Gempa bermagnitudo 5,3 mengguncang Mamasa, Sulbar, Kamis dini hari. Trauma pascagempa Mamuju dan Majene Januari lalu sempat membuat warga panik. Namun, aktivitas kini berangsur normal walau tetap siaga.
Oleh
Reny Sri Ayu/Videlis Jemali
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Aktivitas warga di Kabupaten Mamasa dan beberapa kabupaten lain di Sulawesi Barat kembali normal pascagempa yang melanda wilayah itu pada Kamis (22/7/2021) dini hari. Walau demikian, warga tetap siaga mengantisipasi kemungkinan gempa susulan.
Gempa tektonik dengan kekuatan magnitudo 5,3 mengguncang Kabupaten Mamasa pada Kamis sekitar pukul 01.45 Wita. Pada akun Instagram resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) disebutkan episentrum gempa berada sekitar 6 kilometer arah tenggara Mamasa pada kedalaman 10 kilometer.
Jenis dan mekanisme gempa disebut sebagai gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar lokal. Guncangan gempa dirasakan III-IV skala MMI di wilayah Mamasa, Majene, Kaluku, hingga Mamuju. Gempa ini juga disebut tak berpotensi tsunami.
”Saat gempa semalam, saya kaget dan segera keluar rumah. Tetangga juga pada keluar. Kami bersiaga di jalan depan rumah maupun teras. Beberapa kali kami merasakan gempa susulan, tapi dengan guncangan lebih kecil,” kata Arthur Dwijaya (39), warga Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Kamis pagi.
Jelang subuh, kata Arthur, warga kembali ke rumah. Namun, pintu tetap dibiarkan terbuka untuk berjaga-jaga jika gempa kembali mengguncang. Sebagian warga lain memilih tidur di teras. Pagi ini aktivitas telah kembali normal.
Farhan (42), warga Kabupaten Majene, menuturkan, dirinya bersama anggota keluarga terbangun dari tidur karena getaran gempa. ”Gempa terasa sampai sekitar 10 detik, cukup kuat,” katanya.
Mereka pun sempat keluar rumah untuk berjaga-jaga. Setelah tak ada lagi gempa susulan, mereka kembali ke rumah, tetapi tetap dalam kewaspadaan. ”Kami tak mengunci pintu rumah agar gampang evakuasi. Informasi-informasi untuk tetap waspada juga bertebaran di grup-grup percakapan. Hingga Kamis pagi ini, aktivitas warga secara umum tetap normal, tetapi dalam kewaspadaan,” katanya.
Trauma akibat gempa besar pada 15 Januari 2021 lalu masih menghinggapi warga di Majene dan Mamuju. Selain itu, informasi yang berseliweran juga membuat warga panik dan berhamburan keluar rumah.
”Memang sebelum gempa semalam, sudah hampir sepekan kami merasakan gempa setiap hari. Gempa kecil-kecil dan semalam akhirnya kami merasakan gempa cukup kuat. Tentu semua panik, apalagi masih trauma gempa Januari lalu. Tapi sejauh ini warga kembali beraktivitas,” kata Yusuf Wahil, warga Kecamatan Tobadak, Kabupaten Mamuju Tengah.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mamasa Labora Tandipuang, yang dihubungi terpisah, mengatakan, sejauh ini belum ada laporan terkait kerusakan berarti akibat gempa.
”Ada kerusakan kecil, seperti dinding retak, plafon jatuh, tapi belum ada laporan tentang rumah yang ambruk atau rusak berat. Tak ada korban jiwa. Saat ini kami semua tetap waspada dan berjaga-jaga. Warga juga sudah kami imbau untuk kembali beraktivitas, tak panik, tapi tetap meningkatkan kewaspadaan. Apalagi, gempa susulan terus terasa sampai sekarang,” katanya.
Labora mengatakan, warga terbilang tak terlalu panik dan lebih siaga karena pada tahun 2018 gempa terjadi di Mamasa selama beberapa bulan. Saat itu, usai gempa Palu, aktivitas sesar lokal, di antaranya Sesar Walanae, ikut aktif dan menyebabkan rentetan gempa di Mamasa. Saat itu terjadi pengungsian besar-besaran oleh warga akibat trauma pascagempa Palu. Tapi, pengalaman tahun 2018 lalu membuat warga saat ini cenderung tidak terlalu panik dan tetap siaga.