Penangkapan ikan secara ilegal masih marak terjadi di perairan Natuna Utara. Ironisnya, kapal pengawas milik RI masih belum memadai untuk memberantas praktik ilegal itu.
Oleh
EMANUEL EDY SAPUTRA/PANDUWIYOGA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menahan enam kapal berbendera Vietnam yang menangkap ikan di perairan Natuna Utara, Minggu (16/5/2021). Jumlah tangkapan dalam sekali operasi itu yang terbesar pada tahun ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Antam Novambar menyatakan, penangkapan keenam kapal itu diawali pengamatan lewat udara dan satelit.
”Begitu mereka masuk (perairan RI), ditangkap dan didapatkan enam kapal Vietnam,” kata Antam di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (20/5/2021). Keenam kapal Vietnam itu dioperasikan oleh 36 anak buah kapal (ABK).
Dari catatan Kompas, penangkapan kapal Vietnam sebelumnya dilakukan pada April. Kala itu, KKP menangkap lima kapal beserta 28 ABK saat menangkap cumi-cumi di Laut Natuna.
Selama tahun 2021, KKP menahan 92 kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia. Total ada sekitar 500 warga asing yang menjadi ABK di 92 kapal itu. Sekitar 400 orang merupakan warga negara Vietnam dan 100 orang lainnya warga Malaysia. Mereka ditampung di beberapa pangkalan KKP di Indonesia.
Menurut Antam, modus kapal-kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia cenderung berubah. Dulu, mereka mencuri secara berkelompok di satu titik. Kini mereka berpencar sehingga menyulitkan petugas yang hendak menangkap.
Di sisi lain, ia juga mengakui, jumlah kapal pengawas yang dimiliki RI belum memadai. Saat ini hanya terdapat 30 kapal pengawas. Idealnya minimal ada 70 kapal yang mengawasi perairan Indonesia, terutama di lokasi yang kerap terjadi penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing.
Selama tahun 2021, KKP menahan 92 kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P, Maria Lestari, mengapresiasi penangkapan kapal asing tersebut. Menurut dia, kerja sama yang lebih kuat diperlukan untuk menjaga sumber daya kelautan. Selain itu, diperlukan juga tambahan kapal pengawas untuk mengawasi laut.
”Dengan adanya tambahan kapal, pengawasan bisa lebih terpencar di berbagai wilayah untuk menjaga laut,” katanya.
Kasus supertanker
Dari Kepulauan Riau dilaporkan, majelis hakim Pengadilan Negeri Batam kemarin menunda pembacaan putusan perkara transfer minyak ilegal dari kapal supertanker berbendera Iran ke supertanker berbendera Panama. Sidang pembacaan putusan dijadwalkan ulang pada Selasa (25/5/2021).
”Perkara ini menarik perhatian nasional dan internasional. Jadi kami masih bermusyawarah dan banyak hal harus kami pertimbangkan kembali,” kata Ketua Majelis Hakim David Sitorus.
Sidang perkara transfer minyak ilegal tersebut digelar dua kali. Sidang pertama menghadirkan terdakwa nakhoda supertanker berbendera Panama MT Freya, Chen Yi Qun. Adapun sidang kedua menghadirkan terdakwa nakhoda supertanker berbendera Iran MT Horse, Mehdi Monghasemjahromi.
Supertanker MT Horse dan MT Freya ditangkap Kapal Negara (KN) Marore-322 milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) di perairan Kalimantan Barat pada 24 Januari 2021. Saat itu, KN Marore-322 memergoki MT Horse yang mengangkut 282.850 metrik ton minyak mentah tengah memindahkan muatannya ke MT Freya. Kedua supertanker itu dibawa ke Batam untuk menjalani proses hukum.
Perkara ini menarik perhatian nasional dan internasional, jadi kami masih bermusyawarah dan banyak hal harus kami pertimbangkan kembali. (David Sitorus)
Dari berkas perkara, MT Freya diketahui berangkat dari Pelabuhan Liao Ning, China, dan tiba di Singapura pada 18 Januari. Kepada otoritas pelabuhan di Singapura, MT Freya melapor akan berlayar menuju laut lepas. Namun, di tengah jalan, Chen mendapat perintah dari pemilik kapal untuk berbelok menuju perairan Kalimantan Barat. Di sana, MT Horse telah menunggu.
Sebelumnya, MT Horse diketahui berangkat dari Pelabuhan Khark, Iran, 23 Januari. MT Horse juga singgah di Bandar Abbas, Iran, untuk menjemput tiga petugas sekuriti yang membawa 3 peti senjata api yang berisi tiga senapan AK-47, 3 senapan mesin PK, 1 pistol Colt Browning, 1 pistol suar, dan berbagai jenis amunisi.
Komandan KN Marore-322 Letnan Kolonel Yuli Eko Prihartanto, Senin (25/1/2021), mengatakan, kedua supertanker itu mematikan sistem identifikasi otomatis (automatic identification system/AIS). Keduanya juga dinilai berusaha menyembunyikan identitas dengan menutup nama kapal dan tidak mengibarkan bendera kebangsaan. Saat itu terlihat cairan warna coklat keluar dari buritan kanan MT Freya.
”Kami mencoba berkomunikasi melalui radio, tetapi selama satu jam tidak direspons,” katanya.
Saat persidangan, terungkap bahwa terdakwa Chen ternyata memang memerintahkan anak buahnya untuk membuang limbah minyak ke laut dengan volume 2.500-3.000 meter kubik per jam tanpa menghidupkan alat penyaring minyak (oil water separator/OWS).
Dalam sidang pembacaan tuntutan pada 3 Mei, terdakwa Chen dituntut dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun dan denda Rp 2,5 miliar. Ia dinilai melanggar Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto Pasal 317 juncto Pasal 193 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Adapun terdakwa Mehdi dituntut dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun dan denda Rp 200 juta. Ia dinilai melanggar Pasal 317 juncto Pasal 193 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.