Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan di Kalteng Ditangkap Polisi
Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing ditangkap polisi. Sebelumnya lima orang juga ditahan atas dasar tuduhan pencurian dan pidana lainnya. Penangkapan diduga karena aktivitas mereka menolak perkebunan sawit.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Enam warga Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, ditangkap dengan kasus yang berbeda-beda. Semuanya merupakan anggota komunitas adat yang menolak hutan adatnya dialihkan menjadi perkebunan sawit.
Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing menjadi salah satu tetua adat yang ditangkap pada Rabu (26/8/2020). Effendi Buhing ditangkap di rumahnya di Desa Kinipan pada Rabu siang oleh belasan petugas kepolisian.
Sebelumnya, lima warga Kinipan, termasuk Riswan (29) yang menjabat Kepala Urusan Pemerintahan Desa Kinipan, juga ditangkap atas tuduhan mencuri gergaji potong milik sebuah perusahaan perkebunan sawit di Lamandau.
Koalisi Keadilan untuk Kinipan mengecam tindakan represif pihak kepolisian yang menangkap Effendi Buhing. Mereka juga mendesak kepolisian untuk membebaskan semua warga Kinipan yang ditangkap. Mereka menduga penangkapan itu merupakan bentuk kriminalisasi.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Hardias Sway (50), warga Desa Kinipan, duduk di atas kayu yang sudah ditebang oleh perusahaan perkebunan sawit di lokasi yang mereka klaim sebagai wilayah kelola adat mereka di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Minggu (20/1/2019). Di lokasi itu mereka menangis dan meratapi hutan yang sudah terbuka, tempat mereka mencari penghidupan. Aksi itu juga dilakukan dengan penanaman berbagai jenis tanaman hutan.
Koalisi Keadilan untuk Kinipan dibentuk atas dasar keprihatinan beberapa lembaga di Kalteng terhadap penangkapan warga Desa Kinipan yang terjadi sejak Juli lalu. Koalisi itu terdiri dari Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Lembaga Bantuan Hukum Palangkaraya, Save Our Borneo (SOB), dan LBH Genta Keadilan.
Direktur Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, pihaknya mendapatkan video penangkapan Effendi Buhing dari keluarga. Dalam video yang kemudian viral di media sosial, terlihat Effendi Buhing diseret keluar dari dalam rumah.
”Kami mendesak polisi untuk membebaskan Effendi Buhing. Bukan hanya ketua adat, dia adalah pejuang lingkungan,” kata Dimas.
Berkat Arus, Ketua BPD Desa Kinipan, membawa beberapa jenis tanaman, di antaranya tanaman obat, di lokasi yang sudah dibuka perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Minggu (20/1/2019). Selain menanam tanaman, mereka juga meratapi bekas rimba yang hilang digusur perkebunan sawit.
Koordinator SOB Safrudin mengungkapkan, penangkapan atas enam warga Desa Kinipan merupakan upaya kriminalisasi terhadap rakyat yang menolak investasi yang kian marak di Kalimantan. Pihaknya mengkhawatirkan akan terjadi konflik horizontal jika penangkapan terus terjadi.
”Praktik kriminalisasi harus dihentikan. Jangan ada lagi Riswan dan Effendi Buhing yang lain,” kata Safrudin.
Safrudin mengungkapkan, warga pernah melaporkan penyerobotan lahan atau penggarapan wilayah adat ke Polda Kalteng, bahkan hingga ke Kantor Staf Presiden. Tak jarang Effendi Buhing ke Jakarta untuk memberikan laporan ke berbagai lembaga milik pemerintah.
”Polisi sangat reaktif dengan aduan perusahaan, tetapi kerap bergeming dengan laporan masyarakat, apalagi masyarakat adat,” ujar Safrudin.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Hendra Rochmawan membenarkan adanya penangkapan tersebut. Penangkapan itu dilakukan atas dasar bukti yang cukup. Meskipun demikian, ia masih mencari informasi terkait kasus yang disangkakan.
”Ini berkaitan dengan tiga laporan PT Sawit Mandiri Lestari (SML). Pada prinsipnya kami profesional dalam menanggapi laporan kepolisian. Semuanya punya hak yang sama di mata hukum, baik warga maupun perusahaan,” kata Hendra.
Hendra menambahkan, dari penangkapan yang dilakukan, akan ada pemeriksaan dan penyidikan. ”Ada ruang jawab atas semua laporan,” ujarnya.
Hendra juga membenarkan adanya penangkapan beberapa warga Desa Kinipan lainnya. ”Hanya oknum-oknum saja, bukan semua warga Kinipan,” katanya.
WALHI KALTENG
Riswan (29) saat bertemu Gad Dali, ayahnya, yang datang dari Lamandau, di Polda Kalteng, Palangkaraya, Senin (24/8/2020).
Konflik Kinipan
Penjabat Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah AMAN Kalteng Ferdi Kurnianto menjelaskan, sebagian besar konflik tenurial di Kalteng selalu dibayangi ”hantu” kriminalisasi, termasuk di Kinipan. Kasus tersebut dimulai sejak tahun 2012 saat warga Kinipan serentak menolak masuknya perusahaan sawit.
”Banyak konflik selalu berujung jeruji. Tampaknya itu seperti strategi untuk memecah belah masyarakat,” kata Ferdi.
Mereka (yang ditangkap) merupakan pejuang liingkungan. Mereka anggota komunitas adat. Mereka harus dibebaskan.
Berdasarkan data Walhi Kalteng, pada 2005-2018 setidaknya terdapat 345 konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit yang penyelesaiannya tidak optimal. Kinipan hanyalah salah satu dari sekian banyak konflik yang tak selesai.
Kompas sudah beberapa kali melihat ke lokasi pembukaan hutan adat di Kinipan. Hutan itu pada tahun 2016 dipetakan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dengan luas 16.000 hektar lebih. Sementara dari data koalisi, sekitar 4.000 hektar sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit. Luasnya seperti 15 kali luas Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta.
”Mereka (yang ditangkap) merupakan pejuang lingkungan. Mereka anggota komunitas adat. Mereka harus dibebaskan,” kata Ferdi.