Lawan Pemda DIY, Ahli Waris Eks Bioskop Indra Lakukan Upaya Hukum
Meski Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan peninjauan kembali, sengketa lahan eks Bioskop Indra, Yogyakarta, belum rampung. Ahli waris pemilik lahan itu mengajukan upaya hukum terkait putusan MA.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Meski Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan peninjauan kembali, sengketa lahan eks Bioskop Indra di Kota Yogyakarta ternyata belum sepenuhnya rampung. Sejumlah orang yang mengklaim sebagai ahli waris pemilik lahan itu mengajukan upaya hukum terkait putusan MA. Mereka juga membantah klaim bahwa Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hak pengelolaan yang sah atas lahan tersebut.
”Klaim bahwa Pemda DIY berhak atas tanah eks Bioskop Indra adalah pernyataan tidak benar,” ujar salah seorang yang mengaku sebagai ahli waris lahan eks Bioskop Indra, Sukrisno Wibowo (66), Rabu (19/5/2021), di Yogyakarta.
Seperti diberitakan, MA telah mengeluarkan putusan peninjauan kembali terkait sengketa lahan eks Bioskop Indra yang melibatkan Pemda DIY dan sejumlah orang yang mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan tersebut. Dalam putusan Nomor 73 PK/TUN/2020 tertanggal 14 Mei 2020 itu, majelis hakim MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Pemda DIY.
MA juga menyatakan, gugatan beberapa orang yang mengaku sebagai ahli waris terkait lahan eks Bioskop Indra tidak dapat diterima. Dengan keluarnya putusan tersebut, Pemda DIY mengklaim memiliki hak pengelolaan yang sah terhadap lahan eks Bioskop Indra dengan luas 5.170 meter persegi. Oleh karena itu, Pemda DIY akan segera memanfaatkan gedung yang telah dibangun di atas lahan tersebut.
Akan tetapi, Sukrisno menyatakan, sengketa antara Pemda DIY dan ahli waris terkait lahan eks Bioskop Indra belum selesai. Sebab, menanggapi keluarnya putusan MA Nomor 73 PK/TUN/2020 yang memenangkan Pemda DIY, para ahli waris telah melakukan upaya hukum berupa permohonan peninjauan kembali ke MA pada 20 April 2021.
”Perkara antara ahli waris pemilih lahan eks Bioskop Indra dan Pemda DIY dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang belum berakhir karena ahli waris mengajukan peninjauan kembali atas putusan MA,” ungkap Sukrisno.
Sukrisno juga menilai, putusan MA Nomor 73 PK/TUN/2020 mengandung makna yang multitafsir. Sebab, dalam pertimbangan putusan tersebut, pihak yang mengajukan peninjauan kembali dituntut untuk membuktikan hak keperdataan atau hak privilese terkait lahan eks Bioskop Indra.
Padahal, yang mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam perkara itu adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN serta Pemda DIY. ”Dengan bunyi pertimbangan putusan tersebut, maka Menteri Agraria dan Tata Ruang serta Pemda DIY yang diminta untuk membuktikan hak privilese (terkait lahan eks Bioskop Indra),” ujar Sukrisno.
Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Layanan Hukum Biro Hukum Sekretariat Daerah DIY Adi Bayu Kristanto menyatakan, pengajuan permohonan peninjauan kembali itu merupakan hak para ahli waris. ”Monggo-monggo (silakan) saja, itu kan hak setiap warga yang melakukan upaya hukum,” ujarnya.
Meski demikian, Adi mengklaim putusan MA Nomor 73 PK/TUN/2020 telah memiliki kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, dia menyebut Pemda DIY memiliki hak mengelola lahan eks Bioskop Indra. Selain itu, gedung yang telah dibangun Pemda DIY di atas lahan tersebut juga bisa dimanfaatkan. ”Ini sudah kekuatan hukum tetap. Jadi, apa yang sudah menjadi aset kita ya kita amankan,” katanya.
Dengan bunyi pertimbangan putusan tersebut, maka Menteri Agraria dan Tata Ruang serta Pemda DIY yang diminta untuk membuktikan hak privilese. (Sukrisno Wibowo)
Bertahun-tahun
Sengketa lahan eks Bioskop Indra telah berlangsung selama bertahun-tahun. Di satu sisi, Pemda DIY mengklaim lahan itu sebagai tanah negara yang hak pengelolaannya diserahkan kepada mereka. Klaim itu didasarkan pada Keputusan Kepala BPN Nomor 39/HPL/BPN RI/2014 yang memberikan hak pengelolaan lahan eks Bioskop Indra kepada Pemda DIY.
Keputusan yang terbit pada 24 Oktober 2014 itu diikuti keluarnya sertifikat pengelolaan lahan eks Bioskop Indra oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada 17 Desember 2014. Dalam sertifikat itu, Pemda DIY dinyatakan sebagai pemegang hak pengelolaan lahan eks Bioskop Indra seluas 5.170 meter persegi.
Akan tetapi, sengketa kemudian muncul saat Sukrisno Wibowo mengklaim sebagai pemilik sah lahan itu. Sukrisno menyebut, lahan bekas Bioskop Indra merupakan milik perusahaan keluarga bernama NV Javasche Bioscoop en Bouw Maatschappij (JBBM) yang berdiri tahun 1916. Menurut Sukrisno, NV JBBM membeli lahan eks Bioskop Indra pada 1919 dan tidak pernah menjual atau melepaskan haknya.
Sukrisno juga mengklaim sebagai ahli waris pemilik NV JBBM sehingga ia dan keluarganya adalah pemilik sah lahan itu. Pada Januari 2018, Sukrisno dan empat anggota keluarganya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta untuk membatalkan Keputusan Kepala BPN Nomor 39/HPL/BPN RI/2014 serta sertifikat hak pengelolaan lahan eks Bioskop Indra milik Pemda DIY.
Namun, pada 28 Maret 2018, ketika proses hukum di PTUN Yogyakarta masih berlangsung, Pemda DIY membongkar bangunan lama di atas lahan eks Bioskop Indra. Meski mendapat protes dari Sukrisno dan keluarganya, Pemda DIY tetap melakukan pembongkaran, lalu membangun gedung di lahan tersebut. Gedung itu direncanakan untuk tempat relokasi pedagang kaki lima (PKL) kawasan Malioboro.
Sukrisno dan keluarganya sempat dinyatakan menang tiga kali oleh pengadilan di tingkat berbeda, yakni di pengadilan tingkat pertama oleh PTUN Yogyakarta, di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya, dan di tingkat kasasi oleh MA. Namun, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN dan Pemda DIY kemudian mengajukan permohonan peninjauan kembali yang kemudian dikabulkan oleh MA.
Setelah keluarnya putusan MA, Pemda DIY berencana segera memanfaatkan gedung yang dibangun di atas lahan eks Bioskop Indra. Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, gedung itu bakal digunakan untuk menampung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kadarmanta juga menyebut, para PKL yang selama ini berdagang di kawasan Malioboro akan mendapat prioritas untuk ditempatkan di gedung tersebut. Dengan demikian, sebagian PKL di kawasan Malioboro kemungkinan akan direlokasi ke gedung tersebut. Proses relokasi PKL itu ditargetkan bisa dilakukan mulai tahun ini.