Kasus SPI, Semua Pihak Diminta Hargai Proses Hukum
Kasus dugaan kekerasan seksual oleh pendiri sekolah SPI di Batu terus bergulir dan saat ini masih ditangani Polda Jatim. Semua pihak diminta menghargai proses hukum dan asas praduga tidak bersalah.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BATU, KOMPAS — Semua pihak diminta menghargai proses hukum yang tengah berjalan dan asas praduga tidak bersalah terkait kasus dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan atau eksploitasi ekonomi dengan terlapor JE, selaku pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia di Batu, Jawa Timur. Saat ini, proses hukum tengah berlangsung di Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mengatakan, dirinya berharap semua pihak benar-benar menyerahkan masalah ini kepada pihak kepolisian. Seto menerima informasi ada siswa Selamat Pagi Indonesia (SPI) yang tertekan akibat masalah ini.
”Mohon tidak ada satu pihak pun yang mencoba membombardir sekolah ini dengan peryataan yang menyudutkan dan sebagainya karena yang paling terkena dampaknya, yang kasihan adalah justru anak-anak yang sedang belajar di SPI,” ujarnya secara virtual dalam acara konferensi pers yang diadakan oleh pihak SPI, Kamis (10/6/2021) sore, di Batu.
Menurut Seto, pihaknya akan berupaya membesarkan hati para siswa dengan maksud agar mereka tidak tertekan akibat pemberitaan yang belum saatnya dipublikasikan secara luas oleh salah satu pihak yang mungkin belum melihat hasil dari proses hukum yang tengah berjalan.
”Dan mohon tidak ada pihak yang mencoba datang ke sekolah untuk melakukan tekanan, demo, dan sebagainya. Kita percayakan sepenuhnya kepada kepolisian, mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak dan perlindungan anak. Karena semua sudah diatur undang- undang. Yang bersalah akan dikenai sanksi pidana,” katanya.
Selain memberi dukungan terhadap para siswa, lanjut Seto, pihaknya juga akan ikut memantau jika benar ada pihak yang bersalah dan harus dikenai sanksi. Bagaimanapun juga, kata dia, SPI merupakan sekolah yang melahirkan prestasi.
Kuasa Hukum JE, Recky Bernadus Surupandy, mengatakan, pihaknya juga menghormati proses hukum dan masih menunggu jika nantinya ada panggilan terhadap JE. Jika ada panggilan dari penyidik, pihaknya akan berlaku kooperatif menghadiri pemeriksaan dan menyajikan keterangan yang didukung bukti.
Terkait 16 korban yang sudah melapor ke Polda Jatim dan 29 orang melapor melalui hotline Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (salah satu dari tiga hotline yang dibuka di Batu), pihaknya memersilakan untuk melapor jika punya bukti yang sah dan merasa menjadi korban.
Selain menjelaskan sudah ada dua orang sudah diperiksa oleh Polda Jatim sebagai saksi, yakni Kepala SPI dan Kepala Pembangunan, kuasa hukum SPI, Ade Dharma Maryanto, mengklarifikasi, soal perkara pidana yang melibatkan kliennya. Pasal yang disangkakan oleh penyidik tidak seperti yang berkembang di media.
”Dari panggilan itu, pada intinya pasal yang disangkakan adalah Pasal 81 juncto 76D dan 76 E Undang-Undang perlindungan anak beserta perubahannya sehubungan dengan persetubuhan maupun perbuatan cabul, bukan mengenai eksploitasi ekonomi. Sedangkan yang berkembang di media akhir-akhir ini ada tiga isu pencabulan persetubuhan, eksploitasi ekonomi, dan kekerasan (fisik),” papar Ade.
Selama proses hukum, menurut Ade, pihaknya harapkan para pihak lain untuk menahan diri agar tidak overlapping, mendahului proses hukum yang tengah berlangsung dan tidak membuat isu berkembang ke arah yang tidak jelas. Karena masalah ini berhubungan dengan SPI. SPI masih menjadi tumpuan para siswa menggapai cita-cita.
Adapun terkait dugaan eksploitasi ekonomi sebagaimana berkembang, Recky menjelaskan bahwa ada dua kegiatan di SPI, yakni kegiatan siswa dan alumni. Kegiatan yang dilakukan siswa sesuai mata pekajaran dan kurikulum yang dapat pengawasan oleh dinas pendidikan. Kegiatan siswa juga dilakukan saat jam belajar, bukan di luar jam belajar.
Adapun kegiatan alumni, ada dua opsi, yakni saat lulus dan mereka ingin pulang dipersilakan. Namun, kalau mereka merasa nyaman di SPI, mereka bisa mengajukan permohonan untuk tinggal dan beraktivitas. Untuk tinggal ada seleksi, yakni harus memiliki rekam jejak yang baik, misalnya tidak melanggar dan berkelakuan baik.
”Mereka beraktivitas di unit praktik lapangan. Mereka dapat penghargaan atas kontribusi. Jadi bukan bekerja. SPI tidak pernah membuka lowongan kerja bagi alumni. Mereka memohon untuk bisa tinggal di sini dan beraktivitas ketika merasa nyaman di sini,” kata Recky.
Soal apa yang dilakukan pihak sekolah setelah dugaan kasus ini mencuat (bentuk pengawasan internal), Kepala Sekolah Risna Amalia Ulfa mengatakan bentuk pengawasan terhadap seluruh kegiatan siswa sudah dilakukan sejak SPI berdiri 2007. ”Pengawasan yang ada sebagaimana yang sudah berjalan selama ini,” katanya.