Status Penggugat Tak Sah, Pemda DIY Menangi Pengelolaan Eks Bioskop Indra
MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Pemda DIY terkait sengketa lahan eks Bioskop Indra, Kota Yogyakarta. MA menilai para penggungat tak memiliki kualitas hukum sebagai penggugat.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta terkait sengketa lahan eks Bioskop Indra di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta. Dengan putusan tersebut, Pemda DIY mengklaim memiliki hak pengelolaan yang sah terhadap lahan seluas 5.170 meter persegi itu.
Dikabulkannya peninjauan kembali perkara sengketa lahan eks Bioskop Indra itu termuat dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 73 PK/TUN/2020. Berdasarkan salinan putusan yang didapatkan Kompas, putusan tersebut ditetapkan pada 14 Mei 2020 oleh majelis hakim yang diketuai Supandi dengan hakim anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Irfan Fachruddin. Meski telah ditetapkan pada 14 Mei 2020, putusan peninjauan kembali itu baru diketahui publik beberapa waktu terakhir.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim MA menyatakan mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Pemda DIY. Melalui putusan tersebut, MA juga menyatakan mencabut Putusan MA Nomor 147 K/TUN/2019 tertanggal 25 April 2019.
Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Layanan Hukum Biro Hukum Sekretariat Daerah DIY Adi Bayu Kristanto mengatakan, salinan putusan MA itu diterima secara resmi oleh Pemda DIY pada 17 November 2020. ”Dengan dikeluarkannya putusan peninjauan kembali ini, Pemda DIY sudah menang,” ujarnya, Selasa (18/5/2021), di Yogyakarta.
Selama beberapa tahun terakhir, lahan eks Bioskop Indra menjadi obyek sengketa antara Pemda DIY dan sejumlah orang yang mengaku sebagai ahli waris lahan tersebut. Di satu sisi, Pemda DIY mengklaim lahan itu sebagai tanah negara yang hak pengelolaannya diserahkan kepada mereka. Klaim itu didasarkan pada Keputusan Kepala BPN Nomor 39/HPL/BPN RI/2014 yang memberikan hak pengelolaan lahan eks Bioskop Indra kepada Pemda DIY.
Keputusan yang terbit pada 24 Oktober 2014 itu diikuti keluarnya sertifikat pengelolaan lahan eks Bioskop Indra oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada 17 Desember 2014. Dalam sertifikat itu, Pemda DIY dinyatakan sebagai pemegang hak pengelolaan lahan eks Bioskop Indra seluas 5.170 meter persegi.
Sengketa kemudian muncul saat seseorang bernama Sukrisno Wibowo mengklaim sebagai pemilik sah lahan itu. Lahan bekas Bioskop Indra disebutnya milik perusahaan keluarga bernama NV Javasche Bioscoop en Bouw Maatschappij (JBBM) yang berdiri tahun 1916.
Akan tetapi, sengketa kemudian muncul saat seseorang bernama Sukrisno Wibowo mengklaim sebagai pemilik sah lahan itu. Sukrisno menyebut, lahan bekas Bioskop Indra merupakan milik perusahaan keluarga bernama NV Javasche Bioscoop en Bouw Maatschappij (JBBM) yang berdiri tahun 1916. Menurut Sukrisno, NV JBBM membeli lahan eks Bioskop Indra pada 1919 dan tidak pernah menjual atau melepaskan haknya.
Sukrisno juga mengklaim dirinya merupakan ahli waris pemilik NV JBBM sehingga ia dan keluarganya adalah pemilik sah lahan itu. Pada Januari 2018, Sukrisno dan empat anggota keluarganya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta untuk membatalkan Keputusan Kepala BPN Nomor 39/HPL/BPN RI/2014 serta sertifikat hak pengelolaan lahan eks Bioskop Indra milik Pemda DIY.
