Radius Bahaya Erupsi Merapi Bertambah, Warga Belum Perlu Mengungsi
BPPTKG mengubah rekomendasi daerah bahaya erupsi Gunung Merapi. Berdasarkan rekomendasi terbaru, radius bahaya ke arah Sungai Gendol, Sleman, ditambah dari 3 km menjadi 5 km.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi mengubah rekomendasi daerah bahaya erupsi Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Rekomendasi terbaru, radius bahaya ke arah Sungai Gendol, Kabupaten Sleman, DIY, ditambah dari 3 kilometer menjadi 5 km. Meski begitu, warga di lereng Merapi belum perlu mengungsi.
”Awan panas ke arah Sungai Gendol (sisi tenggara Merapi) sudah beberapa kali terjadi dengan jarak maksimal 3 km. Untuk mengantisipasi perkembangan erupsi berikutnya, rekomendasi daerah bahaya dimutakhirkan,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring, Jumat (25/6/2021) sore, di Yogyakarta.
Data BPPTKG, pada Jumat pagi pukul 04.43 WIB, terjadi tiga kali awan panas guguran di Gunung Merapi dengan jarak luncur maksimal 3 km ke arah tenggara atau menuju Sungai Gendol. Saat awan panas itu terjadi, teramati kolom asap setinggi 1.000 meter di atas puncak Merapi.
Jarak 3 km itu merupakan jarak terjauh luncuran awan panas ke arah tenggara yang terjadi selama proses erupsi tahun ini. Kondisi itulah yang membuat BPPTKG menambah radius bahaya ke sektor tenggara dari 3 km menjadi 5 km. Penambahan itu juga dilakukan karena volume kubah lava di tengah kawah puncak Gunung Merapi terus bertambah.
Hanik memaparkan, berdasarkan data foto udara yang diambil pada 8 Juni 2021, kubah lava di tengah kawah itu memiliki volume 2,1 juta meter kubik. Adapun rata-rata pertumbuhan kubah lava tersebut pada periode 2 Mei-8 Juni 2021 mencapai 12.000 meter kubik per hari.
Selain kubah lava di tengah kawah, Merapi saat ini juga memiliki satu kubah lava lagi di sisi barat daya. Data 8 Juni menunjukkan, kubah lava di sisi barat daya itu memiliki volume 1,3 juta meter kubik dengan laju pertumbuhan 11.000 meter kubik per hari.
Menurut Hanik, seiring volume yang terus bertambah, kestabilan dua kubah lava di Merapi juga mulai terganggu. Kondisi itulah yang menyebabkan adanya peningkatan guguran lava dan awan panas di Merapi selama beberapa waktu terakhir.
”Aktivitas guguran dan awan panas juga mengalami peningkatan karena kestabilan kubah lava mulai terganggu yang diakibatkan volume yang semakin membesar. Tekanan dari suplai magma dari dalam juga memengaruhi kestabilan kubah lava saat ini,” ungkap Hanik.
Hanik mengatakan, berdasarkan pemodelan BPPTKG, apabila kubah lava di barat daya longsor dengan volume 3 juta meter kubik, awan panas berpotensi terjadi dengan jarak maksimal 5 km. Awan panas dari kawah itu berpotensi mengarah ke sejumlah sungai yang berhulu ke Merapi, yakni Sungai Boyong, Bebeng, Krasak, dan Putih.
Sementara itu, apabila kubah lava di tengah kawah mengalami longsor dengan volume sebesar 1 juta meter kubik, bisa muncul awan panas dengan jarak luncur 5 km. Awan panas dari kubah lava di tengah kawah itu berpotensi mengarah ke tenggara karena terdapat bukaan kawah menuju Sungai Gendol. Potensi awan panas itu juga menjadi salah satu alasan BPPTKG mengubah rekomendasi bahaya terkait erupsi Merapi.
