Dapat Penghargaan dari Akademi Jakarta, Laman Kinipan Tidak Sendirian
Masyarakat Adat Laman Kinipan, meski belum diakui, terus berjuang mempertahankan hutan adatnya. Bagi mereka, hutan adalah kehidupan mereka. Atas upaya itu, mereka diganjar penghargaan Akademi Jakarta 2021.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Perjuangan Masyarakat Adat Laman Kinipan mempertahankan hutan adat dan mendapatkan pengakuan negara diapresiasi Akademi Jakarta. Laman Kinipan mendapatkan penghargaan untuk kategori komunitas itu atas perannya ikut menyadarkan publik tentang masalah kemanusiaan.
Kesetiaan Masyarakat Adat Laman Kinipan pada alam kini tengah diuji pembangunan. Ribuan hektar kawasan hutan adat yang mereka jaga sedikit demi sedikit dialihfungsikan menjadi kebun sawit. Pemerintah sampai kini belum mau mengakui mereka sebagai masyarakat adat.
Anggota Akademi Jakarta, Sandyawan Sumardi, mengatakan, perjuangan masyarakat Kinipan memberi banyak pelajaran bagi strategi kebudayaan kemanusiaan di Indonesia. ”Salah satu yang penting adalah menjauhkan pembangunan dari proses pengambilan sumber daya alam secara berlebihan,” kata Sandyawan saat acara pemberian penghargaan Akademi Jakarta 2021 yang digelar secara daring, Senin (28/6/2021).
Akademi Jakarta adalah lembaga kebudayaan yang didirikan di Jakarta. Tidak hanya untuk mendorong laju kebudayaan di Jakarta, lembaga ini juga berperan mendorong beragam aktivitas kebudayaan di Tanah Air.
Di tengah segala keterbatasannya, Masyarakat Adat Laman Kinipan menerima penghargaan itu dari Nanga Bulik, ibu kota Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Perwakilan masyarakat adat harus pergi ke Nanga Bulik, sekitar 38 kilometer dari Kinipan, karena tidak memiliki sambungan internet. Kinipan berjarak sekitar 600 kilometer dari pusat Kota Palangkaraya, ibu kota Kalteng.
Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing mengungkapkan, seluruh anggota komunitas tidak menyangka bakal mendapat penghargaan tersebut. Penghargaan itu, katanya, akan menjadi motivasi untuk terus berjuang mempertahankan hak-hak mayarakat, khususnya masyarakat adat.
”Selama ini kami berpikir berjuang sendiri, tetapi banyak sekali perhatian, baik dari NGO, wartawan, maupun semua pihak yang selama ini membantu. Semoga penghargaan ini membuat perjuangan ini terus berlanjut,” kata Effendi.
Penghargaan tahun ini terbilang istimewa. Setelah tidak digelar tahun 2020 akibat pandemi, penghargaan juga diberikan kepada perorangan dan kelompok masyarakat. Tahun ini, yang menerima penghargaan perorangan adalah sastrawan Remy Sylado, yang tengah terbaring sakit.
”Ini (penghargaan bagi kelompok masyarakat) merupakan kesepakatan semua anggota untuk menunjukkan bahwa kebudayaan tidak terbatas pada kesenian semata,” kata Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma.
Untuk pertama kalinya pada tahun ini, penerima penghargaan akan mendapat patung khusus. Patung sosok manusia dengan tangan kanan menunjuk ke atas dan tangan kiri menunjuk ke bawah itu didesain seniman dan anggota Akademi Jakarta, Dolorosa Sinaga.
Makna dari patung tersebut, lanjut Seno, dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian lingkaran yang dipijak menggambarkan bumi dengan segala isinya tempat kehidupan manusia.
Tangan kiri menunjuk ke bawah bermakna pembumian, kepedulian, gagasan, dan kreativitas. Sementara tangan kanan menunjuk ke atas bermakna kedudukan manusia sebagai bagian dari alam semesta.
”Sosok ini menggambarkan mendekati sempurna yang mengungkapkan kesempurnaan penciptaan Sang Maha Pencipta,” ungkap Seno.