Mahfud MD: Aparat Diduga Terlibat dalam Penembakan Pendeta Yeremia
Tim Gabungan Pencari Fakta kasus penembakan terhadap pendeta Yeremia di Intan Jaya, Papua, telah menyelesaikan tugasnya. Hasil penyelidikan TGPF, ada dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam peristiwa penembakan itu.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta Intan Jaya, Papua, Rabu (21/10/2020). Hasil investigasi menyebutkan ada dugaan keterlibatan aparat dalam penembakan pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua.
Mahfud MD mengatakan, mengenai terbunuhnya pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat. Meskipun demikian, Mahfud juga menyebutkan adanya kemungkinan penyerangan dilakukan oleh pihak ketiga.
Mengenai terbunuhnya pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat.
Saat ditanya berapa oknum yang terlibat dalam penembakan itu, Mahfud mengatakan tugas TGPF hanya mencari informasi yang benar dan obyektif. Tindak lanjut dari temuan fakta itu akan menjadi ranah dalam penyelesaian hukum pro yustisia.
”Ini bukanlah proses hukum pro yustisia. Jadi, tidak boleh tunjuk orang, hanya dugaan. Nanti fakta-fakta yang lebih jelas akan diungkap kepolisian. Terkait siapa orangnya, berapa banyak, dan alat apa yang digunakan untuk menyerang nanti ada waktunya diungkap,” tutur Mahfud.
Hasil investigasi TGPF pemerintah ini sejalan dengan temuan Dewan Adat Papua. Sebelumnya, Sekretaris Dewan Adat Papua John Gobay mengatakan, pihaknya telah mengantongi kronologi kejadian dari tiga saksi kunci dalam penembakan Yeremia. Ketiganya menemani Yeremia setelah tertembak pada pukul 18.00 hingga meninggal sekitar pukul 00.00 WIT.
Istri almarhum pendeta yang bernama Miriam Zoani mengungkapkan, dalam kondisi luka berat, pendeta mengaku ditembak dan dianiaya empat anggota TNI. Saat itu, pendeta Yeremia sedang menyiapkan makanan untuk ternak babi. Namun, anggota TNI menuduh makanan itu untuk anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Hitadipa (Kompas, 18 Oktober 2020).
Hasil tim investigasi juga akan disampaikan ke Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat, dan Kepala Kepolisian Negara RI untuk dicari siapa pelakunya.
Mahfud juga mengatakan bahwa laporan tersebut juga akan ditindaklanjuti ke instansi terkait. Hasil tim investigasi juga akan disampaikan ke Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), dan Kepala Kepolisian Negara RI untuk dicari siapa pelakunya.
”Pemerintah berkomitmen agar kasus ini diselesaikan secara hukum, baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara,” kata Mahfud.
Sementara itu, Ketua Tim Investigasi Lapangan Benny Mamoto mengatakan, saat proses investigasi lapangan, tim memang tidak menemukan saksi mata yang melihat penembakan pendeta Yeremia. Namun, tim berhasil menemui saksi kunci, yaitu istri pendeta. Sang istri adalah orang pertama yang menemukan Yeremia setelah tertembak. Saat itu, ia menyusul ke kandang babi karena pendeta tak kunjung kembali. Sang istri juga menemani pendeta saat dirawat di rumah sakit sampai meninggal.
”Saat masuk ke lokasi kejadian, kami mencoba membangun kepercayaan dengan pendekatan budaya melalui tokoh adat dan agama. Akhirnya, keluarga pendeta Yeremia mau memberikan informasi,” kata Benny menerangkan.
Menurut Benny, kehadiran TGPF di Intan Jaya juga berhasil membujuk keluarga untuk menandatangani persetujuan otopsi. Otopsi diperlukan demi kepentingan penyelesaian hukum oleh kepolisian. Kepolisian setempat pun kemudian menindaklanjuti persetujuan otopsi tersebut untuk kepentingan penyidikan.
Sebagian hasil investigasi TGPF di lapangan, menurut Benny, sebenarnya sudah sangat signifikan. Bahkan, Benny mengklaim temuan itu bisa ditingkatkan ke proses penyidikan. Namun, untuk menetapkan siapa tersangkanya, masih diperlukan alat bukti yang sah.
Keterlibatan KKB
Selain pelaku penembakan pendeta Yeremia, hasil investigasi TGPF juga mengungkap dugaan keterlibatan kelompok kriminal bersenjata (KKB) dalam peristiwa pembunuhan terhadap dua aparat, yaitu Serka Sahlan pada 17 September lalu dan Pratu Dwi Akbar Utomo pada 19 September lalu. Seorang warga sipil bernama Badawi juga diduga dibunuh oleh KKB.
Tugas TGPF hanya membuka terang peristiwa. TGPF tidak akan masuk ke ranah pembuktian hukum atau pro yustisia.
Meskipun TGPF membuka data dan informasi mengenai dugaan pelaku penembakan dan kekerasan di Intan Jaya Papua, Mahfud menegaskan bahwa tugas TGPF hanya membuka terang peristiwa. TGPF tidak akan masuk ke ranah pembuktian hukum atau pro yustisia. Pembuktian hukum nantinya akan menjadi ranah dari aparat penegak hukum.
”Pemerintah akan meminta Polri dan kejaksaan untuk menyelesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu. Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) di mana ketua hariannya terlibat sebagai ketua tim investigasi lapangan TGPF juga akan mengawal lebih lanjut proses hukumnya,” kata Mahfud.
Setelah hasil investigasi diserahkan kepada Menko Polhukam, tugas TGPF juga dinyatakan selesai. Tim yang dibentuk melalui Surat Keputusan Kemenko Polhukam Nomor 83 Tahun 2020 itu dinyatakan selesai dari tugasnya.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengapresiasi TGPF yang memaparkan hasil temuannya secara gamblang. Menurut dia, hasil investigasi tersebut mengonfirmasi klaim-klaim sepihak, terutama pihak militer, yang membantah keterlibatannya dalam penembakan pendeta Yeremia Zanambani.
Atas temuan tersebut, PGI berharap aparat penegak hukum menindaklanjuti sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Ke depan, aparat militer perlu lebih ditertibkan agar bisa hadir secara lebih profesional sebagai pertahanan keamanan dan sekaligus melindungi rakyat. PGI juga berharap negara menjamin keamanan para saksi yang telah memberikan keterangan kepada TGPF. Para saksi harus dilindungi agar tidak mengalami intimidasi.
”Ini merupakan awal yang bagus agar ke depan kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia masa lalu di Papua dapat diinvestigasi juga,” kata Gomar.
Ke depan, aparat militer perlu lebih ditertibkan agar bisa hadir secara lebih profesional sebagai pertahanan keamanan dan sekaligus melindungi rakyat.
Di sisi lain, melihat situasi keamanan di Papua yang belum kondusif, Mahfud MD juga merekomendasikan daerah-daerah yang masih kosong dari aparat keamanan organik agar segera dilengkapi. Mahfud menampik anggapan bahwa masyarakat Papua sebenarnya sudah tidak menginginkan pendekatan keamanan untuk menangani konflik bersenjata. Menurut Mahfud, pihak yang menginginkan agar petugas keamanan organik ditarik adalah kelompok kriminal bersenjata. Namun, Mahfud mengklaim warga sipil Papua secara umum masih menginginkan ada perlindungan keamanan di wilayahnya.