Meski Usulan Belum Terakomodasi, Gubernur Papua Apresiasi Revisi Otsus
Gubernur Papua Lukas Enembe menilai revisi Undang-Undang Otsus belum menjawab lima aspek yang dibutuhkan pemda setempat dan masyarakat. Namun, ia berharap revisi dapat membawa perubahan untuk pembangunan di tanah Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Lima usulan Gubernur Papua Lukas Enembe belum terakomodasi dalam revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat yang disahkan pada Kamis (15/7/2021). Perubahan tersebut dinilai belum sesuai harapan dan kebutuhan pemerintah daerah dan warga Papua.
Hal itu disampaikan Muhammad Rifai Darus selaku Juru Bicara Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura, Senin (19/7/2021). Rifai mengatakan, lima usulan Lukas mencakup lima aspek mendasar untuk pembangunan di Papua. Lima aspek ini meliputi kewenangan, kelembagaan, keuangan, kebijakan pembangunan, serta politik hukum dan HAM.
Ia menuturkan, perubahan 19 pasal dalam revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) belum sesuai dengan aspirasi pemerintah daerah dan warga. Padahal, hal itu telah disampaikan kepada pemerintah pusat sejak 2014 melalui usulan perubahan kedua atas UU Otsus Nomor 21 atau dikenal dengan istilah Rancangan Undang-Undang Otsus Plus.
”Gubernur menilai aspek politik hukum dan HAM tidak mendapat porsi dalam perubahan undang-undang tersebut. Padahal, desakan atas penyelesaian masalah politik hukum dan HAM secara komprehensif rutin disuarakan oleh berbagai kalangan, sebab aspek itu merupakan hal yang urgen dan krusial,” tutur Rifai.
Meski demikian, lanjut Rifai, gubernur menyatakan perubahan pada 19 pasal ini menjadi ruang baru rasionalisasi kewenangan, penguatan kelembagaan, relokasi dan reorientasi dana otsus, efektivitas kebijakan pembangunan, serta peningkatan partisipasi politik orang asli Papua melalui kelembagaan suprastruktur politik.
”Pemerintah Provinsi Papua akan membentuk tim khusus untuk berkomunikasi dan berkoordinasi terkait penyusunan peraturan pemerintah yang akan menjadi aturan turunan revisi Undang-Undang Otsus Papua yang telah disahkan tersebut,” katanya.
Rifai menjelaskan, gubernur berharap semua pihak yang mendapat amanah dalam perencanaan, pembahasan, penyusunan, hingga pengesahan peraturan perundang-undangan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan secara bijak sesuai kondisi di Papua saat ini.
”Gubernur menyampaikan terima kasih kepada pemerintah pusat, MPR, dan semua fraksi di DPR RI dan DPD yang telah memberikan kontribusi kepada Provinsi Papua sehingga revisi Undang-Undang Otsus disahkan,” ujarnya.
Wakil Ketua Pansus Otsus Papua Yan Mandenas mengatakan, agenda perubahan UU Otsus Papua merupakan bagian dari kolaborasi bersama pemerintah dan DPR RI serta DPRP Papua dalam perumusannya.
Sejak pansus dibentuk, lanjut Yan, pihaknya telah melakukan konsultasi dan komunikasi publik, khususnya dengan pihak-pihak yang berkepentingan di Papua dan Papua Barat, demi menampung aspirasi semua elemen masyarakat.
”Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri awalnya hanya akan merevisi tiga pasal. Namun, berdasarkan masukan dan pendapat dari pansus, pemerintah menetapkan perubahan terhadap 19 pasal, yakni 3 pasal usulan pemerintah dan 16 pasal di luar usulan pemerintah,” papar anggota DPR dari Partai Gerindra ini.
Diketahui, DPR telah mengesahkan revisi 19 pasal dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat. Revisi terdiri atas tiga pasal usulan pemerintah, yakni Pasal 1, Pasal 34, dan Pasal 76, serta 16 pasal lain di luar usulan pemerintah.
Terkait dana otsus, nilai sebelumnya sebesar 2 persen kini menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum. Namun, tidak semuanya berbentuk block grant atau dana hibah seperti dalam UU No 21/2001. Hal itu dibagi menjadi dua bagian, yakni 1 persen block grant dan 1,25 persen specific grant.
Dana otsus sebesar 1 persen itu digunakan untuk pembangunan, pemeliharaan, dan pelaksanaan pelayanan publik yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua, penguatan lembaga adat, dan hal-hal lain sesuai prioritas daerah.
Sementara itu, dana otsus 1,25 persen digunakan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dari dana 1,25 persen ini, pemda diwajibkan mengalokasikan dana sekurang-kurangnya 30 persen untuk pendidikan dan 20 persen untuk kesehatan.
Adapun aturan terkait pemekaran di Pasal 76, hal itu harus berdasarkan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Revisi juga mengatur tentang pembentukan suatu badan khusus dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan otsus serta pembangunan di wilayah Papua. Badan tersebut bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden serta didukung oleh lembaga kesekretariatan yang berkantor di Papua.
Aturan terkait pengisian jabatan wakil gubernur yang berhalangan tetap, yang dahulu tidak diisi hingga masa jabatan berakhir, kini bisa diisi sesuai peraturan perundangan. Demikian pula penerimaan dalam rangka otsus dari bagi hasil sumber daya alam pertambangan, minyak bumi, dan gas alam yang seharusnya akan berakhir tahun 2026 diperpanjang sampai tahun 2041.
Selain itu, revisi juga memberikan politik afirmasi kepada orang asli Papua (OAP) dalam hal pengisian jabatan di badan legislatif. Perekutan oleh parpol dilakukan dengan memprioritaskan OAP dan dapat meminta pertimbangan dan atau konsultasi kepada MRP. Sementara dalam pengisian anggota DPRP, tidak boleh berasal dari unsur parpol dan wajib sekurang-kurangnya 30 persen dari unsur perempuan.
Adapun pengawasan terhadap pengelolaan penerimaan dalam rangka otsus dilakukan secara terkoordinasi oleh kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, pemerintah daerah, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, dan perguruan tinggi negeri.