Tingkat Keterisian Tempat Tidur Rumah Sakit di Kalbar Naik Jadi 60 Persen
Tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit Kalimantan Barat untuk merawat pasien Covid-19 dan suspek meningkat. Selain perlu mempercepat kesembuhan pasien, pencegahan juga diperlukan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Tingkat keterisian tempat tidur untuk penanganan Covid-19 di Kalimantan Barat mencapai 60 persen. Tingginya keterisian tempat tidur diduga karena muncul kluster baru. Selama ini, kabupaten/kota di Kalbar dinilai kurang melakukan tes pendeteksian Covid-19.
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, Senin (10/5/2021), menuturkan, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit mencapai 60 persen. Angka tersebut termasuk tinggi. Sebab, biasanya di bawah 50 persen.
”Tingkat keterisian tempat tidur meningkat pekan ini. Ketika pasien dibawa ke rumah sakit sudah bergejala. Harusnya masyarakat ketika sakit langsung memeriksakan diri,” ujar Sutarmidji.
Tingginya tingkat keterisian tempat tidur tidak lepas dari lemahnya kota/kabupaten menjaga perbatasan dengan provinsi lain, yakni Kalimantan Tengah. Selain itu, kabupaten/kota juga kurang melaksanakan tes sehingga mereka tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya di daerah mereka.
”Akhirnya, begitu dilakukan tes, banyak yang diketahui terpapar. Di Kota Pontianak banyak kluster, antara lain Poltekes dan Inspektorat, sehingga perlu ada strategi dari setiap kantor untuk mencegah penularan,” ujarnya.
Untuk menurunkan tingkat keterisian tempat tidur, pemerintah berupaya mempercepat kesembuhan pasien. Hal itu dilakukan dengan memberikan asupan makanan bergizi baik dan vitamin untuk menjaga imunitas tubuh. Kemudian memanfaatkan potensi gizi lokal, yakni madu.
Akhirnya, begitu dilakukan tes, banyak yang diketahui terpapar.
Langkah lain menurunkan keterisian tempat tidur adalah dengan menyediakan kamar tambahan dari beberapa rumah sakit yang siap merawat. ”Ada sekitar 20 tempat tidur tambahan yang akan disiapkan, termasuk di rumah sakit Kota Pontianak,” ujar Sutarmidji.
Di Pontianak, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pontianak Sidig Handanu menuturkan, keterisian tempat tidur di rumah sakti swasta mencapai 69,47 persen. Tingkat keterisian tersebut meliputi pasien positif Covid-19 ataupun yang suspek.
Jumlah tempat tidur yang dimiliki untuk merawat pasien Covid-19 ataupun yang suspek di kota itu sebanyak 190 tempat tidur. Dari jumlah itu yang sudah terpakai 132 tempat tidur. ”Ini harus hati-hati karena sudah hampir menyentuh 70 persen. Kalau sampai 80 persen, akan berbahaya,” ucap Sidig.
Sidig mengatakan, tingginya keterisian tempat tidur karena selama ini rumah sakit milik Pemerintah Kota Pontianak ikut merawat pasien dari beberapa kabupaten/kota di Kalbar. Selain itu, memang ada peningkatan pasien Covid-19.
Sidig menggarisbawahi persoalan yang dihadapi tidak sebatas ketersediaan tempat tidur, tetapi juga terkait sumber daya manusia. ”Kalau penanganan Covid-19 hanya pada penanganan di rumah sakit, akan kewalahan. Maka, perlu pencegahan yang melibatkan pemangku kebijakan lainnya,” kata Handanu.
Kepala Departemen Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak Agus Fitriangga menilai, selama ini upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalbar untuk mengendalikan kasus sudah maksimal. Sekarang kembali kepada kesadaran masyarakat.
”Bahkan, sampai sekarang masih banyak masyarakat yang percaya kalau Covid-19 adalah rekayasa atau hoaks. Perlu ada konsolidasi di lapisan masyarakat paling rendah hingga ke tingkat RT/RW untuk melakukan pemantauan masyarakat,” tuturnya.
Dengan demikian, apabila ada masyarakat yang mengalami gejala Covid-19, segera melapor kepada ketua RT/RW sehingga terpantau. Kemudian, RT/RW melaporkan kepada puskesmas untuk proses penapisan.
”Koordinasi lintas sektor ini yang sepertinya mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan. Ini memerlukan komitmen semua pihak,” kata Agus.
Berdasarkan data Dinkes Provinsi Kalbar, hingga 9 Mei total kasus konfirmasi Covid-19 di Kalbar sebanyak 8.615 orang. Sebanyak 7.471 orang (86,72 persen) di antaranya sembuh, sedangkan 59 orang (0,68 persen) meninggal. Sementara itu, kasus aktif berdasarkan data per 7 Mei sebanyak 1.064 orang.