Struktur Batu Kapur Diduga Candi Ditemukan di Palembang
Jajaran batu kapur ditemukan di Lorong RH Umar Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Struktur batu diduga merupakan bagian dari candi yang dibangun padar abad ke-13 hingga ke-14.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Jajaran batu kapur ditemukan di Lorong RH Umar, Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan. Batu-batu ini diduga merupakan bagian dari candi yang dibangun pada abad ke-13 hingga ke-14 atau saat Palembang mengalami kekosongan pemerintahan. Temuan itu memperkuat dugaan bahwa kawasan itu merupakan lokasi penting.
Setiap batu itu memiliki tinggi 44 sentimeter dengan ketebalan 38 cm dan panjang 40 cm. Lokasi penemuan itu berada di dekat Kawasan Pemakaman Ki Gede Ing Suro dan kawasan pemakaman Saboking-king.
Warga setempat, Muhammad Yani (51), Rabu (30/12/2020), mengatakan, warga menemukan jajaran batu tersebut ketika sedang mencari sejumlah barang peninggalan, seperti manik-manik, pecahan keramik, dan beragam benda lain pada Senin (28/12/2020) sore. Namun, di tengah pencarian itu, warga menemukan batu yang bentuknya agak aneh.
Karena penasaran, warga pun menggali area itu dan menemukan jajaran batu kapur. Setelah digali, batu itu membentuk sebuah struktur. ”Atas temuan itu, warga memanggil arkeolog guna memeriksa jajaran batu ini,” katanya.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti, mengatakan, batu-batu kapur itu merupakan bagian dari candi yang dibangun saat masa peralihan Kerajaan Sriwijaya ke Kerajaan Palembang sekitar abad ke-13 hingga ke-14. Dugaan itu mucul karena bentuk batu hampir sama dengan batu yang ada di Candi Lesung Batu yang ada di Musi Rawas Utara yang diperkirakan dibangun di zaman yang sama.
Batu-batu kapur itu merupakan bagian dari candi yang dibangun saat masa peralihan Kerajaan Sriwijaya ke Kerajaan Palembang sekitar abad ke-13 hingga ke-14.
Retno menuturkan, temuan itu memperkuat bukti bahwa kawasan tersebut merupakan lokasi penting tiga zaman, yakni di masa Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Palembang, dan Kesultanan Palembang Darussalam.
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, kawasan ini diduga merupakan tempat dibangunnya kawasan beribadah agama Buddha (Wihara). Hal ini tertuang pada dua fragmen Prasasti Telaga Batu yang ditemukan di Telaga Biru, Kota Palembang.
Pada zaman Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam yang merupakan kerajaan Islam, di kawasan itu didirikan Keraton Kuto Gawang dan kawasan pemakaman. ”Bangunan candi yang dibangun di zaman Sriwijaya diubah menjadi kawasan pemakaman,” ucapnya.
Di situ terdapat pemakaman Ki Gede Ing Suro yang merupakan pendiri dari Kerjaaan Palembang. Sementara keberadaan Keraton Kuto Gawang hilang setelah dibakar oleh Kolonial Belanda pada 1659.
Ketua Komunitas Pecinta Antik dan Kebudayaan Sriwijaya (Kompaks) Hirmeyudi menyebut, kawasan itu selama ini menjadi salah satu tempat incaran para pemburu peninggalan barang antik karena banyak ditemukan benda-benda bersejarah, mulai dari arca, patung, keramik, dan manik-manik, bahkan lempengan emas.
Penemuan tersebut menunjukkan lokasi ini merupakan kawasan yang penting di masa Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Palembang, dan Kesultanan Palembang Darussalam. Bahkan, dia menduga, salah satu kawasan keraton tiga masa kerajaan berada di lokasi ini. Kawasan itu juga dihubungkan oleh tiga anak Sungai Musi, yakni Sugai Buah, Sungai Rengas, dan Sungai Taligawe.
Hirmeyudi menuturkan, berdasarkan beberapa literatur setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh, Palembang pernah mengalami kekosongan pemerintahan dan Palembang dihuni penduduk dari Tiongkok. Kemudian, pada abad ke-15, Kerajaan Majapahit mengutus Bupati Arya Damar (Arya Abdilah) berkuasa di Palembang. Hal itu terlihat dari struktur bangunan di kawasan itu yang mirip dengan sejumlah bangunan di masa Majapahit.