Peredaran Rokok Ilegal Gerus Penerimaan Negara, Enam Bulan Potensinya Rp 2,5 M
Peredaran rokok ilegal menggerus penerimaan negara. Di Sidoarjo, potensi kerugian sebanyak Rp 2,5 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Peredaran rokok ilegal yang masih mengkhawatirkan tidak saja mengancam kesehatan masyarakat dan memicu persaingan usaha tidak sehat. Hal itu juga menggerus penerimaan negara. Di Sidoarjo, potensi kerugiannya Rp 2,5 miliar dalam waktu enam bulan.
Bea Cukai Tipe Madya Pabean Sidoarjo, Rabu (17/6/2020), memusnahkan rokok ilegal 6,9 juta batang dan 42,9 liter minuman mengandung etil alkohol. Barang itu merupakan hasil operasi pasar dan intelijen di wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto sejak Oktober 2019 hingga Maret 2020 atau selama enam bulan.
”Nilai total jutaan batang rokok ilegal dan minuman beralkohol itu sekitar Rp 5,9 miliar. Akibat rokok ilegal ini, negara berpotensi mengalami kerugian dari sektor penerimaan cukai Rp 2,5 miliar,” ujar Kepala Kantor Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Sidoarjo Pantjoro Agoeng.
Pemusnahan rokok ilegal secara simbolis dengan cara dibakar dilakukan di halaman kantor bea cukai. Sementara pemusnahan besar-besaran dilakukan di PT Hijau Alam Nusantara yang berlokasi di Kabupaten Mojokerto. Jutaan rokok ilegal diangkut menggunakan dua truk yang dalam sehari bisa bolak-balik hingga tiga kali.
Akibat rokok ilegal ini, negara berpotensi mengalami kerugian dari sektor penerimaan cukai sebesar Rp 2,5 miliar.
Pantjoro Agoeng mengatakan, rokok ilegal yang dimusnahkan itu melanggar ketentuan dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Undang Undang 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 39 Tahun 2007. Pelanggaran di bidang cukai yang ditemukan adalah rokok dijual tanpa kemasan atau polos. Rokok tersebut tidak dilekati pita cukai, menggunakan pita cukai bekas, memakai pita cukai yang tidak sesuai peruntukan, bahkan dilekati pita cukai palsu.
Penangkapan di ekspedisi
Kondisi peredaran rokok ilegal saat ini masih mengkhawatirkan. Pandemi Covid-19 berdampak pada sejumlah bidang kehidupan masyarakat terutama perekonomian. Dalam kondisi ekonomi yang turun, daya beli masyarakat melemah.
Saat seperti ini, peredaran rokok ilegal semakin marak karena permintaan di pasar tinggi. Kondisi itu diperparah oleh tingkat pemahaman masyarakat yang kurang baik terhadap dampak kesehatan dari rokok ilegal. Kandungan nikotin pada rokok ilegal tinggi karena harganya yang murah sehingga banyak proses produksinya yang tidak sesuai standar kesehatan.
Untuk menekan peredaran rokok ilegal di masyarakat, Bea Cukai terus meningkatkan pengawasan dengan menggelar operasi pasar dan operasi intelijen secara berkelanjutan. Sebagai gambaran, pada semester I tahun lalu, pihaknya juga memusnahkan barang kena cukai hasil penindakan sebanyak 11,9 juta batang rokok ilegal dan 48,75 liter minuman beralkohol. Total nilai barang yang dimusnahkan saat itu Rp 8,5 miliar.
Pantjoro Agoeng menambahkan selain memusnahkan rokok ilegal, pihaknya juga terus memproses penyidikan kasusnya. Mayoritas kasus terungkap dari jasa ekspedisi atau saat pengiriman barang. Pangsa pasar terbesar rokok ilegal ini adalah pulau-pulau di luar Jawa.
”Sayangnya, pada kebanyakan kasus, identitas pengirim atau pemilik barang sulit diungkap karena datanya disamarkan. Hal itu menjadi kendala tersendiri dalam proses penyidikan,” kata Pantjoro.
Selama Januari-Juni, Bea Cukai Sidoarjo telah melakukan 27 kali penindakan. Sementara tahun lalu dilakukan 70 kali penindakan. Frekuensi penindakan itu menunjukkan komitmen BC yang tetap tinggi untuk memberantas peredaran rokok ilegal di tengah pandemi Covid-19.
Dari 70 kali penindakan, ada empat kasus yang berkas penyidikannya telah selesai dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo untuk proses peradilan. Selain itu, dalam kurun waktu lima bulan ini, pihaknya telah menyidik dua perkara baru, salah satunya selesai dan dilimpahkan ke kejaksaan.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Sidoarjo Niken Lestrie Premanawatie menambahkan, seiring gencarnya penindakan yang dilakukan, pihaknya berharap peredaran rokok ilegal bisa terus ditekan. Targetnya, peredaran rokok ilegal ini tinggal 1 persen dari total produksi rokok di Jatim tahun ini. Tahun lalu, target menekan peredaran hingga tinggal 3 persen berhasil dicapai.
Untuk mencapai target tersebut, selain penindakan, Bea Cukai Sidoarjo melakukan pendekatan persuasif pada produsen rokok di wilayahnya. Edukasi kepada masyarakat juga digencarkan agar mereka berperan aktif memerangi peredaran rokok ilegal karena membahayakan kesehatan.