Rekomendasi terbaru, potensi bahaya erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas di sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 km serta di sektor tenggara, yaitu Sungai Gendol sejauh maksimal 5 km dan Sungai Woro sejauh 3 km. Apabila terjadi erupsi eksplosif di Merapi, bisa terjadi lontaran material vulkanik yang dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
Meski radius bahaya ke arah Sungai Gendol telah ditambah, Hanik menyatakan, sampai saat ini warga di sisi tenggara lereng Gunung Merapi belum perlu mengungsi. Sebab, tidak ada permukiman warga di sisi tenggara Merapi yang berjarak kurang dari 5 km dari puncak.
Hanik menambahkan, di lereng sisi tenggara terdapat satu dusun yang berada di perbatasan radius 5 km dari puncak Merapi. Dusun tersebut adalah Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.
Warga Dusun Kalitengah Lor juga belum perlu mengungsi. Meski begitu, kesiapsiagaan masyarakat dan pihak-pihak terkait menghadapi potensi erupsi Merapi harus ditingkatkan. ”Belum perlu melakukan pengungsian. Meski demikian, kesiapsiagaan perlu kita tingkatkan,” ujarnya.
Hujan abu
Sementara itu, awan panas Jumat pukul 04.43 WIB telah menyebabkan hujan abu di sejumlah wilayah lereng Gunung Merapi. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Makwan mengatakan, hujan abu terjadi di dua kecamatan di Sleman, yakni Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Pakem.
Di Cangkringan, ada tiga desa terkena hujan abu, yakni Glagaharjo, Kepuharjo, dan Umbulharjo. Sementara itu, di Pakem juga terdapat tiga desa yang mengalami hujan abu di Merapi, yakni Purwobinangun, Candibinangun, dan Pakembinangun.
Meski mengalami hujan abu, aktivitas masyarakat di lereng Gunung Merapi di wilayah Sleman tak terlalu terganggu. ”Aktivitas masyarakat di lereng Gunung Merapi masih normal seperti biasa,” ujar Makwan.
Hujan abu juga terjadi di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kepala Pelaksana BPBD Klaten Sip Anwar menyampaikan, hujan abu terjadi di dua desa di Kecamatan Kemalang, yakni Desa Balerante dan Desa Tegalmulyo. Dua desa itu termasuk dalam Kawasan Rawan Bencana III pada erupsi Merapi 2010.
”Itu (hujan abu) hanya yang di wilayah utara. Di Balerante saja, tidak sampai di bagian selatan. Hanya yang ada di pinggir-pinggir Merapi. Alhamdulillah kondusif dan masyarakat beraktivitas seperti biasa lagi,” kata Anwar.
Masyarakat juga tidak menunjukkan kepanikan setelah terjadinya hujan abu. Menurut laporan, tidak tampak pula gelagat masyarakat yang ingin mengungsi. Namun, kata Anwar, barak-barak pengungsian sudah siap jika sewaktu-waktu diperlukan.
”Barak-barak siap. Semuanya sudah dilengkapi dengan protokol kesehatan, seperti penyekatan untuk satu pengungsi dan pengungsi lainnya,” katanya.
Barak yang disiapkan berada di Desa Balerante, Desa Sidorejo, dan Desa Tegalmulyo. Di Desa Balerante, barak yang digunakan berjarak 7,9 km dari puncak Merapi. Barak di Desa Sidorejo berjarak 10 km dari puncak Merapi, sedangkan barak yang berada di Desa Tegalmulyo jaraknya 6 km dari puncak Merapi. Ketiganya berada di Kecamatan Kemalang.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Urusan Perencanaan Desa Balerante Jainu menyebutkan, hujan abu berlangsung sekitar satu jam. Abu tampak menutupi sejumlah daun tanaman milik warga. Fenomena alam itu terjadi di empat dusun di desa tersebut.
”Hujan abu terjadi di Dusun Sambungrejo, Dusun Ngipiksari, Dusun Sukorejo, dan Dusun Gondang. Aktivitas masyarakat normal seperti biasa,” kata Jainu.