Namun, pada 28 Maret 2018, ketika proses hukum di PTUN Yogyakarta masih berlangsung, Pemda DIY membongkar bangunan lama di atas lahan eks Bioskop Indra. Meski mendapat protes dari Sukrisno dan keluarganya, Pemda DIY tetap melakukan pembongkaran, lalu membangun gedung di lahan tersebut. Gedung itu direncanakan untuk tempat relokasi pedagang kaki lima (PKL) kawasan Malioboro.
Menang tiga kali
Sukrisno dan keluarganya sempat dinyatakan menang tiga kali oleh pengadilan di tingkat berbeda, yakni di pengadilan tingkat pertama oleh PTUN Yogyakarta, di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya, dan di tingkat kasasi oleh MA. Namun, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN dan Pemda DIY kemudian mengajukan permohonan peninjauan kembali yang kemudian dikabulkan oleh MA.
Sukrisno Wibowo dan empat anggota keluarganya dinilai tidak memiliki kualitas hukum sebagai penggugat terkait sengketa lahan eks Bioskop Indra.
Dalam putusan peninjauan kembali Nomor 73 PK/TUN/2020, majelis hakim MA menyatakan, Sukrisno Wibowo dan empat anggota keluarganya tidak memiliki kualitas hukum sebagai penggugat terkait sengketa lahan eks Bioskop Indra. Oleh karena itu, majelis hakim MA menyatakan, gugatan Sukrisno Wibowo dan empat anggota keluarganya terkait lahan tersebut tidak dapat diterima.
Adi Bayu Kristanto menjelaskan, dengan putusan peninjauan kembali itu, Keputusan Kepala BPN Nomor 39/HPL/BPN RI/2014 dan sertifikat pengelolaan lahan eks Bioskop Indra dinyatakan sah. Dengan demikian, Pemda DIY juga memiliki hak pengelolaan yang sah terhadap lahan eks Bioskop Indra.
Adi juga menyebut, putusan peninjauan kembali itu juga sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, hak pengelolaan lahan eks Bioskop Indra yang dimiliki Pemda DIY tidak bisa diganggu gugat. ”Upaya terakhir dari proses peradilan itu kan peninjauan kembali,” ujarnya.
Kompas telah berupaya menghubungi Sukrisno Wibowo melalui pesan singkat dan telepon untuk meminta tanggapan terkait putusan peninjauan kembali yang dikeluarkan MA. Namun, hingga tulisan ini ditayangkan, Sukrisno belum memberikan tanggapan.
Pemanfaatan
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, setelah keluarnya putusan peninjauan kembali itu, Pemda DIY akan segera memanfaatkan gedung yang telah dibangun di atas lahan eks Bioskop Indra. Kadarmanta menyebut, gedung tersebut akan dimanfaatkan untuk sentra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Salah satu pihak yang akan diprioritaskan untuk menempati gedung tersebut adalah para pedagang kaki lima (PKL) yang selama ini berdagang di kawasan Malioboro. ”Gedung itu untuk UMKM, tapi pedagang Malioboro juga menjadi prioritas,” ujar Kadarmanta.
Namun, Kadarmanta mengakui, tidak semua PKL di Malioboro bisa dipindahkan ke gedung di lahan eks Bioskop Indra. Sebab, kapasitas gedung tersebut terbatas sehingga tak bisa menampung semua PKL Malioboro. Oleh karena itu, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menangah DIY dan Pemerintah Kota Yogyakarta akan melakukan seleksi terhadap UMKM yang bisa ditampung di gedung tersebut.
”Tidak mungkin semua bisa ditampung. Nanti Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menangah DIY serta Pemerintah Kota Yogyakarta akan menentukan prioritas,” kata Kadarmanta.
Kadarmanta menyebut, gedung tersebut ditargetkan bisa mulai difungsikan tahun ini. Dia menambahkan, gedung itu tidak membutuhkan perbaikan meski sempat tak digunakan selama setahun lebih karena sengketa lahan. Sebab, selama proses sengketa, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral DIY selalu melakukan perawatan terhadap gedung itu.