Rokok Ilegal Sidoarjo Berpotensi Rugikan Negara hingga Miliaran Rupiah
Peredaran rokok ilegal tetap tinggi pada masa pandemi Covid-19. Rentang waktu tujuh bulan, Bea Cukai Sidoarjo gagalkan peredaran rokok ilegal lebih dari 10 juta batang yang berpotensi merugikan negara Rp 4,5 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Peredaran rokok ilegal masih saja marak di tengah pandemi di Sidoarjo, Jawa Timur. Bea Cukai Sidoarjo menggagalkan upaya peredaran lebih dari 10 juta batang rokok ilegal yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 4,5 miliar hanya dalam kurun waktu tujuh bulan.
Pada Selasa (13/7/2021), jutaan batang rokok ilegal dari berbagai merek dan beragam kemasan itu diletakkan di halaman belakang Kantor Bea Cukai Sidoarjo di Jalan Raya Juanda. Ada juga 5.610 mililiter barang hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) serta 60.000 liter minuman mengandung metil alkohol (MMEA) yang dikemas dalam 159 botol.
Kepala Kantor Pelayanan dan Penindakan Bea Cukai Tipe Madya Sidoarjo Pantjoro Agoeng mengatakan, rokok ilegal, HPTL, dan MMEA itu merupakan barang kena cukai hasil penindakan sejak Agustus 2020 hingga Maret 2021. Dalam rentang tujuh bulan itu, terdapat 51 penindakan dengan total nilai barang mencapai lebih dari Rp 11 miliar.
”Dari total barang kena cukai yang disita, mayoritas merupakan rokok ilegal sebanyak 10,9 juta batang. Nilai kerugian negara dari barang tersebut mencapai Rp 4,5 miliar,” ujar Agoeng.
Seluruh barang kena cukai ilegal tersebut akan dibakar agar tidak disalahgunakan. Dengan armada truk, barang-barang ini diangkut ke tempat pemusnahan di Kabupaten Mojokerto. Bea Cukai Sidoarjo telah bekerja sama dengan PT Hijau Alam Nusantara sebagai penyedia insenerator (alat pembakar)
Agoeng mengatakan peredaran rokok ilegal di wilayah kerjanya yang meliputi Surabaya dan Sidoarjo hingga Kabupaten dan Kota Mojokerto, masih memprihatinkan. Meski telah berkali-kali ditindak, peredaran rokok ilegal masih banyak dijumpai.
Bentuk atau jenis-jenis rokok ilegal ini pun sangat beragam. Ada yang berupa rokok polos tanpa merek hingga rokok dengan kemasan tanpa dilekati cukai asli. Selain itu, ada pula rokok dengan pita cukai, tetapi palsu atau tidak sesuai dengan klasifikasi.
Modusnya pun terus berkembang. Saat ini, pengiriman dilakukan menggunakan jasa ekspedisi. Waktunya dipilih tengah malam atau dini hari untuk mengelabui petugas. Prosesnya juga tidak menyertakan identitas pengirim.
”Mayoritas rokok ilegal ini dikirim ke luar Pulau Jawa seperti Sumatera dan Kalimantan. Adapun, produksi di Sidoarjo dan Mojokerto dengan skala usaha rumahan,” kata Agoeng.
Selain membahayakan kesehatan karena komposisi bahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, juga mengganggu iklim usaha perdagangan rokok legal.
Hal itu terjadi karena selisih harga antara rokok legal dan ilegal terbilang tinggi mencapai 50 persen. Padahal, usaha rokok legal menjadi salah satu penopang penerimaan negara dari pajak cukai dan pajak pertambahan nilai produk.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Sidoarjo Niken Lestrie Premanawatie menambahkan pihaknya juga telah banyak memberikan penyuluhan atau edukasi kepada masyarakat tentang bahaya konsumsi rokok ilegal. Kepada pedagang kecil seperti warung yang menjual rokok juga disampaikan ancaman hukuman menjual barang ilegal.
”Sosialisasi dan edukasi masih menjadi pekerjaan rumah. Oleh karena itu, harus digencarkan secara terus menerus untuk menekan peredaran rokok ilegal di masyarakat dan mencegah kerugian negara dari sisi pungutan cukai,” kata Niken.
Sementara itu, proses hukum terhadap pelanggar barang kena cukai juga tetap berjalan. Saat ini, sudah ada pengusaha ekspedisi yang ditangkap karena mengirimkan rokok ilegal. Pemberantasan barang kena cukai ilegal merupakan amanat UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dan perubahannya sebagaimana UU Nomor 39 Tahun 2007.
Berdasarkan data Kompas, November lalu Bea Cukai Sidoarjo menindak pabrik rokok yang memproduksi jutaan batang rokok ilegal dan memiliki jaringan pemasaran hingga Sumatera. Pemilik pabrik, MS warga Pasuruan ditangkap dan diproses hukum. Pabrik berkapasitas produksi 4.000 batang rokok per menit ini tak lebih dari sebuah rumah kontrakan sederhana yang difungsikan sebagai rumah produksi.
Sebelum itu, tepatnya pada Juni tahun lalu, Bea Cukai Sidoarjo memusnahkan rokok ilegal sebanyak 6,9 juta batang dan 42,9 liter MMEA. Rokok senilai Rp 5,9 miliar hasil operasi pasar di wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto selama enam bulan itu berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2,5 miliar.