Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur berpotensi memburuk di mana setelah 34 hari penambahan kasus harian menembus 300 orang.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur berpotensi memburuk. Penambahan harian menembus 300 kasus setelah bertahan di bawah angka tersebut selama 34 hari. Program pengetesan, pelacakan, dan penanganan serta disiplin penerapan protokol kesehatan harus digiatkan kembali untuk meredam lonjakan pandemi Covid-19.
Menurut laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, Jumat (4/6/2021), kasus harian bertambah 301 dibandingkan dengan kemarin atau Kamis. Penambahan kasus harian menembus 300 terakhir kali terjadi pada 29 April (325 kasus) dan 30 April (316 kasus). Selama 34 hari terakhir, penambahan kasus harian selalu di bawah 300, bahkan pernah di bawah 200.
Penambahan kasus harian tertinggi sejak Kamis terdeteksi di Surabaya (30 kasus), Kabupaten Madiun (26 kasus), Kabupaten Blitar (19 kasus), Trenggalek (16 kasus), serta Lamongan, Ponorogo, dan Ngawi masing-masing 15 kasus. Untuk Surabaya, penambahan 30 kasus atau lebih dalam sehari juga baru kembali terjadi setelah terakhir kali pada pekan pertama April lalu.
Kasus aktif yang mencerminkan jumlah pasien dirawat yang tertinggi berasal dari Kabupaten Madiun (153 orang); Surabaya (140 orang); Kabupaten Blitar (119 orang); Trenggalek (98 orang); Magetan (96 orang); Nganjuk, Ponorogo, dan Banyuwangi masing-masing merawat 95 orang; serta Kota Madiun (93 orang). Di Jatim tercatat 1.764 pasien Covid-19 masih dalam perawatan.
Secara geografis, megakawasan Madiun Raya, yakni Kabupaten dan Kota Madiun, Magetan, Ponorogo, dan Nganjuk, perlu mendapat perhatian. Jika ditotal, jumlah pasien di megakawasan ini 532 orang atau 30,1 persen dari jumlah pasien Covid-19 dalam perawataan se-Jatim saat ini. Situasi tersebut bisa berimplikasi terhadap keterisian tempat tidur isolasi yang persentasenya tinggi atau di atas 50 persen yang perlu diwaspadai dan diantisipasi.
Menurut juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Jatim, Mahkyan Jibril Al Farabi, kenaikan kasus Covid-19 di Jatim, antara lain, dipicu kedatangan buruh migran dari mancanegara. Sejak 27 April, Jatim memberlakukan kewajiban karantina, tes usap PCR, dan penanganan buruh migran yang positif. Selain itu, ada peningkatan alamiah dari masyarakat.
Sampai saat ini, buruh migran yang datang ke Jatim sudah lebih dari 12.500 orang. Sebanyak 150 orang di antaranya positif sehingga dirawat di Rumah Sakit Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 Surabaya, setidaknya selama dua pekan. Setelah perawatan, pasien menjalani masa isolasi tambahan sesuai dengan persetujuan satgas kabupaten/kota sebelum kembali ke rumah.
Penanggung Jawab RS Lapangan Surabaya Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara mengatakan, saat ini fasilitas darurat di kompleks Museum Kesehatan, Jalan Indrapura, itu merawat 100 pasien Covid-19 dari kalangan buruh migran dan warga lokal. Jumlah itu sudah naik dua kali lipat dibandingkan dengan situasi saat Lebaran atau pertengahan Mei.
”Kenaikan jumlah pasien terus terjadi, setidaknya dua pekan terakhir,” kata Nalendra. Kenaikan memenuhi prediksi bahwa situasi tersebut terjadi dipicu oleh mobilitas masyarakat meski ada larangan dan pembatasan serta kedatangan buruh migran. Selain itu, kendurnya penerapan protokol kesehatan.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, kasus positif yang kebanyakan didapat dari buruh migran memperlihatkan bahwa dalam penanganan pandemi Covid-19, tes usap PCR dan penelusuran kontak erat pasien terjangkit tetap perlu ditingkatkan.
Contoh lain, kemunculan kluster di Rumah Susun Sederhana Sewa Penjaringan Sari, Surabaya. Situasi itu mendorong satgas menggencarkan tes usap PCR di 18 rusunawa yang mencakup hampir 11.000 orang dan ditemukan ada 50 kasus positif. Hal inilah yang menjadikan penambahan kasus di Surabaya tinggi.
Windhu mengatakan, jika semua kabupaten/kota di Jatim menggencarkan kembali tes usap PCR yang bisa diselaraskan dengan program vaksinasi, kemungkinan penambahan kasus baru akan lebih tinggi. Jika situasi pandemi belum membaik, pemerintah harus tetap menggiatkan penerapan protokol kesehatan untuk menekan risiko perluasan penularan.