Pelawangan Sembalun. Setelah itu, kami menginap dua malam di Pelawangan Sembalun,” kata Karyadi yang juga pemilik Green Rinjani, sebuah Trekking Organizer dan Tour Travel.
Lihat juga: Melepas Rindu pada Rinjani
Pelawangan Sembalun merupakan titik terakhir pendakian Rinjani melalui pintu Sembalun. Dari titik ini, pendaki kemudian berkemah dan melanjutkan pendakian, baik ke puncak Rinjani maupun ke Danau Segara Anak.
Dari tenda-tenda mereka di Pelawangan Sembalun, pendaki bisa menikmati keindahan lanskap Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.724 mdpl itu. Saat cuaca bagus, dari sana pendaki bisa melihat langsung Danau Segara Anak atau kaldera Rinjani, termasuk Gunung Barujari di sisi timur danau.
Jumlah sampah yang berhasil dikumpulkan selama tiga hari mencapai 1,6 ton. Menurut Karyadi, sampah tersebut terdiri dari sampah plastik, botol kaca, gas kaleng, dan lainnya. Semua diwadahi karung-karung besar.
Kepedulian
Karyadi mengatakan, kegiatan bertajuk ”Rinjani Clean Up by Green Rinjani with Benjamin Ortega” itu adalah bentuk kepedulian mereka terhadap alam, khususnya Rinjani. Apalagi gunung berapi yang kerap disebut ”Ibu” bagi Pulau Lombok itu adalah sumber kehidupan untuk masyarakat Lombok.
Baca juga: Savana Propok, Si Cantik di Kaki Gunung Rinjani
”Gunung Rinjani adalah sumber mata air untuk masyarakat Lombok, baik Utara, Timur, dan Tengah. Selain itu, Rinjani adalah destinasi pendakian paling populer di NTB, bahkan Indonesia,” kata Karyadi.
Berdasarkan data Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, meski cenderung menurun dalam lima tahun terakhir, jumlah pendaki Rinjani masih cukup tinggi. Itu termasuk tahun 2018 saat gempa melanda Lombok dan tahun 2020 sejak pandemi Covid-19.
Rinjani memiliki enam jalur resmi pendakian yang tersebar di sejumlah tempat, seperti Sembalun, Timbanuh, dan Teta Batu (Lombok Timur), Senaru dan Torean (Lombok Utara), serta Aik Berik (Lombok Tengah).
Baca juga: Rehat Sejenak Menikmati Elok Savana Propok
Total jumlah pendaki sepanjang 2016-2020 mencapai 215.876 orang. Jika dirincikan, pada 2016 ada 80.758 pendaki, kemudian tahun 2017 turun menjadi 69.675 orang, dan pada 2018 saat gempa melanda Lombok sebanyak 40.633 orang.
Sementara pada 2019, jumlah pendaki turun menjadi 17.171 orang. Kondisi ini salah satunya dipicu seringnya penutupan pendakian karena ada pemulihan jalur pascagempa. Adapun 2020, jumlah pendaki turun drastis ke 7.639 orang karena pandemi.
Banyaknya pendaki sering kali berimbas pada persoalan sampah. Seperti Kompas alami, tidak sulit menemukan sampah pada jalur pendakian Rinjani jalur Sembalun. Itu termasuk di pos-pos yang digunakan pendaki beristirahat. Sembari istirahat, mereka minum dan menikmati bekal perjalanan.
Bagi yang peduli, sampah mereka masukkan dalam kantong plastik, lalu dibawa dalam ransel. Namun, tidak sedikit yang membiarkannya teronggok mencemari pemandangan dan lingkungan.
Menurut Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia NTB Muhammad Hijazi Noor, Balai TNGR sebenarnya telah memiliki prosedur standar operasi (SOP) untuk menangani sampah sejak 2018. Lalu, diperkuat lagi seperti tertuang dalam Keputusan Kepala Balai TNGR Nomor SK.103/T.39/TU/KSA/07/2020 tentang Revisi SOP Pendakian TNGR (SOP 2018).
Di sana, tercantum kewajiban calon pendaki, salah satunya mengisi formulir berisi daftar barang bawaan pendaki yang berpotensi menghasilkan sampah. Daftar itu wajib diisi pada aplikasi eRinjani saat pengunjung akan mendaftar mendaki Rinjani.
Setelah mendaki, pengunjung diwajibkan melapor ke petugas di pintu keluar pendakian untuk verifikasi bahwa pendakian telah berakhir dan memastikan lama kunjungan sesuai tiket masuk. Juga menyerahkan sampah sesuai dengan data daftar sampah sebelumnya. Ada sanksi blacklist jika tidak mematuhinya.
”Tetapi, memang masih ada pendaki yang tidak membawa sampahnya turun. Baik itu porter gunung, pemandu, maupun pendaki baru,” kata Hijazi.
Menurut dia, pendaki-pendaki yang dimaksud biasanya dari pengelola usaha pendakian (TO) yang tidak terdaftar dan membuka pendakian terbuka menggunakan porter atau pemandu gunung lokal. Kelompok ini sampai sekarang masih sulit dideteksi.
Hijazi mengatakan, sampah menjadi salah satu persoalan Rinjani. Oleh karena itu, ia mengapresiasi kegiatan bersih-bersih yang dilakukan Karyadi dan Benjamin. ”Sangat senang ada kegiatan selain kegiatan rutin oleh pihak TNGR. Kami juga melakukannya pada akhir 2020 dan berhasil mengumpulkan 200 kilogram lebih sampah,” katanya.
Menurut Karyadi, kepedulian terhadap Rinjani sangatlah penting. Jika tidak, keindahan Rinjani yang masyhur akan ternodai sampah yang membawa hal buruk. ”Sebelum itu terjadi, kita semua harus saling dukung satu sama lain untuk membersihkan dan menjaga kelestarian Rinjani,” kata Karyadi.
Benjamin, melalui akun Instagram @benjaminortega, menulis secara khusus tentang kegiatan ini. Menurut pembuat film asal Perancis itu, ia tidak menyangka bisa ambil bagian dalam kegiatan yang ia sebut sukses tersebut.
”Sebuah kegiatan bersih-bersih terbesar yang pernah dilakukan di sana,” kata Benjamin yang akan membuat dokumenter tentang kegiatan tersebut.
Menurut Benjamin, ia kagum bagaimana berbagai pihak, termasuk Karyadi dari Green Rinjani, bekerja sama menyukseskan kegiatan itu. Juga dukungan dari banyak orang untuk penggalangan dana.
Baca juga: Tete Batu Jadi Jalur Pendakian Baru Rinjani
”Kami berhasil menjual 2.312 roti bakar secara daring. Itu digunakan untuk membayar 50 porter yang terlibat, juga logistik, tiket, dan asuransi mereka,” tulis Benjamin untuk lebih dari 354.000 pengikutnya yang memberikan respons positif di Instagram.
Sebagaimana Benjamin dan Karyadi yang antusias bersih-bersih Rinjani, siapa pun patut melakukan hal yang sama. Sejatinya, mendaki tidak semata hanya soal menaklukkan puncak, tetapi juga egoisme diri, termasuk bagaimana memperlakukan logistik pendakian.