Sulut Masih Hujan, Sawah Diserang Wereng dan Panen Cengkeh Minim
Hujan dengan curah kriteria menengah masih akan meliputi Sulawesi Utara hingga pertengahan Agustus 2021. Cuaca yang cenderung lembab ini diduga mendorong populasi hama wereng yang menyerang padi di Minahasa.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Hujan dengan curah kriteria menengah masih akan meliputi seluruh wilayah Sulawesi Utara hingga pertengahan Agustus 2021. Cuaca yang cenderung lembab ini diduga mendorong populasi hama wereng yang menyerang sebagian padi di Minahasa. Sementara itu, petani cengkeh memperkirakan kemungkinan panen sangat kecil.
Hujan berintensitas rendah dan sedang masih turun di seluruh bagian Manado, Selasa (13/7/2021) siang hingga sore. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi bahkan menerbitkan peringatan dini cuaca ekstrem dalam bentuk hujan di Tomohon Minahasa, Minahasa Selatan, dan Bolaang Mongondow.
Wilayah penghasil beras di Minahasa, terutama Kecamatan Kakas, Kakas Barat, dan Langowan Timur, juga masih mengalami hujan sebanyak dua hingga tiga kali seminggu. Bernard Malonda (55), petani di Desa Talikuran, Kakas, mengatakan, hujan selalu berselang-seling dengan panas terik.
“Biasanya bulan begini sudah masuk kemarau. Tetapi, curah hujan termasuk normal, tidak sampai bikin kebanjiran atau merusak tanaman,” kata Bernard, yang menggarap sawah seluas 3 hektar.
Kendati begitu, ia menduga cuaca yang tidak menentu dan cenderung lembab menjadi penyebab menyebarnya hama wereng coklat di sebagian hamparan sawah. Sebagian petani di Desa Tountimomor dan Passo, Kakas Barat, yang baru menanam pun merasakan dampaknya.
“Saya beruntung sudah panen, masih bisa dapat 4-5 ton per hektar. Tetapi, petani lain banyak yang gagal karena wereng. Pengamatan saya, hamparannya sudah merah semua. Bisa jadi hujan ini yang bikin wereng makin banyak,” kata Bernard.
Hal senada dikatakan Ronny Iroth (50), petani di Desa Sumarayar, Langowan Timur. Ia menggambarkan, dalam hamparan sawah 10 hektar, ada 2-3 hektar yang diserang wereng coklat, meski tidak semuanya demikian. Hal ini ia duga disebabkan sebagian oleh hujan yang masih turun, fenomena yang ia anggap tidak wajar.
“Di Langowan dan Kakas, petani tidak tanam bersama-sama. Ada yang baru 1-2 bulan menanam, ada yang sudah panen seperti saya. Itu yang bikin hama (wereng) tumbuh. Tetapi, kalau tanam bersama-sama, harga anjlok. Susah juga cari tenaga penggarap,” kata Ronny.
Menurut laman Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, ledakan populasi wereng coklat bisa ditimbulkan oleh perubahan iklim global. Anomali seperti La Nina yang menyebabkan curah hujan tinggi di musim kemarau menimbulkan kelembaban yang mendorong wereng berkembang biak.
Di samping itu, masa tanam yang tidak serempak juga memicu ledakan wereng coklat, begitu pula penggunaan insektisida yang tidak akurat. Hal ini pun dapat mengancam produksi beras dari wilayah Langowan yang menurut data Satelit Landsat 8 selama 1-16 Januari mencapai 1.354 hektar dan Kakas 1.597 hektar, terbesar di Kabupaten Minahasa.
Panen cengkeh cenderung sedikit tahun ini karena banyaknya hujan.
Sementara itu, petani cengkeh dari Kecamatan Sonder, Minahasa, Eddy Seppang, mengatakan panen cengkeh cenderung sedikit tahun ini karena banyaknya hujan. Biasanya, panen sudah dimulai pada akhir Juni di wilayah dataran rendah, seperti di Kecamatan Tombulu, kemudian berangsur ke daerah yang lebih tinggi, termasuk Sonder.
Sisi positifnya, harga cengkeh mencapai Rp 125.000 per kilogram, jauh dari kisaran Rp 65.000-Rp 70.000 per kg yang biasanya ditetapkan ketika harga sedang bagus. Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung mengatakan, panen memang hampir tidak ada sama sekali, tetapi masih dimungkinkan pada September atau Oktober ketika hujan sudah berhenti.
BMKG melalui Stasiun Klimatologi Minahasa Utara memprediksi, hujan masih akan meliputi Sulut hingga 11-20 Agustus mendatang. Namun, curah hujannya cenderung rendah hingga menengah, yaitu antara 21-150 milimeter per 10 hari. Sebelumnya, selama 10 hari pertama Juli, curah hujan bisa mencapai 220 mm.
Kepala Stasiun Klimatologi Minahasa Utara Johan Haurissa, melalui pernyataan tertulis, mengatakan ada kemunduran musim kemarau yang normalnya dimulai pada 10 hari terakhir bulan Juni. “Saat ini masih masa peralihan. Cuaca ekstrem berupa hujan lebih sering terjadi siang hingga sore hari,” kata dia.
Johan mengatakan, cuaca ini dipengaruhi siklus gelombang Madden Julian Oscillation (MJO) pada fase 2 yang menyebabkan pertumbuhan awan kumulonimbus di Sulut. “Anomali suhu muka laut yang masih hangat menambah penguapan air dari laut yang memicu pertumbuhan awan. Kemudian, masih sering terjadi perlambatan dan pertemuan massa udara akibat pengaruh monsun australia yang masih aktif,” ujar Johan.