Panen Seret, Harga Cengkeh Sulawesi Utara Sentuh Rp 115.000 Per Kilogram
Harga cengkeh di Sulut menyentuh Rp 115.000 per kilogram, melonjak hingga dua kali lipat dibandingkan masa panen tahun lalu. Penyebabnya adalah panen yang nyaris tidak ada.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Harga cengkeh di Sulawesi Utara menyentuh Rp 115.000 per kilogram, melonjak hingga dua kali lipat dibandingkan masa panen tahun lalu. Petani dan pedagang pengumpul menyebut nyaris tak ada panen sama sekali tahun ini sehingga pasokan terbatas.
Suasana di Manado dan Minahasa Raya pada pertengahan 2021 berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Juni biasanya menjadi awal masa panen cengkeh di wilayah ini. Namun, tahun ini tak ada warga yang menjemur cengkeh di depan rumah atau di tepi-tepi jalan.
Hengky Najoan, Kepala Desa Kolongan Atas II, Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa, mengatakan, tahun ini panen sedang seret karena faktor alami pohon cengkeh. Pohon cengkeh, kata dia, hanya berbunga hingga 100 persen di semua rantingnya sekali tiap empat tahun. ”Ada masanya tidak ada panen sama sekali. Kalaupun ada, pasti sedikit sekali,” katanya ketika dihubungi dari Manado, Selasa (22/6/2021).
Menurut dia, tahapan siklus ini sedang terjadi di seluruh Sulut. Karena itu, harga cengkeh bisa Rp 115.000 per kg saat ini. Angka ini hampir dua kali lipat dari harga Rp 61.500 per kg yang berlaku pada Juni 2020. Karena itu, kata Hengky, harga ini hanya berlaku sementara, bergantung pada mekanisme pasar.
”Retani punya 200-300 pohon. Kalau satu pohon menghasilkan 20 kg cengkeh kering, kami bisa panen 4-6 ton. Dengan harga yang sekarang, kami bisa dapat minimal Rp 460 juta. Tapi, harga pasti berubah nanti kalau sudah panen banyak, tergantung pasar,” katanya.
Pekan lalu, Pemprov Sulut mengumumkan harga cengkeh berangsur membaik menjadi Rp 125.000 per kg. Eddy Seppang, petani cengkeh asal Sonder, menyebut harga ini dipengaruhi pula oleh hujan yang masih kerap turun hingga pertengahan Juni. Di samping itu, akses petani terhadap pupuk terbatas.
”Banyak petani mengeluh karena tak ada pupuk yang tersedia, sulit sekali didapat. Keadaan ini rawan dimanfaatkan oleh (petani dan pedagang) spekulan untuk mendapat keuntungan tinggi sendiri,” katanya.
Sementara itu, pedagang pengumpul cengkeh mencoba beradaptasi dengan harga tersebut. Siong Ho (72), pedagang pengumpul di Ranotana, Manado, mengatakan, rata-rata petani yang datang ke gudangnya menjual stok sisa panen tahun lalu yang masih disimpan. Ia menetapkan harga Rp 115.000 per kg.
Siong Ho bermaksud menjual cengkeh yang telah ia kumpulkan dua tahun terakhir ke pabrik rokok di Kediri, Jawa Timur. Ia hanya mendapat untung Rp 2.000-Rp 4.000 per kg. Keuntungan itu ia nilai sedikit. ”Jadi, yang penting jual dalam jumlah besar ke pabrik. Itu pun pabrik masih berutang,” katanya
Pada 2019, panen cengkeh di Sulut mencapai 9.204 ton, naik dari 4.547 ton pada 2018. Jumlah itu tergolong sedikit karena luas tanaman cengkeh menghasilkan di Sulut mencapai 46.566 hektar. Sebagai pembanding, Sulawesi Selatan yang hanya punya 36.545 hektar lahan cengkeh produktif bisa memanen 20.416 ton cengkeh pada 2019.
Memang tahun ini paling kecil sepanjang sejarah. Tapi, belum bisa dipastikan, siapa tahu September dan Oktober ada panen.
Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung mengatakan, rendahnya produksi disebabkan pula oleh tanaman cengkeh yang sudah tua. ”Memang tahun ini paling kecil sepanjang sejarah. Tapi, belum bisa dipastikan, siapa tahu September dan Oktober ada panen,” katanya.
Refly membenarkan, harga bisa jatuh tergantung mekanisme pasar. Namun, petani bisa turut mengontrol harga dengan menerapkan sistem resi gudang pribadi, kelompok, atau bahkan korporasi petani desa.
Sistem resi gudang ini, kata Refly, sudah diterapkan salah satu kelompok tani di Tombatu, Kabupaten Minahasa Tenggara. ”Nanti lepas cengkeh kalau harga sudah tinggi,” ujarnya.
Ke depan, menurut Refly, tidak ada desakan bagi Sulut untuk meningkatkan produksi cengkehnya. Sebab, kebutuhan cengkeh nasional hanya 120.000 ton, sedangkan Sulut bisa memproduksi lebih dari itu ketika panen raya.
”Ini sudah jadi strategi pemerintah agar harga tidak turun terlalu jauh. Ke depan, tidak perlu ada tambahan luasan lahan, tinggal peremajaan dan rehabilitasi,” katanya.