Penyelidikan Kematian Pendeta Yeremia Berlanjut dengan Otopsi
Otopsi terhadap jenazah pendeta Yeremia Zanambani di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, dilakukan pada Sabtu (5/6/2021). Berbagai pihak berharap hasil otopsi akan menjelaskan terkait kematian Yeremia.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Otopsi terhadap jenazah pendeta Yeremia Zanambani di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, dilakukan pada Sabtu (5/6/2021). Hasil otopsi diperkirakan rampung dalam waktu dua bulan. Berbagai pihak pun berharap hasil otopsi akan menjelaskan sebab kematian Yeremia dan mengungkap pelaku yang terlibat.
Pelaksanaan otopsi jenazah Yeremia yang diprakarsai Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) disaksikan langsung oleh kerabat Yeremia, perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), perwakilan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Otopsi berlangsung dari pukul 11.00 hingga pukul 12.30 WIT. Sebanyak 692 personel gabungan TNI-Polri mengamankan kegiatan tersebut. Pihak keluarga menggali makam jenazah Yeremia, kemudian tim dokter forensik dari TPGF mengambil beberapa sampel dari jenazah Yeremia.
Ketua TGPF Benny Mamoto, saat dihubungi dari Jayapura, Minggu (6/6), mengatakan, tim dokter forensik yang mengambil sampel dari jenazah Yeremia berasal dari RSUD Labuang Baji Makassar, Sulawesi Selatan. Hal ini sesuai dengan permintaan keluarga Yeremia agar pelaksanaan otopsi dilakukan oleh tim dokter independen.
Selanjutnya, sampel dari jenazah Yeremia akan dibawa ke Makassar untuk diperiksa di Laboratorium Forensik Universitas Hasanuddin. ”Pelaksanaan otopsi berjalan kondusif selama 90 menit. Pengambilan sampel juga tidak terkendala karena kondisi jenazah masih bagus. Hal ini dipengaruhi cuaca di Hitadipa yang sangat dingin,” ungkap Benny.
Ia menuturkan, pemeriksaan sampel jenazah yang dilakukan oleh tim Labfor RSUD Labuang Baji membutuhkan waktu selama dua bulan. Hasilnya kemudian akan diserahkan ke penyidik Reskrim Polres Intan Jaya dan Polda Papua. ”Setelah pemeriksaan di pihak kepolisian tuntas, hasil visum akan diserahkan ke tim Pusat Polisi Militer TNI AD. Kami berharap mudah-mudahan penyelidikan kasus ini segera tuntas,” tutur Benny.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, yang turut hadir dalam proses otopsi jenazah Yeremia, berpendapat, kegiatan ini adalah momen penting dalam proses pengungkapan kasus pelanggaran HAM di Papua. Ia berharap semoga hasil otopsi juga mencerminkan hasil investigasi oleh tim Komnas HAM pada akhir September tahun lalu.
Dari rekonstruksi perkara dan keterangan saksi, Komnas HAM menyimpulkan pendeta Yeremia ditembak dalam jarak kurang dari 1 meter dan senjata api yang digunakan ialah jenis shotgun, atau pistol, atau jenis lainnya, yang memungkinkan digunakan dalam ruang sempit.
Sebelum meninggal, Yeremia ditemukan dalam kondisi terluka oleh istrinya, 19 September 2020 sekitar pukul 17.50, di dalam kandang babi milik keluarga mereka. Tempat Yeremia ditembak itu berukuran sempit sehingga ruang gerak terbatas.
Pada tubuh Yeremia ditemukan luka terbuka ataupun luka akibat tindakan lain. Luka pada lengan kiri bagian dalam korban berdiameter sekitar 5-7 cm dan panjang sekitar 10 cm. Komnas HAM menilai kematian Yeremia itu sebagai serangkaian tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa di luar proses hukum atau extrajudicial killing.
Kami berharap dari hasil otopsi akan terungkap keadilan dan kebenaran dalam kasus ini.
”Kami berharap pemerintah pusat serius dalam menangani kasus ini. Pelaksanaan otopsi ini sebagai semangat bersama untuk mewujudkan perdamaian di Papua dan penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM secara maksimal,” tutur Choirul.
Ketua Komisi Hukum PGI Johny Nelson Simanjuntak, yang juga mengikuti kegiatan otopsi, mengatakan, pihaknya akan terus mengawal kasus penembakan pendeta Yeremia hingga persidangan. ”Dari hasil pantauan kami, pelaksanaan otopsi jenazah sesuai dengan standar prosedur. Kami berharap dari hasil otopsi akan terungkap keadilan dan kebenaran dalam kasus ini,” ujarnya.
Sementara itu, anggota DPRP Papua, Thomas Sondegau, berharap hasil otopsi dapat diumumkan secara transparan dan ada perlindungan terhadap keluarga korban. ”Kami berharap kasus penembakan pendeta Yeremia pertama dan terakhir kalinya di Papua. Pelaku yang terlibat kasus pelanggaran HAM harus mendapatkan hukuman berat agar masyarakat Papua merasa menjadi bagian dari negara ini,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel (Arm) Reza Nur Patria mengatakan, pihaknya belum dapat memberikan informasi hingga pemeriksaan sampel hasil otopsi jenazah Yeremia tuntas.