Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata superprioritas. Namun, pengembangannya menyisakan banyak pekerjaan rumah. Warga berharap program itu tak sebatas jargon dan mengangkat ekonomi riil.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Pemerintah telah menetapkan Candi Borobudur dan kawasan sekitarnya sebagai satu dari lima destinasi wisata superprioritas. Menyusul penetapan itu, sejumlah proyek infrastruktur dan berbagai program lain pun dijalankan di kawasan Borobudur. Namun, jalan menuju destinasi superprioritas masih berliku, seperti menelusuri labirin panjang.
Untuk mendukung pengembangan Borobudur sebagai destinasi superprioritas, pemerintah telah membentuk Badan Otorita Borobudur (BOB) pada 2017. Pembentukan BOB ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2017 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Borobudur.
BOB dibentuk bukan untuk mengelola Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, melainkan menjalankan peran yang lebih luas dalam pengembangan kawasan Borobudur. Sebagai satuan kerja di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, BOB memiliki fungsi koordinatif dan fungsi otoritatif.
Sebagian besar masyarakat di sekitar Candi Borobudur belum memiliki informasi yang jelas mengenai rencana pengembanganan Borobudur sebagai destinasi wisata superprioritas.
Fungsi koordinatif BOB mencakup pengembangan empat kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, yakni KSPN Borobudur dan Yogyakarta, KSPN Dieng, KSPN Solo dan Sangiran, serta KSPN Semarang dan Karimunjawa. Sementara itu, fungsi otoritatif BOB adalah mengelola zona otoritatif seluas 309 hektar di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Zona otoritatif yang berlokasi di wilayah perbukitan Menoreh itu kemudian dikembangkan oleh BOB menjadi kawasan wisata yang diberi nama Borobudur Highland. Menurut rencana, kawasan Borobudur Highland itu akan terbagi menjadi lima zona, yakni Zona Gerbang Masuk, Zona Resort Eksklusif, Zona Wisata Petualangan, Zona Wisata Budaya, dan Zona Wisata Ekstrem.
Lokasi Kawasan Borobudur Highland sangat strategis karena berada di perbatasan tiga kabupaten, yakni Kabupaten Kulon Progo, DIY, serta Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Magelang. Oleh karena itu, pengembangan Borobudur Highland diharapkan bisa mendukung pengembangan pariwisata Candi Borobudur dan sekitarnya.
Di tengah pengembangan Borobudur Highland itu, pemerintah berencana mengubah BOB menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Direktur Utama BOB Indah Juanita mengatakan, ada sejumlah alasan kenapa BOB akan diubah menjadi BLU. Salah satunya adalah mendorong fleksibilitas anggaran dan operasional lembaga tersebut (Kompas.id, 22/5/2021).
Dengan menjadi BLU, BOB dapat memanfaatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) untuk membiayai kebutuhan operasional yang sulit diprediksi. Selain itu, jika sudah berbentuk BLU, BOB juga bisa menjalin kerja sama komersial dengan pihak lain. Saat masih berbentuk satuan kerja, BOB tak bisa melakukan kerja sama komersial semacam itu.
Infrastruktur
Selain melalui pembentukan BOB, upaya pemerintah mengembangkan Borobudur sebagai destinasi superprioritas juga dilakuan dengan membangun berbagai infrastruktur di kawasan tersebut. Proyek infrastruktur itu antara lain berupa pembangunan empat gerbang masuk ke kawasan Borobudur untuk menyambut pengunjung yang datang dari arah berbeda.
Empat gerbang itu adalah Gerbang Klangon yang merupakan pintu masuk dari arah Kulon Progo, Gerbang Blondo dari arah Semarang, Gerbang Palbapang dari arah Yogyakarta, dan Gerbang Kembanglimus dari arah Purworejo. Di keempat gerbang akan dibangun area rehat serta pusat kuliner dan toko suvenir. Saat ini, baru pembangunan Gerbang Klangon yang telah selesai.
