Proses Verifikasi Administrasi Data Rumah Rusak akibat Badai Seroja Belum Berjalan Ideal
Verifikasi data administrasi kerusakan rumah akibat badai seroja di Nusa Tenggara Timur tidak berjalan mulus. Dari 22 daerah, hanya Kabupaten Ngada yang lolos verifikasi data itu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Verifikasi data administrasi kerusakan rumah akibat badai seroja di Nusa Tenggara Timur tidak berjalan mulus. Dari 22 daerah, hanya Kabupaten Ngada lolos verifikasi data itu.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Isyak Nuka di Kupang, Jumat (18/6/2021) mengatakan, verifikasi data kerusakan akibat badai seroja dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hanya Kabupaten Ngada yang lolos pada tahap verifikasi administrasi ini.
”Ngada menyampaikan data kerusakan rumah itu asli, dengan cap dan tangan tangan basah. Sementara 21 kabupaten/kota lainnya hanya fotokopi atau salinan sehingga berkasnya dikembalikan untuk diperbaiki. Batas waktu pengembalian data ke BNPB pada Senin 21 Juni 2021,” kata Nuka.
Setelah verifikasi administrasi, akan ada tim BNPB dan tim teknis lainnya memastikan kebenaran data. Data itu harus sesuai nama dan alamatnya. Penentuan kondisi pasti kerusakan rumah akan dinilai dan diverifikasi tim tersebut.
Badai seroja di NTT pada 3-5 April 2021 telah merusak 53.432 rumah. Data awal menyebutkan, rumah rusak berat sebanyak 6.407 unit, rusak sedang (7.130 unit), dan rusak ringan (39.895 unit).
Sejauh ini, pembangunan 300 rumah rusak berat sedang berjalan di Flores Timur dan Lembata. Adapun 6.107 unit yang tersebar di 20 kabupaten/kota masih harus diverifikasi ulang. Rumah rusak berat dinilai Rp 50 juta, sedang (Rp 25 juta), dan rusak ringan (Rp 10 juta).
Sambil menunggu pembangunan rumah oleh pemerintah, telah dialokasikan anggaran senilai Rp 7,4 miliar dari APBN sebagai dana tunggu hunian. Setiap rumah tangga mendapat Rp 500.000 per bulan selama enam bulan berturut-turut. Dana ini diperuntukan bagi warga terdampak yang harus menyewa rumah atau kebutuhan lain.
Mengenai dana bantuan yang diserahkan oleh para dermawan senilai Rp 10 miliar selama masa tanggap darurat, Nuka mengatakan, telah terbit peraturan gubernur mengenai pemanfaatan dana itu. Dana itu digunakan sesuai kebutuhan masyarakat.
Sementara kerusakan di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, gedung pemerintah, dan fasilitas umum lain sedang dalam proses pendataan secara rinci.
”Itu bisa ditangani tahun ini atau tahun 2022 atau tahun berikutnya. Dana APBD NTT sangat terbatas menangani masalah itu,” kata Nuka.
Kepala Desa Oyangbarang di Flores Timur Laurensius Lega Ama mengatakan, pemerintah sedang membangun 50 rumah. Sebanyak empat unit sudah selesai dibangun dan 16 unit lainnya dalam proses pembangunan. Rumah tipe 36 dengan luas halaman 25 meter persegi itu dapat dimanfaatkan pemilik rumah menanam beragam komoditas pangan.
”Sesuai target, pembangunan 50 rumah itu akan selesai tahun 2021 ini,” kata Lega Ama.
Ia mengatakan, masyarakat mengusulkan agar perumahan itu diberi nama ”Bukit Permai Jokowi”. Nama itu terinspirasi kehadiran Presiden Joko Widodo di desa itu beberapa waktu lalu.
”Bapak Presiden datang langsung ke lokasi bencana, ingin melihat dan merasakan penderitaan kepedihan masyarakat korban bencana. Presiden sempat meneteskan air mata saat menyaksikan penderitaan warga di tenda-tenda darurat, dan menyaksikan puluhan korban dikubur dalam satu liang lahat,” kata Lega Ama.
Agus Ola (45), penyintas bencana dari Desa Oyangbarang, mengatakan, pembangunan rumah itu sangat bermanfaat bagi keluarganya. Banjir bandang menghayutkan rumahnya.
”Saya berterima kasih kepada pemerintah, terutama Bapak Presiden Jokowi, Kepala BNPB, dan Pemkab Flores Timur atas semua bantuan dan perhatian terhadap kami,” katanya.