Hendak Demo Tolak PPKM Diperpanjang, Puluhan Remaja di Tegal Diringkus
Sedikitnya 69 remaja yang hendak berdemonstrasi menolak perpanjangan PPKM darurat ditangkap polisi di Kota Tegal, Jawa Tengah. Mereka berencana berbuat onar dengan membakar ban saat demo berlangsung.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Sedikitnya 69 remaja dari Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Brebes, dan Pemalang, Jawa Tengah, diringkus polisi karena diduga hendak mengikuti demo menolak perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat, Senin (19/7/2021). Saat hendak diringkus, sebagian remaja disebut sempat menyerang petugas.
Sejak Sabtu (17/7), pamflet berisi ajakan untuk hadir dalam unjuk rasa menolak rencana perpanjangan PPKM darurat menyebar di sejumlah media sosial dan grup aplikasi percakapan. Pada pamflet tersebut tertulis, unjuk rasa akan dilakukan pada Senin pukul 10.00 dengan titik kumpul massa di Alun-alun Tegal. Adapun titik aksi disebutkan berada di balai kota lawas atau di sekitar gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal.
Namun, aksi unjuk rasa itu dibatalkan dan diganti dengan kegiatan audiensi bersama dengan Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono beserta anggota forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) Kota Tegal di ruangan Command Center Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Tegal, Senin pagi. Untuk mengantisipasi adanya kerumunan di tengah PPKM darurat, petugas gabungan dari Kepolisian Resor Tegal Kota berpatroli keliling di sejumlah lokasi.
Dalam patroli tersebut, polisi mendapati adanya gerombolan remaja yang diduga hendak mengikuti unjuk rasa. Dari tangan para remaja tersebut, polisi menyita ban bekas dan bensin yang menurut rencana akan dibakar saat unjuk rasa berlangsung.
”Saat hendak kami amankan, para remaja ini sempat menyerang petugas. Ada yang mengacungkan jari tengah kepada polisi, mengeroyok polisi, dan ada yang menabarak polisi dengan sepeda motor,” kata Kepala Polres Tegal Kota Ajun Komisaris Besar Rita Wulandari Wibowo.
Menurut Rita, para remaja yang ditangkap mayoritas pelajar sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Kendati demikian, ada juga remaja putus sekolah dan yang sudah bekerja. Mereka menamakan kelompoknya All Star Bergerak.
Saat ditanya polisi, sebagian besar remaja yang ditangkap mengaku tidak tahu tujuan unjuk rasa. ”Mau ikut demo tolak korona, Bu,” kata salah satu remaja yang tertangkap.
Rita menambahkan, polisi menyita sejumlah ponsel dan melakukan pemetaan profil para remaja tersebut. Pihaknya, dibantu oleh anggota Subdirektorat Siber Kepolisian Daerah Jateng, akan mendalami bukti-bukti yang ada untuk melihat korelasi di antara remaja yang terlibat. Upaya itu disebut akan dijadikan dasar untuk mengungkap auktor intelektualis di balik aksi tersebut.
”Sementara ini, ada tujuh orang yang kami periksa lebih lanjut dan sisanya kami serahkan langsung ke orangtua masing-masing. Keterangan-keterangan dan alat bukti yang ada akan kami cocokkan untuk menyimpulkan kapasitas tujuh orang ini sebagai apa, apakah korban atau pelaku. Dengan demikian, kami bisa segera memberikan kepastian hukum bagi mereka,” papar Rita.
Kami menyesalkan sikap Pak Wali (kota) yang meninggalkan ruangan dengan alasan ada kepentingan lain. Akhirnya kami juga memutuskan untuk walk out.
Selain diperiksa terkait rencana aksi unjuk rasa, para remaja itu juga dites usap antigen sebagai upaya deteksi dini penyebaran Covid-19. Dari 69 orang yang diperiksa, sebanyak dua orang di antaranya dinyatakan positif. Mereka yang positif langsung dibawa ke tempat isolasi terpusat Rumah Susun Sewa Tegalsari.
Audiensi
Audiensi antara sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Tegal Menggugat dan Forkopimda Kota Tegal pada Senin pagi menemui kebuntuan. Jawaban yang diberikan Dedy atas tuntutan mahasiswa dianggap normatif. Bahkan, Dedy meninggalkan ruangan saat audiensi tengah berlangsung.
”Kami menyesalkan sikap Pak Wali (kota) yang meninggalkan ruangan dengan alasan ada kepentingan lain. Akhirnya, kami juga memutuskan untuk walk out (meninggalkan ruangan). Karena audiensi kali ini tidak membuahkan hasil, kami mempertimbangkan rencana aksi turun ke jalan,” kata Koordinator Aksi Aliansi Tegal Menggugat, Rifaldi Ali Rahmadani.
Dalam audiensi tersebut, perwakilan mahasiswa mendesak supaya DPRD Kota Tegal melayangkan tuntutan kepada pemerintah pusat untuk tidak memperpanjang PPKM darurat. Mereka juga meminta agar kebijakan menjadikan sertifikat vaksinasi sebagai syarat keluar rumah dan kebijakan penutupan jalan dikaji ulang.
Selain itu, mereka menuntut agar pemerintah kota segera membagikan bantuan sosial, menyalakan kembali penerangan jalan umum saat malam hari, meningkatkan kualitas pelayanan medis di rumah sakit, dan memperpanjang jam operasional pedagang kaki lima dari yang awalnya maksimal pukul 20.00 menjadi pukul 23.00. Mereka juga menolak segala bentuk arogansi dan tindakan represif aparat.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Dedy menuturkan, pihaknya hanya sebagai pelaksana dari kebijakan pemerintah pusat. Ia meminta masyarakat memahami bahwa tujuan PPKM darurat untuk menekan mobilitas. Dengan demikian, penularan Covid-19 bisa dikendalikan.
”Sampai dengan hari ini, kami belum mendapatkan arahan dari pemerintah pusat terkait perpanjangan PPKM darurat. Apakah kebijakan ini akan diperpanjang atau tidak, semuanya menjadi keputusan pemerintah pusat,” ucap Dedy.
Hingga hari ke-17 PPKM darurat diterapkan, belum ada penurunan kasus Covid-19 yang signifikan di Kota Tegal. Pada saat yang sama, tingkat kematian kasus Covid-19 di wilayah tersebut tergolong tinggi, yakni 10 persen dari total kasus yang ada. Angka itu lebih tinggi dari tingkat kematian di Provinsi Jateng yang sebesar 6 persen dan kematian di seluruh Indonesia, yakni 2,5 persen.