Identifikasi Keramik Perkuat Palembang sebagai Kota Dagang sejak Abad VII
Balai Arkeologi Sumatera Selatan mengidentifikasi beragam benda bersejarah di zaman Kerajaan Sriwijaya. Peninggalan ini membuktikan aktivitas perdagangan di Palembang sudah sangat masif pada abad ke-7.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Balai Arkeologi Sumatera Selatan mengidentifikasi beragam benda bersejarah di zaman Kerajaan Sriwijaya berupa pecahan keramik, gerabah, dan manik-manik yang selama ini tersimpan di museum dan belum teridentifikasi. Benda-benda itu merupakan hasil ekskavasi Balai Arkeologi Sumatera Selatan di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung serta serahan masyarakat pada periode 1980 hingga 1990-an.
Identifikasi menunjukkan peninggalan-peninggalan itu berasal dari zaman Sriwijaya. Hal itu membuktikan bahwa aktivitas perdagangan di Palembang, baik domestik maupun internasional, sudah masif terjadi sejak abad ke-7.
Ratusan pecahan benda bersejarah itu diteliti di Museum Sriwijaya yang terletak di kawasan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Palembang, Jumat (4/6/2021). Dengan saksama para peneliti mengukur serta memberikan catatan pada peninggalan yang sedang diteliti.
Peneliti dari Balai Arkeologi Sumsel, Retno Purwanti, menuturkan, keramik diduga merupakan berasal dari China, tepatnya pada masa dinasti Tang yang menguasai China pada abad ke-6 hingga ke-10 Masehi. Ketika Kerajaan Sriwijaya berkuasa, secara bergantian ada tiga dinasti yang memerintah di China, yakni Dinasti Tang (abad ke-6 hingga ke-10 Masehi), Dinasti Song (abad ke-10 hingga ke-12 Masehi), dan Dinasti Yuan (abad ke-12 hingga ke-14 Masehi).
Sampainya keramik tersebut di Sumsel karena adanya hubungan dagang antara Kerajaan Sriwijaya dan China. Keramik tersebut diduga merupakan bagian dari sejumlah barang, seperti guci, pasu, dan tempayan. ”Alat ini digunakan untuk aktivitas sehari-hari warga,” ucapnya.
Memang potongan keramik itu sulit untuk direkonstruksi karena banyak bagian yang hilang. Namun, temuan itu menunjukkan sejak Dinasti Tang sudah ada aktivitas perdagangan yang masif di Palembang karena tersedianya jalur sungai.
Temuan itu menunjukkan sejak Dinasti Tang sudah ada aktivitas perdagangan yang masif di Palembang karena tersedianya jalur sungai.
Adapun gerabah, ujar Retno, diduga berasal dari dalam Sumsel, tepatnya di Dusun Kedaton, Kecamatan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Dugaan ini muncul karena di sana merupakan tempat berkumpulnya para perajin gerabah bahkan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya.
”Ada kesamaan bentuk dan bahan seperti yang ditemukan di sekitar Kayu Agung,” ucap Retno. Mereka mengirim gerabah dengan menggunakan perahu kajang.
Penemuan pecahan keramik dan gerabah ini diharapkan dapat menambah koleksi museum dan juga memperkuat fakta bahwa Sumsel, terutama Palembang, merupakan kota dagang yang berlangsung sejak dulu.
Temuan ini juga memperkuat dugaan bahwa Palembang merupakan ibu kota Kerajaan Sriwijaya berkisar abad ke-7 hingga ke-10 Masehi sebelum bergeser ke Jambi pada abad ke-11 hingga ke-12 Masehi, dan berakhir di Malaya pada abad ke-14 Masehi. ”Walaupun tidak lagi menjadi ibu kota, Palembang masih menjadi kota dagang,” lanjutnya.
Selain barang dari China, ditemukan juga pecahan keramik dari Vietnam, Thailand, dan Jepang. ”Namun, pecahan tersebut diduga ada setelah masa Kerajaan Sriwijaya,” ucapnya.
Walau Kerajaan Sriwijaya sudah runtuh, ungkap Retno, Palembang masih menjadi incaran para pedagang mulai dari masa Kerajaan Palembang hingga masa kolonial Belanda.
Penanggung jawab kegiatan Dana Non Fisik Museum Sriwijaya, Khairul, mengatakan, identifikasi peninggalan bersejarah ini merupakan upaya dari pihak museum untuk melengkapi cerita tentang Kerajaan Sriwijaya. Penelitian baru dilakukan sekarang karena keterbatasan dana.
Ada sekitar 300 tinggalan sejarah yang diteliti yang berasal dari hasil ekskavasi para arkeolog dan juga temuan dari warga yang diserahkan kepada pihak museum. ”Benda bersejarah ini dikumpulkan dalam rentang tahun 1980 hingga 1990-an,” ujarnya.
Dengan identifikasi benda bersejarah ini diharapkan dapat melengkapi 378 koleksi museum sejarah yang saat ini sudah terpajang di museum. Benda-benda itu berasal dari beragam situs, mulai dari Situs Karang Anyar, Situs Bukit Siguntang, sampai ke Selat Gelasa, Bangka Belitung.
Koleksi yang ada di museum juga beragam, mulai dari arca, prasasti, hingga benda bersejarah berukuran besar, seperti kemudi kapal. ”Semua koleksi itu ada pada masa kekuasaan Kerajaan Sriwijaya,” ucapnya.