Laporan Terbaru, Pengelola Dilaporkan Mengetahui Kekerasan Seksual di SPI
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan Kota Batu didorong bekerja sama memastikan siswa yang masih berada di dalam SPI tetap mendapatkan hak belajar dan menuntut ilmu tanpa rasa takut.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Komisi Nasional Perlindungan Anak meneruskan laporan terbaru dari korban kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia di Batu, Jawa Timur, kepada polisi. Laporan itu mengenai adanya pengelola sekolah yang mengetahui perbuatan JE, terlapor, yang pemeriksaannya masih berjalan.
Pengelola itu terlibat atau paling tidak mengetahui dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik, atau eksploitasi ekonomi di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI). ”Dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak itu disebut pembiaran. Kalau saya, Anda, tahu ada peristiwa itu, tetapi tidak melaporkan, maka dikategorikan dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 ikut serta medukung terjadinya pelanggaran terhadap anak,” ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait di Markas Polres Batu, Rabu (9/6/2021).
Informasi tambahan mengenai adanya pengelola yang mengetahui praktik tersebut, kata Arist, disampaikan korban kepada dirinya, Selasa malam. Selanjutnya, siap dilaporkan kepada penyidik kasus di Polres Jawa Timur.
Baca juga : Dugaan Kekerasan Seksual Sekolah SPI Batu Diminta Lebih Terbuka
Rabu siang, seusai mengunjungi posko pengaduan (hotline) kasus kekerasan seksual di Kepolisian Resor Batu, Arist bergabung dengan Koalisi Children Protection Malang Raya—yang menyampaikan pernyataan sikap terkait kasus ini—dan Pemerintah Kota Batu.
Mengenai perkembangan penyidikan kasus, hingga Jumat pekan lalu, sudah ada 14 pelapor yang diperiksa dan menjalani visum. Dua korban lain tambahan saksi kunci belum divisum dengan alasan mereka belum bersedia.
Adapun untuk korban yang melapor ke Polres Batu, Arist belum mendapat kepastian soal jumlah. Polres Batu beralasan penyebaran data korban berbenturan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE).
”Namun, ada yang melaporkan dan jumlahnya banyak pula. Angkanya tidak bisa disebutkan, tapi ada juga disinyalir dari yang masih aktif di dalam (siswa),” kata Arist. Hingga kini, pihak sekolah SPI tidak mengeluarkan pernyataan apa pun terkait laporan kasus itu.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Batu Ajun Komisaris Jeifson Sitorus membenarkan pihaknya tidak bisa menyampaikan nama dan jumlah pelapor dengan alasan UU ITE. Ada tiga hotline yang tersedia di posko aduan di Polres Batu, yakni Dinas Sosial Kota Batu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), serta Polres Batu sendiri.
Menurut Jeifson, pengaduan tersebut tidak dikhususkan hanya bagi para korban salah satu yayasan yang kini tengah ditangani Polda Jawa Timur, tetapi untuk semua masyarakat yang pernah menjadi korban kekerasan seksual. Dalam rangka menangani kasus kekerasan seksual, pihaknya bekerja sama dengan dinas terkait yang ada di pemerintah daerah.
Di tempat terpisah, Daisy Pangalila dari P2TP2A—di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Batu—mengatakan, sejak dibuka lima hari lalu, data pengadu yang masuk ke hotline P2TP2A ada 29 orang. Mereka berada di SPI dalam beberapa tahun terakhir dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Sementara itu, Koalisi Children Protection Malang Raya—20 organisasi masyarakat sipil di Malang Raya—mengeluarkan pernyataan sikap dalam merespons kasus dugaan kekerasan seksual, fisik, dan atau ekslpoitasi ekonomi yang terjadi di wilayah mereka.
Ada beberapa poin isi pernyataan sikap itu, di antaranya mendukung upaya penyidikan kasus yang saat ini tengah ditangani Polda Jatim. Pihaknya juga mendorong agar para korban dan keluarga mendapat pendampingan psikologis dari lembaga kompeten, termasuk dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Koordinator Koalisi Children Protection Malang Raya, Salma Safitri, mengatakan, pihaknya meminta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan Kota Batu bekerja sama memastikan siswa yang saat ini berada di dalam SPI tetap mendapatkan hak belajar dan menuntut ilmu tanpa rasa takut.
”Kami mendorong Pemkot Batu bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Jawa Timur menghentikan semua operasional bisnis di dalam sekolah yang memperkerjakan siswa-siswi SPI,” katanya.