Selain itu, pemerintah juga berencana membangun Kampung Seni Borobudur di Lapangan Kujon, Kecamatan Borobudur, Magelang. Kampung Seni itu direncanakan menjadi lokasi baru parkir kendaraan pengunjung dan tempat berjualan baru bagi pedagang Taman Wisata Candi Borobudur. Pembangunan Kampung Seni itu membutuhkan anggaran sekitar 200 miliar.
”Anggaran pembangunan senilai lebih dari Rp 200 miliar tersebut sementara ini direncanakan diambilkan dari dana pinjaman Bank Dunia,” ujar Ketua Satuan Kerja Pelaksana Prasarana Permukiman Wilayah I Jawa Tengah Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dwiatma Singgih RS (Kompas.id, 4/3/2021).
Pembangunan Kampung Seni Borobudur direncanakan dimulai tahun ini dan diharapkan selesai pada 2023. Selain lokasi parkir dan tempat berdagang, Kampung Seni Borobudur juga akan dilengkapi beragam fasilitas, misalnya tempat untuk workshop seni, pendopo serbaguna, dan amfiteater untuk mementaskan berbagai pertunjukan seni.
”Dengan kelengkapan fasilitas, diharapkan semakin banyak orang datang berkunjung. Tidak sekadar berwisata ke candi, tetapi juga menikmati rekreasi di Kampung Seni Borobudur,” ujar Dwiatma.
Pelibatan masyarakat
Di tengah pembangunan infrastruktur dan berbagai program lain di kawasan Borobudur, sejumlah pihak menilai masih ada pekerjaan rumah yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah memperkuat komunikasi dengan masyarakat di kawasan Borobudur agar mereka juga bisa terlibat secara aktif dalam pengembangan destinasi superprioritas.
Ketua Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) Umar Chusaeni (49) mengatakan, pemerintah harus memperkuat komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat di kawasan Borobudur. Agar komunikasi itu bisa berjalan dengan baik, Umar pun mengusulkan pembentukan forum untuk mewadahi para tokoh masyarakat di Borobudur.
”Menurut saya, harus ada komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat di Borobudur. Komunikasinya harus menyeluruh. Jadi, pemerintah bisa mengumpulkan tokoh masyarakat dan diajak ngobrol,” ujar Umar saat dihubungi, Selasa (29/6/2021).
Komunikasi itu penting agar masyarakat di kawasan Borobudur juga memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai rencana pengembangan Borobudur sebagai destinasi wisata prioritas. Menurut Umar, selama ini, masyarakat hanya melihat pemerintah membangun berbagai infrastruktur di kawasan Borobudur.
Akan tetapi, banyak masyarakat di kawasan Borobudur yang tak memahami rencana besar soal pengembangan destinasi wisata superprioritas itu. ”Ketika infrastruktur dibangun besar-besaran begini, hanya sebagian kecil masyarakat mungkin yang tahu itu untuk apa. Sebagian besar tahunya, ya, dibangun-bangun saja,” tutur Umar.
Salah seorang tokoh masyarakat di kawasan Borobudur, Sucoro (69), menuturkan, sebagian besar masyarakat di sekitar Candi Borobudur belum memiliki informasi yang jelas mengenai rencana pengembanganan Borobudur sebagai destinasi wisata superprioritas. Dia menyebut, selama ini, berbagai kementerian dan lembaga pemerintah memang kerap menjalankan kegiatan dan program di kawasan Borobudur.
Akan tetapi, Sucoro menilai, belum ada sosialisasi yang komprehensif kepada masyarakat mengenai rencana pengembanganan Borobudur sebagai destinasi wisata superprioritas. ”Pengembangan Borobudur sebagai destinasi superprioritas itu sangat baik. Namun, kalau pengembangan itu diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mestinya masyarakat dilibatkan dari awal perencanaan,” ujarnya.
Bagi masyarakat, apa pun label program dari pemerintah, keberadaan Candi Borobudur tentu diharapkan ikut menggerakkan perekonomian mereka secara riil. Untuk itu, kelembagaan penanganan Borobudur sebaiknya dibuat lebih sederhana. Jangan sampai program justru saling tumpang tindih dan hanya sebatas jargon.