Wisata Olahraga Masih Bisa Terus Berkembang di Tengah Pandemi
Meskipun pandemi Covid-19 belum usai, aktivitas ”sport tourism” atau wisata olahraga dinilai tetap berpotensi untuk berkembang. Namun, penyelenggaraan kegiatan wisata olahraga harus menyesuaikan dengan situasi pandemi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Meski pandemi Covid-19 belum usai, aktivitas wisata olahraga atau sport tourism dinilai bisa terus berkembang. Namun, sejumlah penyesuaian harus dilakukan, seperti membatasi jumlah peserta. Model campuran dengan melibatkan sebagian kecil peserta hadir di lokasi dan sebagian besar mengikutinya secara virtual bisa jadi pilihan.
”Sport tourism pasti masih punya peluang, tetapi harus dengan kreasi atau penyesuaian,” kata Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Jawa Tengah Sinoeng Noegroho Rachmadi di sela-sela acara Spedia dan Pawone Sinau, Sabtu (29/5/2021), di Balai Ekonomi Desa Ngadiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jateng.
Acara Spedia dan Pawone Sinau merupakan rangkaian penyelenggaraan lomba lari Borobudur Marathon yang digelar Bank Jateng, Pemerintah Provinsi Jateng, dan harian Kompas. Spedia adalah kegiatan bersepeda bersama untuk mengenalkan potensi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Magelang. Sementara itu, Pawone Sinau adalah kegiatan pelatihan pengembangan usaha bagi sejumlah UMKM di Magelang.
Rangkaian acara Spedia dan Pawone Sinau dihadiri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno. Selain itu, ada juga Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An dan Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo.
Sinoeng menyatakan, ada beberapa model penyesuaian dalam penyelenggaraan wisata olahraga di masa pandemi Covid-19. Salah satunya, memakai model hybrid atau campuran. Sebagian peserta hadir secara fisik, sementara sebagian lainnya mengikuti kegiatan secara virtual.
Model penyesuaian lainnya adalah menyelenggarakan kegiatan wisata olahraga menjadi beberapa tahap di waktu yang berbeda. Kegiatan satu hari bisa dibagi menjadi beberapa kegiatan terpisah dalam waktu yang lebih panjang, misalnya satu minggu atau satu bulan.
Masing-masing tahap kegiatan itu diikuti peserta dengan jumlah terbatas agar tetap bisa menerapkan protokol kesehatan dengan baik. ”Dengan penyesuaian itu, sport tourism tidak kehilangan momentum dan bisa berjalan,” kata Sinoeng.
Sinoeng menambahkan, kegiatan wisata olahraga di masa pandemi Covid-19 juga bisa digelar dengan prinsip localize atau lingkup kecil, privatize atau diikuti grup terbatas, serta small in size atau skala kecil. Selain itu, penyelenggara wisata olahraga harus bisa menerapkan protokol kesehatan ketat, termasuk tes Covid-19 dan karantina terhadap seluruh peserta, agar tidak memunculkan kasus baru.
Penyelenggaraan wisata olahraga juga harus didukung fasilitas penginapan dan restoran yang telah memiliki sertifikat clean, healthy, safety, dan environment sustainability (CHSE) atau kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. ”Ini penting untuk memberi rasa aman dan nyaman,” kata Sinoeng.
Kami mendorong sport tourism agar tidak melibatkan event organizer saja, tetapi harus ada partisipasi masyarakat sebagai pelaku ekonomi, misalnya dengan menawarkan produk lokal sebagai oleh-oleh.
Salah satu kegiatan wisata olahraga yang dinilai berhasil beradaptasi adalah Borobudur Marathon. Pada 2020, Borobudur Marathon tetap digelar dengan model hybrid.
Saat itu, 26 atlet nasional hadir langsung di lokasi lomba untuk berlomba. Adapun 9.090 pelari dari penjuru Nusantara dan mancanegara ikut serta secara virtual.
Sinoeng mengakui, saat kegiatan wisata olahraga digelar dengan model hybrid, dampak ekonomi acara itu memang tidak sebesar sebelumnya. Namun, model hybrid tetap bisa memberi dampak positif terhadap perekonomian asalkan melibatkan masyarakat setempat.
”Kami mendorong sport tourism agar tidak melibatkan event organizer saja, tetapi harus ada partisipasi masyarakat sebagai pelaku ekonomi, misalnya dengan menawarkan produk lokal sebagai oleh-oleh,” tutur Sinoeng.
Milik warga
Ganjar Pranowo menyatakan, Borobudur Marathon telah menjadi lomba lari elite di Indonesia dan mulai dikenal di kancah internasional. Namun, Ganjar menyebut, Borobudur Marathon bukan hanya lomba lari. Ajang itu menjadi sarana promosi wisata dan pendorong perekonomian.
”Momentum Borobudur Marathon ini bukan sekadar orang berlari, tapi event, promosi, dan menunjukkan Indonesia punya tempat yang bagus dan sport tourism-nya bisa berjalan,” ujarnya.
Ganjar berharap, ke depan, Borobudur Marathon tahun 2021 bisa digelar seperti sebelum pandemi Covid-19. Namun, jika hal itu tidak bisa dilakukan, Borobudur Marathon tetap harus digelar tahun ini dengan model hybrid.
Ganjar juga ingin Borobudur Marathon menjadi milik masyarakat Magelang. Dengan rasa memiliki, masyarakat akan tergerak menyukseskan penyelenggaraan lomba lari tersebut. ”Rasa memiliki itu akan memengaruhi geliat pariwisata di sini,” katanya.
Budiman Tanuredjo memaparkan, penyelenggaraan Borobudur Marathon 2020 secara hybrid mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Apalagi, Borobudur Marathon 2020 berhasil menyusun protokol kesehatan yang sangat ketat sehingga bisa menekan penularan Covid-19.
Jadi, kegiatan ini (Borobudur Marathon) bukan hanya dinikmati oleh Bank Jateng dan Pemprov Jateng, melainkan juga bisa dinikmati masyarakat.
Akan tetapi, Budiman menyebut belum bisa memastikan bagaimana model penyelenggaraan Borobudur Marathon tahun ini. Sebab, model penyelenggaraannya akan bergantung pada beberapa hal, misalnya kondisi pandemi Covid-19 dan aturan pemerintah.
”Prinsipnya kita akan jalan. Hanya jalannya akan jadi seperti apa, apakah seperti tahun 2020 atau ada bentuk baru, ya, kita tunggu,” ujarnya.
Supriyatno mengatakan, Borobudur Marathon bukan hanya kegiatan olahraga, melainkan juga ikut mempromosikan pariwisata di kawasan Borobudur sekaligus memajukan perekonomian warga. Hal itu diperlihatkan lewat serangkaian upaya mendorong pengembangan UMKM di wilayah Magelang.
”UMKM itu dari kecil kita dampingi sehingga produknya bisa lebih diterima di pasar. Jadi, kegiatan ini (Borobudur Marathon) bukan hanya dinikmati Bank Jateng dan Pemprov Jateng, melainkan juga bisa dinikmati masyarakat. Dengan begitu, mudah-mudahan ekonomi di sekitar Borobudur juga bergerak,” tutur Supriyatno.